Berkat Wirausaha Sosial, Pakaian dari Limbah Jamur Asal Indonesia Mejeng di Paris Fashion Week
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank DBS Indonesia melalui program “DBS Foundation Social Enterprise (SE) Grant” mendukung perusahaan rintisan Mycotech Lab (MYCL) dalam menciptakan dampak sosial yang positif.
Dengan teknologi inovatif, MYCL yang didirikan pada 2015 itu menyulap limbah jamur menjadi bahan bangunan konvensional dan bahan pembuatan kulit untuk produk kerajinan.
Jamur yang sekilas hanya bahan makanan sederhana ini nyatanya berhasil diolah menjadi bahan mirip kulit yang terbarukan dan berkelanjutan untuk bahan pembuatan tas, perabot rumah tangga, dan pakaian.
MYCL yang merupakan wirausaha sosial itu percaya bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan mulai menggunakan alternatif berkelanjutan seperti beralih dari kulit hewani ke serat jamur.
Co-Founder MYCL, Ronaldiaz, mengatakan, penerapan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan bukanlah sebuah tren, melainkan sebuah kebutuhan. Kata dia, bukan bumi yang membutuhkan kita melainkan kita membutuhkan bumi.
"Dengan MYCL, kami mencoba menyelamatkan bumi dengan menawarkan alternatif yang berkelanjutan melalui penggunaan serat jamur sebagai pengganti kulit hewani,” ujarnya, dikutip Minggu (11/8/2021).
Ronaldiaz mengaku senang lantaran misi keberlanjutan lingkungan dari MYCL tersebut sejalan bahkan mendapat dukungan dari institusi seperti Bank DBS.
Berangkat dari kepedulian yang sama sebagai bank yang digerakkan oleh tujuan positif, pada 2016 Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation memberikan dana hibah kepada MYCL melalui program DBS Foundation Social Enterprise (SE) Grant. Dana tersebut mendukung pengembangan prototipe bio-material berkelanjutan rancangan MYCL.
Selain dana hibah, DBS Foundation juga memberikan bimbingan kepada MYCL untuk membantu mereka mengatasi berbagai tantangan bisnis. Setelah berhasil mengembangkan prototipe kerja dan model bisnis yang dapat diskalakan, MYCL kemudian kembali dianugerahi dana hibah oleh DBS Foundation pada tahun 2018 untuk mendukung rencana mereka dalam meningkatkan produksi dan menetapkan strategi kekayaan intelektual.
Dengan teknologi inovatif, MYCL yang didirikan pada 2015 itu menyulap limbah jamur menjadi bahan bangunan konvensional dan bahan pembuatan kulit untuk produk kerajinan.
Jamur yang sekilas hanya bahan makanan sederhana ini nyatanya berhasil diolah menjadi bahan mirip kulit yang terbarukan dan berkelanjutan untuk bahan pembuatan tas, perabot rumah tangga, dan pakaian.
MYCL yang merupakan wirausaha sosial itu percaya bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan mulai menggunakan alternatif berkelanjutan seperti beralih dari kulit hewani ke serat jamur.
Co-Founder MYCL, Ronaldiaz, mengatakan, penerapan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan bukanlah sebuah tren, melainkan sebuah kebutuhan. Kata dia, bukan bumi yang membutuhkan kita melainkan kita membutuhkan bumi.
"Dengan MYCL, kami mencoba menyelamatkan bumi dengan menawarkan alternatif yang berkelanjutan melalui penggunaan serat jamur sebagai pengganti kulit hewani,” ujarnya, dikutip Minggu (11/8/2021).
Baca Juga
Ronaldiaz mengaku senang lantaran misi keberlanjutan lingkungan dari MYCL tersebut sejalan bahkan mendapat dukungan dari institusi seperti Bank DBS.
Berangkat dari kepedulian yang sama sebagai bank yang digerakkan oleh tujuan positif, pada 2016 Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation memberikan dana hibah kepada MYCL melalui program DBS Foundation Social Enterprise (SE) Grant. Dana tersebut mendukung pengembangan prototipe bio-material berkelanjutan rancangan MYCL.
Selain dana hibah, DBS Foundation juga memberikan bimbingan kepada MYCL untuk membantu mereka mengatasi berbagai tantangan bisnis. Setelah berhasil mengembangkan prototipe kerja dan model bisnis yang dapat diskalakan, MYCL kemudian kembali dianugerahi dana hibah oleh DBS Foundation pada tahun 2018 untuk mendukung rencana mereka dalam meningkatkan produksi dan menetapkan strategi kekayaan intelektual.