Ribuan Anak Jadi Yatim Piatu, Amalia Ulfa: Hidup Saya Hancur
loading...
A
A
A
Menurut Camat Banguntapan, Drs Fauzan Mu'arifin, di mana Erinda tinggal, sejauh ini ada 146 anak di Kecamatannya yang kehilangan orang tua mereka karena COVID.
Fauzan mengatakan mereka sedang berusaha melakukan pendataan untuk mencarikan bantuan, karena khawatir dengan masa depan anak-anak yang kehilangan orangtuanya.
"Anak-anak ini berpotensi putus sekolah, terlantar dan juga memicu pelaku kriminal," katanya kepada ABC.
Dengan jumlah kematian sudah melebihi 120 ribu orang sejauh ini di Indonesia, para pekerja sosial mengkhawatirkan jumlah anak-anak yatim piatu yang perlu mendapat bantuan pengasuhan maupun yang lain akan terus meningkat.
Dalam dua pekan terakhir, lembaga Save the Children Indonesia sudah membantu setidaknya 30 anak yatim piatu. Mereka juga memberikan bantuan keuangan kepada keluarga yang mengasuh anak-anak tersebut.
“[Penting] bagi anak-anak ini tinggal dengan keluarga yang mereka kenal, bukan di panti asuhan, karena sebenarnya panti asuhan itu adalah pilihan terakhir,” kata Dino Satria, kepala program bidang kemanusiaan di organisasi tersebut.
“Anak-anak ini perlu tetap merasa aman, nyaman, dekat, dan percaya diri dengan keluarga yang mereka kenal.”
Dino mengatakan anak-anak yang kehilangan kedua orang tuanya, khususnya selama pandemi menghadapi sejumlah risiko sosial dan psikologis. "Anak-anak yang kehilangan kedua orangtuanya ini rentan mengalami kesedihan mendalam, bahkan bisa menjadi depresi dan stress, tidak mendapat perlakuan yang baik,” katanya.
“Dan [ada] risiko tinggi untuk dinikahkan sejak dini dan juga dieksploitasi … apalagi kalau anak-anak ini jatuh ke tangan yang orang yang tidak bertanggung jawab.”
Kanya dari Kemensos RI mengatakan pernikahan anak-anak di bawah umur sudah terjadi selama ini di beberapa bagian di Indonesia sebagai salah satu cara keluarga untuk lepas dari tanggung jawab dalam mengurusi mereka.
“Proses yang dilakukan pekerja sosial di lapangan adalah untuk mencegah. Bahkan kita berusaha menyampaikan bahwa itu adalah situasi yang buruk sekali untuk anak,” katanya.
Fauzan mengatakan mereka sedang berusaha melakukan pendataan untuk mencarikan bantuan, karena khawatir dengan masa depan anak-anak yang kehilangan orangtuanya.
"Anak-anak ini berpotensi putus sekolah, terlantar dan juga memicu pelaku kriminal," katanya kepada ABC.
Dengan jumlah kematian sudah melebihi 120 ribu orang sejauh ini di Indonesia, para pekerja sosial mengkhawatirkan jumlah anak-anak yatim piatu yang perlu mendapat bantuan pengasuhan maupun yang lain akan terus meningkat.
Dalam dua pekan terakhir, lembaga Save the Children Indonesia sudah membantu setidaknya 30 anak yatim piatu. Mereka juga memberikan bantuan keuangan kepada keluarga yang mengasuh anak-anak tersebut.
“[Penting] bagi anak-anak ini tinggal dengan keluarga yang mereka kenal, bukan di panti asuhan, karena sebenarnya panti asuhan itu adalah pilihan terakhir,” kata Dino Satria, kepala program bidang kemanusiaan di organisasi tersebut.
“Anak-anak ini perlu tetap merasa aman, nyaman, dekat, dan percaya diri dengan keluarga yang mereka kenal.”
Dino mengatakan anak-anak yang kehilangan kedua orang tuanya, khususnya selama pandemi menghadapi sejumlah risiko sosial dan psikologis. "Anak-anak yang kehilangan kedua orangtuanya ini rentan mengalami kesedihan mendalam, bahkan bisa menjadi depresi dan stress, tidak mendapat perlakuan yang baik,” katanya.
“Dan [ada] risiko tinggi untuk dinikahkan sejak dini dan juga dieksploitasi … apalagi kalau anak-anak ini jatuh ke tangan yang orang yang tidak bertanggung jawab.”
Kanya dari Kemensos RI mengatakan pernikahan anak-anak di bawah umur sudah terjadi selama ini di beberapa bagian di Indonesia sebagai salah satu cara keluarga untuk lepas dari tanggung jawab dalam mengurusi mereka.
“Proses yang dilakukan pekerja sosial di lapangan adalah untuk mencegah. Bahkan kita berusaha menyampaikan bahwa itu adalah situasi yang buruk sekali untuk anak,” katanya.