Infrastruktur LNG Skala Kecil Bisa Optimalkan Penggunaan Gas Bumi

Selasa, 24 Agustus 2021 - 18:18 WIB
loading...
Infrastruktur LNG Skala...
Pengembangan infrastruktur LNG berskala kecil diyakini dapat mendukung optimalisasi penggunaan gas bumi di dalam negeri. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Optimalisasi penggunaan gas bumi dinilai dapat dilakukan dengan pengembangan infrastruktur LNG berskala kecil. Pengembangan infrastruktur LNG berskala kecil yang efisien diyakini cocok untuk Indonesia sebagai negara kepulauan.

"Small scale LNG itu cost effective. Perlu dilihat dan ditinjau kembali multilevel LNG trader bisa dikembangkan. Saat ini Risco mentranfer LNG di daerah industri, Jawa Barat dan Kalimantan," kata Direktur Operasi Risco Energy Aditya Pratama, dalam diskusi secara virtual bertajuk "Optimalisasi Penggunaan Gas Bumi Menuju Transisi Energi", Selasa (24/8/2021).



Sekretaris SKK Migas Taslim Z Yunus mengakui bahwa daya serap gas domestik masih rendah. Hal itu terlihat dari rerata pertumbuhan pemanfaatan gas bumi pembeli dalam negeri dari 2012 hingga saat ini yang hanya 1% per tahun. Pertumbuhan gas lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang berksiar 4-5% per tahun.

Menurut dia, milestone pengembangan gas bumi dari sisi permintaan masih belum signifikan. Saat ini, kondisinya suplai masih lebih besar ketimbang permintaan. "Sebetulnya kita masih kompetitif jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lain, kecuali Singapura," ungkap Taslim.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Subholding Upstream Pertamina John H Simamora mengatakan, agar pemanfaatan gas bumi optimal dapat dilakukan dengan membangun kesepahaman bersama bahwa gas bumi adalah pilihan yang tepat dalam masa transisi energi. Tanpa kesepahaman itu, nasib gas bumi menurutnya akan seperti minyak.

"Kesepahaman itu kemudian diturunkan dalam kebijakan yang mendorong optimasi gas bumi, sehingga antara suplai dan permintaan bisa berjalan beriringan," katanya.

Dia mengatakan, Pertamina memiliki banyak potensi gas di berbagai wilayah, terutama di wilayah Indonesia Timur. Akan tetapi, belum semua bisa dimonetisasi karena belum tersedianya infrastruktur. "Pengembangan gas memang sudah saatnya. Tetapi harus nyata dan jelas. Kita sudah banyak bicara soal ini, tetapi faktanya, tidak banyak berubah," ujar John.

Sementara, Division Head Corporate Planning PT Perusahaan Gas Negara Tbk Lely Malini mengatakan, pihaknya berharap ada data permintaan yang lebih akurat sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas dan infrastruktur yang dimiliki. Dengan demikian, kata dia, pelayanan kepada pelanggan juga bisa terus ditingkatkan.

Untuk terus meningkatkan layanan kepada pelanggan, lanjut dia, PGN sebagai Subholding Gas Pertamina telah melakukan beberapa program, di antaranya, gasifikasi kilang, gasifikasi penyediaan tenaga kelistrikan dan juga penyediaan jaringan gas rumah tangga. "Kami merencanakan pada 2022 sampai 2026 ada 1 juta jaringan terpasang, baik dengan pembiayaan oleh APBN maupun pembiayaan oleh PGN," ujarnya.

Lely menambahkan, PGN juga terus berharap dukungan dari pemerintah terutama terkait keberlanjutan bisnis gas bumi karena peranan vital dalam transisi energi nasional. Demikian juga untuk keberlangsungan penyaluran gas eksisting, diperlukan penyiapan infrastuktur tambahan untuk pasokan LNG, dengan harga yang kompetitif.

"Selain itu, perlu ada kajian bersama terkait harga gas bumi terkait penugasan penyaluran gas bumi tertentu di bidang industri. Khususnya insentif dan kompensasi yang dikeluarkan badan usaha," kata Lely.

Sementara itu, PT PLN (Persero) mendukung langkah pemerintah yang menetapkan harga LNG tanpa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dijaga keberlangsungannya. BUMN sektor ketenagalistrikan itu juga berharap pemerintah dapat menetapkan harga LNG khusus untuk implementasi Keputusan Menteri ESDM No 13/2020 untuk membantu penurunan konsumsi BBM nasional, meningkatkan bauran gas, serta membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur.

Executive Vice President Gas dan BBM PLN A Daryanto Ariyadi mengatakan, PLN berharap pemerintah dapat membuat kebijakan terintegrasi terkait pemanfaatan infrastruktur gas yang tidak hanya fokus pada peruntukan kelistrikan, tapi juga mengakomodasi kebutuhan gas di luar kelistrikan. Hal ini dinilai dapat membuat biaya infrastruktur gas menjadi lebih kompetitif. "Perlu dukungan pemerintah dan badan usaha transportasi LNG untuk meningkatkan efisiensi biaya logistik," ujarnya.



Menurut Daryanto, Indonesia memiliki potensi gas yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, potensi yang ada mampu memenuhi kebutuhan industri hingga 20 tahun ke depan. Namun masih ada jurang yang cukup besar, antara potensi gas yang ada dan permintaan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Komisaris Utama PT PLN Gas dan Geothermal itu menyebutkan, tahun 2012 merupakan milestone pengunaan gas di PLN. Saat itu, harga gas sangat kompetitif dengan sumber energi lain. Namun harga gas kemudian terus naik. Sementara PLN juga harus memperhatikan aspek biaya pokok produksi. Pada 2017, kata dia, PLN pun tidak lagi berfokus pada pemanfaatan gas, tetapi pada sumber energi lain yang lebih kompetitif, yakni batu bara.

"Pada 2020, penyerapan gas di PLN, semakin turun akibat pandemi Covid-19. Pandemi ini juga menjadi aspek yang turut berpengaruh dalam penyerapan gas di PLN," jelasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1714 seconds (0.1#10.140)