Rencana Kenaikan Cukai Berimbas Pada Kehancuran Harga Tembakau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan kajian lapangan Ikatan Pemuda Desa Indonesia (IPDA) , bahwa setiap pemerintah merencanakan kenaikan cukai tembakau pasti berimbas negatif bagi petani tembakau nasional. Lalu berimbas pula pada melemahnya penyerapan dan kehancuran harga tembakau .
Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan negara dari cukai bisa mencapai Rp 203,9 triliun pada tahun depan. Target itu ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Nilai penerimaan cukai pada tahun 2022 tersebut tumbuh 11,9% dari outlook di 2021 yang sebesar Rp 179,6 triliun.
Ketua Ikatan Pemuda Desa Indonesia (IPDA) Jawa Tengah, Mochamad Machmud berpendapat, pengaturan cukai tembakau merupakan komponen paling penting dalam keberlangsungan ekonomi petani tembakau Indonesia. Menurutnya, hancurnya harga berawal tahun 2019 ketika ada rencana kenaikan cukai tahun 2020 sebesar 23%. Harga semakin parah ketika musim panen 2020.
"Musim panen 2021 merupakan musim penentu kebangkitan ekonomi di pedesaan setelah 2 tahun berturut -turut harga anjlog karena dampak kebijakan pemerintah menaikan cukai secara beruntun," kata Mochamad dalam workshop Ikatan Pemuda Desa Indonesia (IPDA) bertajuk 'Menolak Kenaikan Cukai Demi Masa Depan Petani Tembakau' di Magetan, Jawa Timur, Kamis (2/9/2021).
Mochamad Machmud mengatakan, petani adalah komponen paling lemah dan paling terkena dampak buruk di setiap kebijakan kenaikan cukai. Musim panen 2021 musim yang masih terbelenggu dampak pandemi Covid -19.
"IPDA meminta jangan ada rencana kenaikan cukai di tahun 2022 karena akan berdampak ambruknya ekonomi petani tembakau," tegasnya.
Lebih lanjut Mochamad menyampaikan, bahwa workshop yang berlangsung dari tanggal 1 - 2 September 2021 ini diikuti oleh pengurus IPDA Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. "Terdapat 6 poin krusial yang ingin kami sampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang rencana menaikan cukai 2022," ujarnya.
Pertama, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan berdampak negatif pada komponen paling bawah yaitu petani tembakau.
Kedua, rencana kenaikan cukai dalam masa pandemi Covid-19 saat ini merupakan alat penghambat pemulihan ekonomi petani.
Ketiga, meminta perbedaan struktur cukai pada produk yang menyerap bahan baku petani tembakau nasional agar dibedakan dengan produk yang tidak menyerap bahan baku nasional.
"Keempat, demi melindungi petani tembakau nasional, kami meminta agar produk rokok non konvensional untuk dikendalikan karena produk tersebut sampai saat ini belum menyerap bahan baku petani tembakau nasional," tegasnya.
Kelima, meminta segera dibuatkan aturan tentang tata niaga lokal dan pengaturan tata niaga import tembakau. Dan, keenam, pemerintah harus bisa melindungi produk kretek karena kretek bukan rokok.
"Demikian permintaan kami kepada Bapak Presiden RI, IPDA ikut menyuarakan suara petani sebagai bentuk kepedulian kedaulatan ekonomi petani tembakau nasional. Karena anggota kami juga dari pemuda dan pemudi desa anak dari petani tembakau," pungkasnya.
Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan negara dari cukai bisa mencapai Rp 203,9 triliun pada tahun depan. Target itu ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Nilai penerimaan cukai pada tahun 2022 tersebut tumbuh 11,9% dari outlook di 2021 yang sebesar Rp 179,6 triliun.
Ketua Ikatan Pemuda Desa Indonesia (IPDA) Jawa Tengah, Mochamad Machmud berpendapat, pengaturan cukai tembakau merupakan komponen paling penting dalam keberlangsungan ekonomi petani tembakau Indonesia. Menurutnya, hancurnya harga berawal tahun 2019 ketika ada rencana kenaikan cukai tahun 2020 sebesar 23%. Harga semakin parah ketika musim panen 2020.
"Musim panen 2021 merupakan musim penentu kebangkitan ekonomi di pedesaan setelah 2 tahun berturut -turut harga anjlog karena dampak kebijakan pemerintah menaikan cukai secara beruntun," kata Mochamad dalam workshop Ikatan Pemuda Desa Indonesia (IPDA) bertajuk 'Menolak Kenaikan Cukai Demi Masa Depan Petani Tembakau' di Magetan, Jawa Timur, Kamis (2/9/2021).
Mochamad Machmud mengatakan, petani adalah komponen paling lemah dan paling terkena dampak buruk di setiap kebijakan kenaikan cukai. Musim panen 2021 musim yang masih terbelenggu dampak pandemi Covid -19.
"IPDA meminta jangan ada rencana kenaikan cukai di tahun 2022 karena akan berdampak ambruknya ekonomi petani tembakau," tegasnya.
Lebih lanjut Mochamad menyampaikan, bahwa workshop yang berlangsung dari tanggal 1 - 2 September 2021 ini diikuti oleh pengurus IPDA Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. "Terdapat 6 poin krusial yang ingin kami sampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang rencana menaikan cukai 2022," ujarnya.
Pertama, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan berdampak negatif pada komponen paling bawah yaitu petani tembakau.
Kedua, rencana kenaikan cukai dalam masa pandemi Covid-19 saat ini merupakan alat penghambat pemulihan ekonomi petani.
Ketiga, meminta perbedaan struktur cukai pada produk yang menyerap bahan baku petani tembakau nasional agar dibedakan dengan produk yang tidak menyerap bahan baku nasional.
"Keempat, demi melindungi petani tembakau nasional, kami meminta agar produk rokok non konvensional untuk dikendalikan karena produk tersebut sampai saat ini belum menyerap bahan baku petani tembakau nasional," tegasnya.
Kelima, meminta segera dibuatkan aturan tentang tata niaga lokal dan pengaturan tata niaga import tembakau. Dan, keenam, pemerintah harus bisa melindungi produk kretek karena kretek bukan rokok.
"Demikian permintaan kami kepada Bapak Presiden RI, IPDA ikut menyuarakan suara petani sebagai bentuk kepedulian kedaulatan ekonomi petani tembakau nasional. Karena anggota kami juga dari pemuda dan pemudi desa anak dari petani tembakau," pungkasnya.
(akr)