Tarif Cukai Naik di 2022, Liga Tembakau Ingatkan Dampak ke Petani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022, di mana terdapat berbagai pertimbangan dari kenaikan tersebut. Namun, sejumlah kalangan menilai kenaikan ini akan menambah beban petani tembakau.
“Jangan lupa efek dari naiknya tarif cukai tembakau ini dari hulu ke hilir kena semua. Di tingkat petani misalnya, kabar kenaikan cukai itu membawa dampak menyedihkan. Sementara di hilirnya yang paling terlihat itu daya beli masyarakat di tingkat paling bawah juga belum pulih tapi malah cukai mau dinaikkan,” ujar Ketua Liga Tembakau Indonesia Zulvan Kurniawan dalam diskusi di Market Review IDX Channel, Kamis (26/8/2021).
Terkait naiknya tarif cukai hasil tembakau, sebelumnya pemerintah mengutarakan beberapa alasan. Diantaranya, mempertimbangkan aspek kesehatan preferensi perokok anak, kemudian bagi tenaga kerja yang bekerja langsung di industri rokok, serta keberlangsungan petani dari hasil industri tembakau (IHT).
“Jika bicara soal preferensi perokok anak, padahal dari hasil studi yang dilakukan oleh Indef tahun 2020 sudah menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara kenaikan cukai dengan tingkat preferensi perokok,” ujarnya menanggapi alasan pemerintah tersebut.
Kemudian, Zulvan mengatakan bahwa alasan yang disebutkan oleh pemerintah itu tidak relevan. Menurut dia, akan menjadi relevan apabila tarif cukai tidak dinaikkan dulu, terlebih saat ini daya beli masyarakat belum pulih karena efek dari pandemi.
Lebih lanjut, Zulvan menuturkan industri hasil tembakau masih menjadi penghasil cukai terbesar, yakni 95%. Sehingga menurutnya ini perlu disikiapi dengan bijak oleh pemerintah karena peran IHT belum bisa tergantikan oleh sumber yang lainnya.
“Yang jadi masalah adalah ketika kenaikan cukai semakin agresif, apakah kita tetap bisa menggantungkan terus-terusan pada industri hasil tembakau? Sementara di sisi lain cukai ini juga dipakai menjadi salah satu instrumen pengendalian di mana faktor harga itu menjadi tinjauan penentu,” terangnya.
Di samping itu, dia menambahkan bahwa harga rokok di Indonesia sebenarnya sudah sangat mahal. Walaupun jika dilihat dari kurs rokok di Indonesia memang murah namun dari nilai barangnya, harga rokok sudah mahal. “Ini yang selalu dikampanyekan kalau rokok Indonesia murah. Makanya selalu ingin dinaikkan terus sama pemerintah,” tandasnya.
“Jangan lupa efek dari naiknya tarif cukai tembakau ini dari hulu ke hilir kena semua. Di tingkat petani misalnya, kabar kenaikan cukai itu membawa dampak menyedihkan. Sementara di hilirnya yang paling terlihat itu daya beli masyarakat di tingkat paling bawah juga belum pulih tapi malah cukai mau dinaikkan,” ujar Ketua Liga Tembakau Indonesia Zulvan Kurniawan dalam diskusi di Market Review IDX Channel, Kamis (26/8/2021).
Terkait naiknya tarif cukai hasil tembakau, sebelumnya pemerintah mengutarakan beberapa alasan. Diantaranya, mempertimbangkan aspek kesehatan preferensi perokok anak, kemudian bagi tenaga kerja yang bekerja langsung di industri rokok, serta keberlangsungan petani dari hasil industri tembakau (IHT).
“Jika bicara soal preferensi perokok anak, padahal dari hasil studi yang dilakukan oleh Indef tahun 2020 sudah menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara kenaikan cukai dengan tingkat preferensi perokok,” ujarnya menanggapi alasan pemerintah tersebut.
Kemudian, Zulvan mengatakan bahwa alasan yang disebutkan oleh pemerintah itu tidak relevan. Menurut dia, akan menjadi relevan apabila tarif cukai tidak dinaikkan dulu, terlebih saat ini daya beli masyarakat belum pulih karena efek dari pandemi.
Lebih lanjut, Zulvan menuturkan industri hasil tembakau masih menjadi penghasil cukai terbesar, yakni 95%. Sehingga menurutnya ini perlu disikiapi dengan bijak oleh pemerintah karena peran IHT belum bisa tergantikan oleh sumber yang lainnya.
“Yang jadi masalah adalah ketika kenaikan cukai semakin agresif, apakah kita tetap bisa menggantungkan terus-terusan pada industri hasil tembakau? Sementara di sisi lain cukai ini juga dipakai menjadi salah satu instrumen pengendalian di mana faktor harga itu menjadi tinjauan penentu,” terangnya.
Di samping itu, dia menambahkan bahwa harga rokok di Indonesia sebenarnya sudah sangat mahal. Walaupun jika dilihat dari kurs rokok di Indonesia memang murah namun dari nilai barangnya, harga rokok sudah mahal. “Ini yang selalu dikampanyekan kalau rokok Indonesia murah. Makanya selalu ingin dinaikkan terus sama pemerintah,” tandasnya.
(ind)