Kartu Prakerja Diharapkan Jadi ‘Legacy’ Pemerintah Tingkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia

Jum'at, 03 September 2021 - 18:10 WIB
loading...
Kartu Prakerja Diharapkan Jadi ‘Legacy’ Pemerintah Tingkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kuliah perdana Magister Ekonomi Terapan Universitas Padjadjaran dengan materi Program Kartu Prakerja. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Sebuah program pemerintah hanya bisa berlanjut kalau program itu memenuhi dua syarat. Pertama, program tersebut benar-benar meaningful atau bermanfaat bagi rakyat. Dan kedua, program itu diputuskan secara politik untuk dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

Pernyataan ini disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Progam Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari saat menjadi narasumber pada Kuliah Perdana Magister Ekonomi Terapan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Padjadjaran bertema ‘Peran Kartu Prakerja dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional’, Jumat, 3 September 2021.

“Program Kartu Prakerja yang substansinya adalah beasiswa pelatihan vokasi atau pelatihan praktis merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo. Harapannya, tentu setelah periode Presiden Jokowi berakhir, program ini dapat dilanjutkan secara terus-menerus sebagai ‘legacy’ pemerintah dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk mewujudkan visi Indonesia Maju,” kata Denni Purbasari.

Hingga pertengahan 2021, Program Kartu Prakerja sudah menjangkau 8,2 juta orang penerima manfaat yang tersebar di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi.



“Para penerima Kartu Prakerja inklusif, dengan mayoritas menganggur, muda dan terdidik. Program ini juga menjangkau peserta berasal dari kabupaten tertinggal, difabel, dan kalangan purna pekerja migran Indonesia,” urai Denni.

Terkait manfaat nyata Program Kartu Prakerja, Denni menyodorkan fakta berbagai survei, baik survei evaluasi yang dilakukan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja maupun dari berbagai lembaga independen dalam dan luar negeri, seperti BPS, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), CSIS, Cyrus Network, LPEM Universitas Indonesia hingga Bank Dunia.

Survei Evaluasi Manajemen Pelaksana dan Cyrus Network menyatakan bahwa Program Kartu Prakerja memberikan pengalaman serta menumbuhkan sikap positif bagi pesertanya. Sementara itu, Survei Cyrus Network, TNP2K, Sakernas BPS dan CSIS mengungkap bahwa Program Kartu Prakerja meningkatkan kompetensi untuk kerja/wirausaha untuk penerimanya.

Program Kartu Prakerja juga terbukti mengakselerasi inklusi keuangan, mendukung daya beli, serta membantu usaha mikro dan kecil.

“Penelitian LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun ini menunjukkan bahwa Kartu Prakerja mampu mengurangi rasa cemas, sedih, dan amarah yang dirasakan oleh penerima program akibat pandemi Covid-19. Disimpulkan bahwa program ini membantu meningkatkan kesehatan masyarakat di masa pandemi,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat, itu.

Pencapaian besar juga didapat lewat apresiasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyampaikan bahwa Program Kartu Prakerja menjadi contoh best practice dalam mengelola suatu program besar dengan lingkup 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan meminimalisasi banyak persoalan. Atas penilaian itu, Kartu Prakerja direkomendasikan KPK dapat menjadi pilot project bagi program-program lainnya.

Yang terbaru, Ipsos, sebuah lembaga riset global dari Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa 53% masyarakat Indonesia mengaku puas dengan bantuan dari pemerintah selama pandemi Covid-19.

Dari berbagai program bantuan yang diberikan pemerintah, ada tiga program bantuan yang paling banyak didapatkan masyarakat, yakni Program Kartu Prakerja dengan persentase 24%, subsidi listrik 19%, dan subsidi kuota internet pada sektor pendidikan sebesar 18%.

Di depan lebih dari 220 mahasiswa yang hadir secara virtual, Denni Purbasari menjelaskan kondisi ketenagakerjaan Indonesia. Dengan 135 juta jumlah angkatan kerja saat ini, Indonesia memiliki dua tantangan utama ketenagakerjaan, yakni rendahnya jumlah lapangan kerja, serta minimnya produktivitas, yang salah satunya disebabkan oleh adanya skill gap.

Data BPS menyebutkan, dari 135 juta angkatan kerja itu, 90% di antaranya belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat. Demikian pula profil 7 juta jumlah pengangguran kita, 91% di antaranya belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat.

“Sayangnya, baik perusahaan maupun pekerja kita cenderung tak peduli dengan skilling, upskilling, dan reskilling sebagai upaya peningkatan kualitas angkatan kerja,” ungkapnya.

Dari sisi invididu, menyitir penelitian Bank Dunia, para pekerja menempatkan pelatihan peningkatan skill dalam peringkat paling buncit (10) pada prioritas pengeluaran pribadinya.

“Baik bagi pekerja dengan gaji skala upah minimum maupun yang jauh di atas itu, kebanyakan terlalu ‘pelit’ untuk menginvestasikan penambahan keterampilan bagi diri sendiri,” paparnya.

Begitu pula dari sisi manajemen. Perusahaan juga sedikit sekali menganggarkan dana untuk pelatihan bagi pengembangan karyawannya.

“Dari sisi perusahaan, budget pendidikan dan pelatihan untuk pekerja ada di prioritas ke-6 dari 10. Jadi, memang dari kedua belah pihak ada isu terkait rendahnya kemauan pengembangan diri sumber daya manusia,” jelas Deputi Ekonomi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2020 ini.

Pada situasi seperti inilah, pelatihan-pelatihan dalam ekosistem Program Kartu Prakerja hadir untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja kita, baik untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena PHK, pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja, serta juga bagi pelaku usaha mikro & kecil.

“Penerima Kartu Prakerja memiliki kebebasan untuk memilih pelatihan sesuai minat, bakat, dan kebutuhannya. Baik pelatihan hardskill, maupun softskill. Keduanya dibutuhkan sebagai bekal menghadapi persaingan keras di pasar kerja saat ini,” kata Denni.

Saat ini, pelatihan yang banyak diminati antara lain dari sektor teknologi informasi, penjualan dan pemasaran, bahasa, perkantoran, sosial dan perilaku, gaya hidup, makanan dan minuman, pertanian, keuangan, manajemen, dan teknik.

Kepada para mahasiswa program S-2 Ekonomi Terapan, Denni Purbasari yang sebelumnya menjadi dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada, berpesan bahwa teori yang dipelajari saat kuliah sangat berguna di kemudian hari. Terbukti, hasil-hasil riset yang berlandaskan teori-teori ekonomi sangat berguna untuk pengembangan Program Kartu Prakerja.



Peraih beasiswa beasiswa Fulbright untuk studi master di University of Illinois at Urbana Champaign ini meminta mahasiswa mampu menguasai statistik, ekonometri, dan hal-hal lain di luar itu.

“Optimalkan data sebagai aset informasi dengan penggunaan teknologi tingkat tinggi. Dunia selalu berubah, jangan berhenti belajar, teruslah berkolaborasi dan tetap rendah hati,” kata Denni Purbasari memotivasi.

Memberi pengantar pada kuliah perdana ini, Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Padjadjaran Maman Setiawan mengapresiasi keputusan pemerintah atas implementasi Program Kartu Prakerja yang dinilai mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi di tengah pandemi.

“Keberhasilan Program Kartu Prakerja dalam upaya mendorong pemulihan ini harus terus dilanjutkan, karena penciptaan lapangan kerja belum kembali seperti sebelum terjadinya pandemi, bahkan sektor yang menyerap tenaga kerja di industri manufaktur masih relatif kecil,” kata Maman Setiawan.

Program Kartu Prakerja juga dinilainya sukses melahirkan para wirausaha baru serta menciptakan lapangan kerja di tengah krisis pandemi Covid-19.

“Sejak digulirkannya program Kartu Prakerja, proses pemulihan ekonomi nasional terjadi. Pemerintah telah berhasil mendorong penciptaan lapangan kerja sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat. Program ini harus terus didukung agar pemulihan ekonomi nasional semakin kuat,” pungkasnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2499 seconds (0.1#10.140)