Kenaikan Cukai Tidak Efektif Tekan Konsumsi Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE UB) Malang, Imanina Eka Dalilah dan Joko Budi Santoso mengatakan selama lebih dari 10 tahun sejak tahun 2007, angka prevalensi merokok usia ≥ 15 tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan.
"Hal ini menjadi indikasi bahwa kebijakan kenaikan cukai untuk menekan prevalensi merokok kurang efektif," tegas Imanina, Jumat (10/09/2021).
Di satu sisi, pemerintah memiliki harapan bahwa kenaikan tarif cukai tersebut dapat menjadi jalan bagi pemerintah untuk menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 – 32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 – 8,9% pada 2021.
Berdasarkan hasil kajian bertajuk Kenaikan Harga Rokok terhadap Keberlangsungan IHT dan Perilaku Konsumen Rokok terkait dengan pola perilaku konsumen produk IHT, menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi rokok di usia dewasa diantaranya tingkat kebiasaan, pengaruh teman, lingkungan sekitar rumah dan stres.
"Hasil analisis juga menunjukkan bahwa harga rokok tidak berpengaruh pada penyebab seseorang merokok. Begitu juga iklan dan lingkungan keluarga," ujar Imanina, Jumat (10/09/2021).
Sementara, Joko Budi Santoso mengatakan, faktor dominan penyebab seseorang berhenti merokok berdasarkan hasil kajian, diantaranya periode merokok, jumlah konsumsi rokok per hari, pendidikan dan rata-rata pendapatan.
"Hal ini rokok setiap hari 24,3% tidak mengalami perubahan 24,3%. Sementara perokok kadang-kadang, terdapat penurunan proporsi dari 5% pada 2013 menjadi 4,6% pada 2018," kata Joko Budi.
Joko menegaskan bahwa hasil penelitian tersebut semakin memperkuat argumen bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok. Hal ini juga menunjukkan bahwa harga bukan merupakan faktor penyebab seseorang tetap merokok dan harga juga bukan menjadi faktor penyebab seseorang berhenti merokok.
"Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah dan terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal," tegas Joko Budi.
Oleh karena itu, perlu jalan lain dari pemerintah dalam menekan prevelansi merokok, yaitu dengan optimalisasi program penyuluhan/sosialisasi di tingkat desa melalui Posyandu, PKK, orgasisasi sosial kemasyarakatan, dan lingkungan pendidikan tentang dampak mengkonsumsi produk IHT terhadap kesehatan
"Hal ini menjadi indikasi bahwa kebijakan kenaikan cukai untuk menekan prevalensi merokok kurang efektif," tegas Imanina, Jumat (10/09/2021).
Di satu sisi, pemerintah memiliki harapan bahwa kenaikan tarif cukai tersebut dapat menjadi jalan bagi pemerintah untuk menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 – 32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 – 8,9% pada 2021.
Berdasarkan hasil kajian bertajuk Kenaikan Harga Rokok terhadap Keberlangsungan IHT dan Perilaku Konsumen Rokok terkait dengan pola perilaku konsumen produk IHT, menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi rokok di usia dewasa diantaranya tingkat kebiasaan, pengaruh teman, lingkungan sekitar rumah dan stres.
"Hasil analisis juga menunjukkan bahwa harga rokok tidak berpengaruh pada penyebab seseorang merokok. Begitu juga iklan dan lingkungan keluarga," ujar Imanina, Jumat (10/09/2021).
Sementara, Joko Budi Santoso mengatakan, faktor dominan penyebab seseorang berhenti merokok berdasarkan hasil kajian, diantaranya periode merokok, jumlah konsumsi rokok per hari, pendidikan dan rata-rata pendapatan.
"Hal ini rokok setiap hari 24,3% tidak mengalami perubahan 24,3%. Sementara perokok kadang-kadang, terdapat penurunan proporsi dari 5% pada 2013 menjadi 4,6% pada 2018," kata Joko Budi.
Joko menegaskan bahwa hasil penelitian tersebut semakin memperkuat argumen bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok. Hal ini juga menunjukkan bahwa harga bukan merupakan faktor penyebab seseorang tetap merokok dan harga juga bukan menjadi faktor penyebab seseorang berhenti merokok.
"Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah dan terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal," tegas Joko Budi.
Oleh karena itu, perlu jalan lain dari pemerintah dalam menekan prevelansi merokok, yaitu dengan optimalisasi program penyuluhan/sosialisasi di tingkat desa melalui Posyandu, PKK, orgasisasi sosial kemasyarakatan, dan lingkungan pendidikan tentang dampak mengkonsumsi produk IHT terhadap kesehatan
(nng)