Mundur dari Garuda, Peter Gontha Garap Bisnis Perdagangan Karbon

Sabtu, 11 September 2021 - 08:53 WIB
loading...
Mundur dari Garuda,...
Pengusaha Peter F Gontha. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Usai menyatakan mundur dari jabatan sebagai Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk pada bulan lalu, pengusaha Peter Frans Gontha merajut bisnis di bidang lingkungan hidup, sains, dan teknologi, khususnya perdagangan karbon (carbon trading) melalui Melchor Group Indonesia (Melchor).

Selaku CEO sekaligus salah satu pendiri Melchor, Peter bersama tim memperkenalkan inovasi teknologi blockchain sebagai basis untuk mengeksekusi komoditas emisi karbon tersebut.

Melalui anak usaha Melchor Group, sejumlah platform digital pendukung diluncurkan seperti Muller Carbon, Crypto Utility 'ROXY', dan Carbon Emmision Calculator 'JEJAK.in' yang akan berkolaborasi di semua lini mulai dari pendaftaran lahan, penilaian serapan, penetapan tokenisasi terhadap nilai karbon yang dihasilkan, hingga perdagangan.

"Ini hal baru dan pertama di dunia, di mana Crypto Utility ROXY akan sejalan dengan teknologi serapan karbon yang dikembangkan oleh JEJAK.in. Ini tak hanya soal restorasi ekologi tapi juga menyejahterakan masyarakat serta bagian untuk ikut berperan mendampingi pemerintah dalam memberantas kemiskinan," kata Peter di Jakarta, Jumat (10/9/2021).



Peter percaya melalui teknologi emmision accounting, forest monitoring, blockchain, artificial intelligence, dan crypto utility, dapat menjadi terobosan baru dalam penghitungan restorasi hutan, penyerapan, perhitungan, dan perdagangan karbon yang sesuai dengan standar pemerintah.

Seperti diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memproyeksikan masuknya pendapatan dari transaksi perdagangan karbon mencapai Rp350 triliun, sejalan dengan luasnya hutan tropis dan lahan gambut yang dimiliki Indonesia.

Secara lebih detil, perdagangan karbon adalah kegiatan jual-beli sertifikat 'penilaian emisi karbon' dari negara maju kepada negara yang dinilai berhasil mengurangi emisi karbon.

Penjual sertifikat emisi karbon dalam hal ini adalah negara-negara yang biasanya memiliki hutan yang luas sebagai penyerap karbon. Sedangkan pembelinya adalah negara maju dan industri-industri besar.



Sejumlah emisi karbon yang bisa dijual-belikan yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), hidrofluorokarbon (HFCs), perfluorokarbon (PFCs), nitrat oksida (N20), dan sulfur heksafluorida (SF6).

Melalui teknologi blockchain Crypto Utility ROXY, Peter meyakini bahwa aset kripto yang dihasilkan memiliki underlying/aset dasar yang jelas berupa sertifikat emisi karbon setelah dilakukan penilaian besaran penyerapan karbon di suatu lahan/hutan.

"Roxy ini akan diberikan kepada masyarakat yang ada harganya, dan uang yang didapatkan dari perdagangan itu dapat dipakai mereka untuk merestorisasi, menjaga, menanam kembali hutannya, plus orang-orang ini (pemilik lahan) akan mendapatkan antara 3000-10.000 dollar per tahunnya," bebernya sembari menegaskan bahwa ROXY bukanlah alat transaksi atau cryptocurrency.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1469 seconds (0.1#10.140)