Diterjang Banjir, Harga Batu Bara Termal China Tembus Rekor Tertinggi
loading...
A
A
A
BEIJING - Harga batu bara termal China menyentuh rekor tertinggi pada Rabu (13/10/2021) dipicu bencana banjir yang menerjang pusat produksi di wilayah Shanxi, sebagai penghasil utama batu bara di Negeri Tirai Bambu -julukan China-.
Pemerintah daerah di lokasi produksi Shanxi dan Mongolia Dalam telah memerintahkan sekitar 200 tambang untuk meningkatkan produksi seiring krisis energi yang terjadi. Tetapi hujan yang tak kunjung berhenti telah membanjiri setidaknya 60 tambang di wilayah tersebut.
Empat tambang dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 4,8 juta ton telah ditutup, menurut seorang pejabat daerah dalam konferensi pers, Selasa (12/10), dilansir Reuters, Rabu (13/10/2021).
Hal ini membuat kondisi pasokan semakin kritis mengingat Beijing saat ini sedang berupaya untuk meliberalisasi harga listrik dalam rangka mendorong permintaan. Harga batu bara termal Zhengzhou menyentuh rekor tertingginya sebesar USD254,44 ton pada awal perdagangan Rabu (13/10), setelah melonjak hampir tiga kali lipat pada tahun ini.
Data juga menunjukkan impor batu bara China naik pada September lalu sebesar 32,88 juta ton atau 76% dari tahun sebelumnya, menurut data kepabeanan. China sendiri merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia yang sedang bergulat dengan krisis energi yang disebabkan oleh kurangnya pasokan serta naiknya harga bahan bakar.
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatan produksi 'si hitam' dan mengelola permintaan listrik di industri pembangkit, sedangkan produsen listrik lainnya tengah meningkatkan impor.
Pasokan dari Rusia dan Mongolia telah dibatasi oleh kapasitas pengiriman kereta api, sedangkan pengiriman dari Indonesia masih terhambat oleh cuaca.
Kenaikan harga di China belakangan terjadi setelah Beijing mengumumkan bakal mengenakan tarif listrik berbasis 'market-based price' alias mempertimbangkan situasi pasar untuk menetapkan harga kepada para pelanggan. Hal ini diklaim sebagai bentuk terobosan untuk memungkinkan industri mengunci harga listrik dengan pemasok.
Pemerintah daerah di lokasi produksi Shanxi dan Mongolia Dalam telah memerintahkan sekitar 200 tambang untuk meningkatkan produksi seiring krisis energi yang terjadi. Tetapi hujan yang tak kunjung berhenti telah membanjiri setidaknya 60 tambang di wilayah tersebut.
Empat tambang dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 4,8 juta ton telah ditutup, menurut seorang pejabat daerah dalam konferensi pers, Selasa (12/10), dilansir Reuters, Rabu (13/10/2021).
Hal ini membuat kondisi pasokan semakin kritis mengingat Beijing saat ini sedang berupaya untuk meliberalisasi harga listrik dalam rangka mendorong permintaan. Harga batu bara termal Zhengzhou menyentuh rekor tertingginya sebesar USD254,44 ton pada awal perdagangan Rabu (13/10), setelah melonjak hampir tiga kali lipat pada tahun ini.
Data juga menunjukkan impor batu bara China naik pada September lalu sebesar 32,88 juta ton atau 76% dari tahun sebelumnya, menurut data kepabeanan. China sendiri merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia yang sedang bergulat dengan krisis energi yang disebabkan oleh kurangnya pasokan serta naiknya harga bahan bakar.
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatan produksi 'si hitam' dan mengelola permintaan listrik di industri pembangkit, sedangkan produsen listrik lainnya tengah meningkatkan impor.
Pasokan dari Rusia dan Mongolia telah dibatasi oleh kapasitas pengiriman kereta api, sedangkan pengiriman dari Indonesia masih terhambat oleh cuaca.
Kenaikan harga di China belakangan terjadi setelah Beijing mengumumkan bakal mengenakan tarif listrik berbasis 'market-based price' alias mempertimbangkan situasi pasar untuk menetapkan harga kepada para pelanggan. Hal ini diklaim sebagai bentuk terobosan untuk memungkinkan industri mengunci harga listrik dengan pemasok.
(akr)