APBN Danai Kereta Cepat, Pengamat Sebut Tak Berhenti di Konstruksi

Senin, 18 Oktober 2021 - 11:45 WIB
loading...
APBN Danai Kereta Cepat, Pengamat Sebut Tak Berhenti di Konstruksi
Salah satu pengerjaan konstruksi KCJB. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) diperkirakan akan terus berlanjut hingga ke tahap operasional dan perawatan KCJB.

Agus Pambagio, pengamat transportasi sekaligus kebijakan publik, menilai alokasi APBN tidak saja digunakan pada konstruksi lanjutan KCJB. Namun, pemerintah akan terus menggelontorkan kas negara untuk mendanai biaya operasional dan perawatan kereta.



Asumsi tersebut didasarkan pada beberapa indikator. Pertama, pembengkakan biaya (cost overrun). Indikator ini mengacu pada perhitungan PT KAI (Persero) sebagai konsorsium BUMN atau PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

Cost overrun KCJB diperkirakan mencapai USD4,9 miliar atau setara Rp69 triliun. Penyebab utama cost overrun adalah biaya capital output ratio (COR) untuk engineering procurement construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar atau Rp68 triliun.

Padahal, hitungan awal capital expenditure (capex) KCJB berada di angka USD6,07 miliar. Jumlah itu terdiri dari EPC USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.

Menurut Agus, dengan nilai cost overrun yang bombastis itu, maka penggunaan APBN dalam skema penyertaan modal negara (PMN) kepada KAI pun akan sangat besar. Mustahil, kata dia, jika kas negara hanya digelontorkan pada tahap konstruksi kereta saja. Sebab, tidak akan menolong kelanjutan proyek strategi nasional (PSN) tersebut.

"(Kalau hanya untuk konstruksi) Gak bakal menolong kalau menurut saya. Kecuali digelontorkan banyak uang, belum beroperasi, belum perawatan, ini masih membangun. Nanti operasinya mau menambah berapa lagi," ujar Agus saat dikonfirmasi, Senin (18/10/2021).

Sementara, kebutuhan biaya konstruksi diprediksi mencapai Rp120 triliun. Belum termasuk perkiraan pembengkakan yang saat ini tengah diaudit BPKP. Untuk memfinalisasi dan menyukseskan proyek di sektor transportasi itu, pemerintah akan tetap menggunakan APBN sebagai alternatif.

Indikator kedua adalah tidak ekonomis atau menguntungkan. Agus menilai pendapatan dari okupansi penumpang dan biaya operasional dan perawatan kereta tidak seimbang. Biaya operasional kereta per tahun diperkirakan mencapai Rp5 triliun - Rp10 triliun.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1663 seconds (0.1#10.140)