Romantika Bangladesh: Dulu Kere Sekarang Punya Puluhan Ribu Miliarder

Kamis, 21 Oktober 2021 - 19:53 WIB
loading...
Romantika Bangladesh:...
Pemandangan Kota Dhaka di malam hari bisa menjadi simbol kemajuan ekonomi Bangladesh. Foto/Britanica
A A A
JAKARTA - Pelan tapi pasti, Bangladesh muncul menjadi salah satu kekuatan ekonomi Asia, khususnya bagian selatan. Mengutip, tradingeconomics.com, sejak tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Bangladesh sangat mengesankan, selalu di atas 6%.

Malahan pada tahun 2019, ekonomi bekas "koloni" Pakistan itu mencapai 8,15%. Bahkan, ketika pandemi Covid merontokkan sejumlah ekonomi dunia, termasuk Indonesia, Bangladesh masih tumbuh positif, sebesar 3,51%.

Pertumbuhan yang mencengangkan itu juga membuat jumlah penduduk tajirnya terus bertambah. DhakaTribune.com melaporkan bahwa sepanjang tahun lalu, ketika pandemi tengah ganas-ganasnya di dunia, ada 13.881 orang yang masuk ke dalam jajaran jutawan di negara berpenduduk 163 juta jiwa itu (2019).

"Menurut data Bank Bangladesh, jumlah itu 16% lebih banyak dibanding periode yang sama tahun lalu," tulis DhakaTribune (12/10/2021).



Data Bank Bangladesh menunjukkan bahwa saat ini jumlah rekening bank jutawan mencapai 99.918. Angka itu meningkat jika dibandingkan pada Juni tahun lalu yang sebanyak 86.037 rekening. Data Bank Bangladesh juga mengungkap, selama kuartal II (April-Juni) rekening bank para jutawan bertambah sebanyak 5.646 rekening.

Lantas berapa nilai kekayaan masing-masing dari mereka. Menurut data Global Wealth Report-2021 yang belum lama ini diterbitkan oleh Credit Suisse Research Institute, saat ini ada ada 21.399 jutawan di Bangladesh yang masing-masing memiliki kekayaan antara USD1-USD5 juta atau Rp14,2 miliar hingga Rp71 miliar.

Jumlah itu merupakan pencapaian yang luar biasa. Pasalnya pada 2010 laporan- laporan sebelumnya menunjukkan tak ada kaum tajir sama sekali di Bangladesh. Mereka mulai bermunculan delapan tahun kemudian dengan jumlah sebanyak 13.339 orang.

Sebuah studi yang lebih rinci dari 12 edisi laporan tahunan Credit Suisse juga menunjukkan bahwa ekonomi Bangladesh memperlihatkan pertumbuhan yang mengagumkan sepanjang satu dekade terakhir. Kekayaan bersih negara itu naik lebih dari tiga kali lipat dari USD240 miliar pada tahun 2010 menjadi USD831 miliar.

Sementara, PDB per kapita Bangladesh telah melangkahi India, tetangganya yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi Asia. PDB per kapita Bangladesh dilaporkan sebesar USD2.097 pada 2021. Angka itu naik dibanding tahun sebelumnya USD1.9300.

Sedangkan PDB per kapita India dilaporkan sebesar USD1.947 pada 2021. Angka itu turun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar USD2.140.

Jumlah kekayan kaum tajir Bangladesh juga bisa terindikasi dari kenaikan jumlah simpanan pribadi. Kementerian Keuangan Bangladesh mengungkap, pada tahun lalu jumlah tabungan pribadi mencapai 7.077, 06 miliar BDT atau setara USD84 miliar (Rp1.192 triliun/kurs Rp14.200), naik dibanding tahun 2019 yang sebesar USD76 miliar (Rp1.079 triliun).

Lantas apa yang membuat jumlah kaum tajir Bangladesh terus berlipat? Salah satunya adalah pendirian startup atau bisnis berbasis platform digital.

“Bisnis yang menggunakan platform digital meningkat pesat selama pandemi. Beberapa pelakunya meski dipenjara karena menjalankan bisnis secara ilegal, tetapi rekening bank masih dipertanggungjawabkan,” kata Dr. Zahid Hussain, mantan ekonom utama di kantor Bank Dunia Dhaka.

Penyebab selanjutnya adalah meningkatnya pendapatan bisnis remitansi. Maklumlah, Bangladesh merupakan salah satu "pendonor" pekerja di berbagai belahan dunia.



Mengutip Wikipedia, ada 13 juta kaum Bangladeshi yang tinggal di 20 negara di dunia. Di tahun 2017 saja, pengiriman uang tahunan yang diterima di Bangladesh sebesar USD13,4 juta.

Kondisi terkini Bangladesh jelas berubah 720 derajat jika dibandingkan pada masa-masa awal kemerdekaannya. Saat merdeka dari Pakistan tahun 1971, ekonomi Bangladesh minus 14%.

Henry Kissinger, Menlu AS, saat berkunjung ke negara itu pada tahun 1974, menyebut Bangladesh sebagai Bottomles Basket atau 'keranjang tanpa dasar'. Artinya, berapa pun bantuan yang digelontorkan akan tetap terasa kurang buat Bangladesh.

Bahkan, PBB pernah menggolongkan negara itu sebagai salah satu negara paling tidak berkembang atau Least Developed Countries (LDC) di dunia sejak 1975.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1580 seconds (0.1#10.140)