Akan Sambangi KPK, Sekarga Minta Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Diusut

Senin, 08 November 2021 - 17:28 WIB
loading...
Akan Sambangi KPK, Sekarga Minta Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Diusut
Sekarga berencana mendatangi Gedung KPK untuk memberi dukungan atas dugaan korupsi pengusutan pengadaan pesawat. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Sebagai bentuk dukungan, Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) berencana menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) pada Selasa 9 November 2021 esok hari. Sekarga berharap lembaga antirasuah itu tegas mengusut indikasi korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia .

Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengatakan, kedatangan pihaknya menyusul pernyataan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk Peter Gontha, bahwa ada indikasi korupsi dalam pengadaan pesawat oleh manajemen emiten penerbangan pelat merah itu sebelumnya.



"Menyikapi pernyataan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, terkait adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam hal proses pengadaan pesawat, maka kami DPP Serikat Karyawan Garuda Indonesia akan mendatangi kantor KPK untuk memberikan dukungan pengusutan terkait indikasi dugaan tindak pidana tersebut," ujar Tomy melalui undangan yang diterima MNC Portal Indonesia, Senin (8/11/2021).

Melalu akun sosial medianya (Instagram), Peter Gontha mencatat, ada indikasi korupsi pengadaan pesawat Boeing 737 Max. Meski begitu, dia enggan merincikan lebih jauh dugaan korupsi yang membawa nama Dewan Direksi Garuda Indonesia sebelumnya.

"Cerita ini MenBUMN (Menteri BUMN, Erick Thohir) mungkin tidak informasikan, ini harus saya kasih tahu, karena kalau tidak Pak Erick Thohir yang disalahkan," tulis Peter

Awalnya, antara tahun 2013 atau 2014, Peter mengklaim dirinya pernah menolak menandatangani kontrak pesawat Boeing 737 Max. Dia beralasan, lessor hanya memberikan waktu 1x24 kepada dewan direksi dan komisaris untuk mengevaluasi dan penandatanganan.

Sementara, nilai kontrak pesawat melebihi USD3 miliar atau setara Rp42,8 triliun (Kurs Rp14.300 per USD) untuk 50 armada. Tapi seiring berjalannya waktu, Peter ikut menandatangani kontrak dengan alasan dipaksakan. "Gila kan, hanya 24 jam. Karena dipaksa dengan alasan saya harus tanda tangan kalau tidak menjadi (dissenting) gagal pembeliannya," terangnya.



Peter akhirnya menandatangani kontrak pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737 Max itu. Meski demikian, dia mengklaim dikucilkan direksi lantaran memberi beberapa catatan, khususnya waktu evaluasi pesawat yang terhitung pendek. "Saksi hidup masih banyak. Tanyakan saja! Juga jejak digitalnya saya ada!" cetusnya.

Menurutnya, dari total kontrak pesawat Boeing 737 Max, yang dikirim ke hanggar Garuda hanya satu armada saja. Alasannya pesawat seri yang sama, yang juga dipesan oleh PT Lion Air Group dan Ethiopia Air, mengalami kecelakaan.

Pada 2020 lalu, Peter pun meminta direksi membatalkan kontrak tersebut dan mengembalikan satu pesawat yang sudah dikirim lessor tersebut. Namun, permintaan itu ditolak dengan dalih bahwa kontrak tidak dapat dibatalkan dengan alasan apapun.

Peter kembali memberikan masukan agar manajemen menempuh jalur hukum dengan memberikan tuntutan di pengadilan Amerika Serikat (AS). Bahkan, meminta uang perusahaan dikembalikan lessor. Namun, saran itu lagi-lagi tidak dilaksanakan.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)