Keras! Garuda Ditindih Utang, Sekarga Minta Pemerintah dan BPK Tanggung Jawab
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) menilai kondisi bisnis yang menimpa maskapainya terjadi sejak awal 2020 hingga saat ini akibat pandemi Covid-19 . Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengatakan, Garuda Indonesia tetap melakukan kegiatan operasional walaupun tingkat keterisian penumpang menurun drastis.
Tomy pun membenarkan jika Garuda Indonesia sudah memiliki beban masa lalu sebelum dampak Covid-19. Makanya Tomy menyampaikan pemerintah harus turut andil dan bertanggung jawab dalam membenahi masalah tersebut.
“Terkait dengan beban masa lalu, pemerintah harus ikut andil bertanggung jawab karena yang mengangkat jajaran dewan komisaris dan dewan direksi masa lalu adalah negara atau pemerintah," kata Tomy melalui keterangan yang diterima MNC Portal Indonesia, dikutip Minggu (19/9/2021).
Tomy menambahkan pendapatan perusahaan yang menurun dan tidak sebanding dengan biaya operasional sehari-hari itu diakibatkan kebijakan manajemen terdahulu yang berujung pada meningkatnya beban utang. Khususnya, utang pengadaan armada dan mesin pesawat.
“Demikian juga lembaga audit (BPK dan BPKP) juga harus ikut bertanggung jawab karena selama ini mereka yang melakukan audit. Hal ini penting kami tegaskan agar semua pihak bisa memahami betul bahwa permasalahan Garuda bukan kesalahan dari karyawan," jelasnya.
Menurut dia, pemerintah sebagai pemilik 60,54% saham Garuda Indonesia sudah seharusnya memberikan perhatian dan dukungan penuh untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut.
“Sementara dari sisi internal, para karyawan Garuda Indonesia pun telah rela melakukan pemotongan gaji sebesar 30-50%, dan tetap bekerja profesional mengedepankan aspek keselamatan, keamanan dan pelayanan,” tambahnya.
Tomy pun membenarkan jika Garuda Indonesia sudah memiliki beban masa lalu sebelum dampak Covid-19. Makanya Tomy menyampaikan pemerintah harus turut andil dan bertanggung jawab dalam membenahi masalah tersebut.
“Terkait dengan beban masa lalu, pemerintah harus ikut andil bertanggung jawab karena yang mengangkat jajaran dewan komisaris dan dewan direksi masa lalu adalah negara atau pemerintah," kata Tomy melalui keterangan yang diterima MNC Portal Indonesia, dikutip Minggu (19/9/2021).
Tomy menambahkan pendapatan perusahaan yang menurun dan tidak sebanding dengan biaya operasional sehari-hari itu diakibatkan kebijakan manajemen terdahulu yang berujung pada meningkatnya beban utang. Khususnya, utang pengadaan armada dan mesin pesawat.
“Demikian juga lembaga audit (BPK dan BPKP) juga harus ikut bertanggung jawab karena selama ini mereka yang melakukan audit. Hal ini penting kami tegaskan agar semua pihak bisa memahami betul bahwa permasalahan Garuda bukan kesalahan dari karyawan," jelasnya.
Menurut dia, pemerintah sebagai pemilik 60,54% saham Garuda Indonesia sudah seharusnya memberikan perhatian dan dukungan penuh untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut.
“Sementara dari sisi internal, para karyawan Garuda Indonesia pun telah rela melakukan pemotongan gaji sebesar 30-50%, dan tetap bekerja profesional mengedepankan aspek keselamatan, keamanan dan pelayanan,” tambahnya.
(uka)