Penurunan Harga Tes PCR Diperkirakan Tak Berhenti di Rp275 Ribu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga tes PCR (polymerase chain reaction) diyakini bakal terus mengalami penurunan, dimana Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) menerangkan beberapa alasannya. Seperti diketahui harta tertinggi saat ini dipatok pemerintah mencapai Rp275.000 untuk Pulau Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar Jawa-Bali.
Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) meyakini harga tertinggi polymerase chain reaction (PCR) akan terus mengalami penurunan. Saat ini harga tertinggi mencapai Rp275.000 untuk Pulau Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar Jawa-Bali.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir menyebut, faktor model bisnis perusahaan farmasi hingga pasokan (supply) dalam negeri akan mempengaruhi harga test PCR. Dimana, semakin tingginya supply dan perubahan model bisnis, maka dimungkinkan terjadinya penurunan tarif PCR.
"Kami berkeyakinan semakin banyak supply dalam negeri, mungkin harga ini bisa kita turunkan hingga level tertentu dan juga adanya bisnis model yang berkembang sekarang antara kolaborasi pemilik mesin sendiri dan pemilik reagen sendiri mungkin bisa menekan harga sampai ke level tertentu," ujar Honesti dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021).
Bio Farma merupakan salah satu layanan kesehatan milik negara yang ikut memproduksi reagen PCR. Tercatat, perseroan sudah mengantongi tiga produk alat diagnosa Covid-19 tersebut. Ketiganya, BioVTM, PCR Singleplex (Biocav), dan BioSaliva.
Baca Juga: Fokus Pulihkan Ekonomi, Luhut dan Erick Thohir Jangan Terpengaruh Isu Politis PCR
Saat ini, kapasitas existing BioVTM 300.000 tube per bulan. Sementara kapasitas ekspansi sebanyak 600.000 tube per bulan. Untuk, existing produk Biocav mencapai 2.400.000 test per bulan dengan kapasitas ekspansi mencapai 5.000.000 test per bulan.
Lalu, kapasitas eksisting BioSaliva 40.000 kit per bulan dengan kapasitas ekspansi 100.000 kit per bulannya. Honesti juga menilai, mekanisme harga tertinggi PCR sama dengan harga tertinggi eceran sejumlah obat-obatan yang dipasarkan di klinik atau layanan kesehatan resmi.
"Dan menurut kami, model sekarang yang ditetapkan pemerintah untuk menetapkan harga tertinggi dari reagen ini, ini sangat membantu membuat harga pengetesan ini bisa didapat oleh masyarakat, persisi seperti pada farmasi obat-obatan, itu juga semacam harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, tidak murni melewati syarat mekanisme pasar," katanya.
Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) meyakini harga tertinggi polymerase chain reaction (PCR) akan terus mengalami penurunan. Saat ini harga tertinggi mencapai Rp275.000 untuk Pulau Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar Jawa-Bali.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir menyebut, faktor model bisnis perusahaan farmasi hingga pasokan (supply) dalam negeri akan mempengaruhi harga test PCR. Dimana, semakin tingginya supply dan perubahan model bisnis, maka dimungkinkan terjadinya penurunan tarif PCR.
"Kami berkeyakinan semakin banyak supply dalam negeri, mungkin harga ini bisa kita turunkan hingga level tertentu dan juga adanya bisnis model yang berkembang sekarang antara kolaborasi pemilik mesin sendiri dan pemilik reagen sendiri mungkin bisa menekan harga sampai ke level tertentu," ujar Honesti dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021).
Bio Farma merupakan salah satu layanan kesehatan milik negara yang ikut memproduksi reagen PCR. Tercatat, perseroan sudah mengantongi tiga produk alat diagnosa Covid-19 tersebut. Ketiganya, BioVTM, PCR Singleplex (Biocav), dan BioSaliva.
Baca Juga: Fokus Pulihkan Ekonomi, Luhut dan Erick Thohir Jangan Terpengaruh Isu Politis PCR
Saat ini, kapasitas existing BioVTM 300.000 tube per bulan. Sementara kapasitas ekspansi sebanyak 600.000 tube per bulan. Untuk, existing produk Biocav mencapai 2.400.000 test per bulan dengan kapasitas ekspansi mencapai 5.000.000 test per bulan.
Lalu, kapasitas eksisting BioSaliva 40.000 kit per bulan dengan kapasitas ekspansi 100.000 kit per bulannya. Honesti juga menilai, mekanisme harga tertinggi PCR sama dengan harga tertinggi eceran sejumlah obat-obatan yang dipasarkan di klinik atau layanan kesehatan resmi.
"Dan menurut kami, model sekarang yang ditetapkan pemerintah untuk menetapkan harga tertinggi dari reagen ini, ini sangat membantu membuat harga pengetesan ini bisa didapat oleh masyarakat, persisi seperti pada farmasi obat-obatan, itu juga semacam harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, tidak murni melewati syarat mekanisme pasar," katanya.
(akr)