Pertamina NRE Kejar Target 3,2 GW Kapasitas Terpasang di 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertamina subholding Power & NRE ( Pertamina NRE ) menargetkan total kapasitas terpasang sebesar 3,2 GW pada tahun 2022 yang dikontribusikan dari gas to power, panas bumi (geothermal), dan energi baru terbarukan (EBT). Secara rinci, target tersebut terdiri dari 1,8 GW gas to power, 908 MW geothermal, dan 480 MW EBT.
"Pertamina NRE mengejar pertumbuhan untuk mencapai aspirasi 10 GW pada tahun 2026. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, pengembangan bisnis dan investasi dilakukan melalui optimalisasi peluang di internal maupun eksternal Pertamina," jelas Corporate Secretary Pertamina NRE Dicky Septriadi dalam ketersngan tertulis, Jumat (26/11/2021).
Menurut Dicky, peluang internal menjadi sasaran utama dalam rangka memenuhi komitmen Pertamina menurunkan emisi karbon sebesar 30% pada tahun 2030. Dia menjelaskan, potensi kapasitas untuk beralih ke penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di internal Pertamina mencapai 500 MW setidaknya hingga dua tahun ke depan.
"Salah satu proyek penyediaan PLTS internal Pertamina antara lain di wilayah kerja Rokan yang potensinya mencapai 200 MWp, di mana sebesar 40 MWp ditargetkan akan beroperasi di tahun 2022," ungkapnya.
Proyek PLTS internal Pertamina lainnya di tahun 2022, sambung dia, antara lain di Terminal BBM Tanjung Uban, Terminal BBM Pulau Sambu, dan Terminal LPG Tanjung Sekong yang potensi kapasitasnya mencapai 5 MWp serta 8 MWh battery energy storage system (BESS).
Sedangkan optimalisasi peluang eksternal Pertamina dilakukan antara lain melalui sinergi BUMN, sinergi dengan instansi pemerintah dan perguruan tinggi, commercial & industry (C&I), konsumen ritel, serta merger dan akuisisi.
Dicky menegaskan, pemanfaatan EBT yang masih sangat kecil serta dorongan yang besar untuk bertransisi ke energi ramah lingkungan menjadi peluang yang besar bagi Pertamina NRE untuk mengejar pertumbuhan.
"Total kapasitas terpasang 10 GW yang menjadi aspirasi Pertmaina tahun 2026 dikontribusikan dari gas to power sebesar 4 GW, EBT 5 GW di mana di dalamnya termasuk geothermal, serta 1 GW yang merupakan bisnis masa depan Pertamina NRE, seperti baterai dan kendaraan listrik, hidrogen, perdagangan karbon, serta kawasan industri hijau," paparnya.
"Pertamina NRE mengejar pertumbuhan untuk mencapai aspirasi 10 GW pada tahun 2026. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, pengembangan bisnis dan investasi dilakukan melalui optimalisasi peluang di internal maupun eksternal Pertamina," jelas Corporate Secretary Pertamina NRE Dicky Septriadi dalam ketersngan tertulis, Jumat (26/11/2021).
Menurut Dicky, peluang internal menjadi sasaran utama dalam rangka memenuhi komitmen Pertamina menurunkan emisi karbon sebesar 30% pada tahun 2030. Dia menjelaskan, potensi kapasitas untuk beralih ke penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di internal Pertamina mencapai 500 MW setidaknya hingga dua tahun ke depan.
"Salah satu proyek penyediaan PLTS internal Pertamina antara lain di wilayah kerja Rokan yang potensinya mencapai 200 MWp, di mana sebesar 40 MWp ditargetkan akan beroperasi di tahun 2022," ungkapnya.
Proyek PLTS internal Pertamina lainnya di tahun 2022, sambung dia, antara lain di Terminal BBM Tanjung Uban, Terminal BBM Pulau Sambu, dan Terminal LPG Tanjung Sekong yang potensi kapasitasnya mencapai 5 MWp serta 8 MWh battery energy storage system (BESS).
Sedangkan optimalisasi peluang eksternal Pertamina dilakukan antara lain melalui sinergi BUMN, sinergi dengan instansi pemerintah dan perguruan tinggi, commercial & industry (C&I), konsumen ritel, serta merger dan akuisisi.
Dicky menegaskan, pemanfaatan EBT yang masih sangat kecil serta dorongan yang besar untuk bertransisi ke energi ramah lingkungan menjadi peluang yang besar bagi Pertamina NRE untuk mengejar pertumbuhan.
"Total kapasitas terpasang 10 GW yang menjadi aspirasi Pertmaina tahun 2026 dikontribusikan dari gas to power sebesar 4 GW, EBT 5 GW di mana di dalamnya termasuk geothermal, serta 1 GW yang merupakan bisnis masa depan Pertamina NRE, seperti baterai dan kendaraan listrik, hidrogen, perdagangan karbon, serta kawasan industri hijau," paparnya.
(fai)