Prospek Besar, Industri Maritim Butuh Dukungan Regulasi

Rabu, 29 Desember 2021 - 00:46 WIB
loading...
Prospek Besar, Industri Maritim Butuh Dukungan Regulasi
Direktur Utama PT PIS Erry Widiastono dalam webinar Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia: An Outlook 2022 di Jakarta, Selasa (28/12/2021). Foto/M Faizal
A A A
JAKARTA - Industri maritim dan pelayaran di dalam negeri diyakini masih memiliki peluang yang sangat besar. Namun, untuk mengoptimalkan peluang tersebut dibutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan yang ada di dalam industri tersebut.

Hal itu terungkap dalam webinar bertajuk Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia: An Outlook 2022 di Jakarta, Selasa (28/12/2021).

Di antaranya, porsi pelayaran nasional yang hanya 9% untuk kargo luar dinilai kurang optimal. Hal ini disebabkan antara lain skema kontrak ekspor, dimana kargo dari Indonesia untuk ke luar mengunakan skema FOB (Free on Board). Pada skema ini pembeli mempunyai kewajiban menyediakan kapal. Dengan demikian pembeli akan mencari kapal yang memang sudah mempunyai jejaring atau hubungan dengan mereka.



"Pembeli produk Indonesia biasanya sudah mempunyai sister company di shipping industry. Ini yang menjadi hambatan. Diharapkan ada perubahan dari skema FOB ke Cost and Freight (CnF), dimana eksportir yang menyediakan kapal," kata Wakil Ketua Umum I Indonesian National Shipowners Association (INSA) Darmansyah Tanamas dalam webinar tersebut.

Darmansyah menambahkan, industri pelayaran nasional juga terkena dampak regulasi perpajakan yang kurang mendukung. Industri pelayaran nasional, kata dia, berharap penyerahan jasa angkutan umum di laut dibebaskan dan pengenaan PPN.

Tak hanya itu, industri ini juga dibebani pajak pembelian kapal impor, suku cadang, alat kesehatan kapal jasa docking, jasa perbaikan kapal, jasa kepelabuhanan, serta jasa kapal di darat. Hal ini menurutnya menjadi beban perusahaan pelayaran nasional dan sangat berdampak pada daya saing.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, peluang bisnis maritim di Indonesia didominasi oleh kebutuhan industri, termasuk industri energi. Dia berharap ada akses dan integrasi sehingga biaya transport dapat berkurang. "Ketika akses mudah, pasokan bertambah maka harga akan semakin efisien. Karena itu, aksesibilitas menjadi hal yang penting," katanya.

Terkait dengan harapan-harapan tersebut, Plt Kasubdit Pengembangan Usaha Angkutan Laut Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Raden Yogie Nugraha menjelaskan, arah kebijakan utama transportasi laut nasional pada 2020-2024 adalah mewujudkan logistik maritim dalam negeri yang berdaya saing, peningkatan konektivitas terhadap jaringan pelayanan internasional, pengembangan pelabuhan hub internasional dan pelabuhan pendukung tol laut.



Menurut dia, dari sisi armada, pemerintah terus berupaya memperkuat armada perkapalan nasional dalam mendukung sistem logistik. Yogie mengatakan, ada 6 poin penting dalam upaya memperkuat armada perkapalan, mulai dari sisi ekonomi, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan teknologi, hingga regulasi. "Pemerintahan juga mencoba mendukung dari sisi peraturan dan payung hukum," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Erry Widiastono mengatakan, para pelaku usaha di bidang pelayaran saat ini menghadapi tantangan dan peluang strategis yang menuntut perubahan. "Tidak hanya kami, saya yakin semua pelaku bisnis logistic provider khususnya di bidang migas menuntut adanya perubahan," kata Erry.

Merespons peluang dan tantangan tersebut, tegas Erry, PIS pun melakukan transformasi. Dia menjelaskan, PIS bertransformasi menjadi integrated marine logistic company. "Dari sub holding shipping, menjadi lebih besar lagi menjadi subholding marine logistics. Kini bisnis PIS menjadi tiga, yakni shipping, terminal BBM dan LPG, lalu marine logistic," paparnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1957 seconds (0.1#10.140)