Nasib Industri Penerbangan Nasional: 20 Tahun Dibelit Perang Tarif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra menilai industri penerbangan Indonesia tidak kompetitif dalam 20 tahun terakhir. Industri penerbangan menghadapi tantangan pasca-munculnya deregulasi maskapa i tahun 1999.
"Dunia penerbangan Indonesia 20 tahun terakhir tidak kompetitif. Banyak didominasi pemain besar dan juga perang tarif yang tidak sehat," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Kamis (13/1/2022).
Menurut dia, kondisi ini membuat sektor penerbangan tidak berkembang variatif karena didominasi grup perusahaan tertentu. Di sisi lain, regulasi pemerintah yang terus berubah-ubah membuat dunia usaha penerbangan sulit tumbuh.
"Banyak sekali area-area dari berbagai sektor yang sebetulnya bisa dilayani oleh penerbangan tapi tidak terlayani karena sektor-sektor penerbangan di luar airline itu tidak bisa berkembang. Sangat terhambat dengan aspek-aspek seperti perpajakan kemudian dukungan fiskal perizinan dan lain-lain," ungkapnya.
Di sisi lain, industri penerbangan juga menghadapi tantangan akibat dampak dari pandemi Covid-19. Pembatasan mobilitas masyarakat selama pandemi berdampak pada penurunan jumlah penerbangan domestik maupun internasional.
"Di awal pandemi tahun 2020, kita sudah siap untuk menghadapi masa-masa sulit sampai dengan tahun 2024. Kita siap untuk menerima kenyataan bahwa dalam 2-3 tahun ke depan akan mengalami masa sulit dan itu adalah titik awal untuk bisa menentukan strategi agar bertahan, baik Garuda maupun maskapai-maskapai lainnya," tuturnya.
"Dunia penerbangan Indonesia 20 tahun terakhir tidak kompetitif. Banyak didominasi pemain besar dan juga perang tarif yang tidak sehat," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Kamis (13/1/2022).
Menurut dia, kondisi ini membuat sektor penerbangan tidak berkembang variatif karena didominasi grup perusahaan tertentu. Di sisi lain, regulasi pemerintah yang terus berubah-ubah membuat dunia usaha penerbangan sulit tumbuh.
"Banyak sekali area-area dari berbagai sektor yang sebetulnya bisa dilayani oleh penerbangan tapi tidak terlayani karena sektor-sektor penerbangan di luar airline itu tidak bisa berkembang. Sangat terhambat dengan aspek-aspek seperti perpajakan kemudian dukungan fiskal perizinan dan lain-lain," ungkapnya.
Di sisi lain, industri penerbangan juga menghadapi tantangan akibat dampak dari pandemi Covid-19. Pembatasan mobilitas masyarakat selama pandemi berdampak pada penurunan jumlah penerbangan domestik maupun internasional.
"Di awal pandemi tahun 2020, kita sudah siap untuk menghadapi masa-masa sulit sampai dengan tahun 2024. Kita siap untuk menerima kenyataan bahwa dalam 2-3 tahun ke depan akan mengalami masa sulit dan itu adalah titik awal untuk bisa menentukan strategi agar bertahan, baik Garuda maupun maskapai-maskapai lainnya," tuturnya.
(uka)