Jokowi Tegaskan Indonesia Kaya Mineral, Tapi Ogah Ekspor Bahan Mentah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) menegaskan, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral logam yang dibutuhkan untuk mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Sumber daya mineral yang melimpah di Indonesia tersebut antara lain nikel, bauksit, timah dan tembaga.
Kepala Negara memastikan akan menyuplai cukup bahan-bahan itu untuk kebutuhan dunia."Namun bukan dalam bentuk bahan mentah, tetapi dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah tinggi," ujarnya saat membuka B20 Inception Meeting secara virtual, dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden.
Hilirisasi nikel yang telah dilakukan sejak 2015 sudah memberikan dampak, tidak hanya dalam penciptaan lapangan kerja, tapi juga dari sisi ekspor maupun neraca perdagangan Indonesia. Nilai ekspor Indonesia sebesar USD230 miliar, di mana besi baja berperan sangat besar peningkatannya.
Ekspor besi baja di tahun 2021 mencapai USD20,9 miliar meningkat dari sebelumnya hanya USD1,1 miliar di tahun 2014. Di 2022 ini, Presiden Jokowi memperkirakan nilai ekspornya dapat mencapai USD28-30 miliar.
"Setelah nikel, kita akan mendorong investasi di sektor bauksit, tembaga, dan timah," katanya.
Kebijakan pemerintah Indonesia tentang mekanisme transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan juga akan menjamin kepastian investasi. Di Jawa dan Sumatera, pemerintah mendorong "pensiun dini" PLTU ke energi baru terbarukan seperti geotermal dan solar panel.
"Kita akan membuka partisipasi di sektor swasta untuk berinvestasi di transisi energi ini. Saat ini ada 5.5 gigawatt PLTU yang siap untuk program early retirement ini," jelasnya.
Di samping itu, dekarbonisasi di sektor transportasi juga menjadi perhatian serius Indonesia. Elektrifikasi secara besar-besaran di sektor transportasi dimulai dengan pembangunan mass urban transport seperti Lintas Rel Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta, serta mendorong investasi untuk pabrik mobil listrik.
Lebih jauh, Jokowi mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang juga merupakan salah satu fokus utama Presidensi G20 Indonesia.
"Kami mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang mulus, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat kecil. Solusi global dalam hal pendanaan dan kemitraan merupakan agenda yang harus menjadi perhatian utama kita, termasuk alih teknologi untuk mendorong produksi berbasis ekonomi hijau. Kita mengundang investasi yang bisa mendorong nilai tambah yang saling menguntungkan," ujarnya.
Kepala Negara menjelaskan bahwa Presidensi G20 Indonesia mengajak G20 dan B20 untuk berkolaborasi menciptakan terobosan-terobosan dan aksi nyata untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi global. Sejalan dengan fokus utama Presidensi G20 Indonesia, lanjutnya, ada tiga hal peluang utama yang harus dimanfaatkan.
"Pertama adalah transisi menuju green economy. Kedua, tren digital economy yang makin pesat, dan ketiga, perbaikan arsitektur kesehatan global yang lebih responsif dalam menghadapi pandemi global," ungkapnya.
Menurut Jokowi, transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab besar dan sekaligus memberikan peluang besar. Potensi di sektor energi terbarukan harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi.
"Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan sebesar 418 gigawatt, baik yang bersumber dari air, panas bumi, angin, maupun matahari," imbuhnya.
Untuk diketahui, B20 atau Business 20 merupakan forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global. Dengan rata-rata 1.000 delegasi dari negara-negara G20, termasuk eksekutif puncak dari perusahaan multinasional terkemuka, B20 mencakup sekitar 2.000 peserta yang mewakili lebih dari 6,5 juta bisnis.
Kepala Negara memastikan akan menyuplai cukup bahan-bahan itu untuk kebutuhan dunia."Namun bukan dalam bentuk bahan mentah, tetapi dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah tinggi," ujarnya saat membuka B20 Inception Meeting secara virtual, dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden.
Hilirisasi nikel yang telah dilakukan sejak 2015 sudah memberikan dampak, tidak hanya dalam penciptaan lapangan kerja, tapi juga dari sisi ekspor maupun neraca perdagangan Indonesia. Nilai ekspor Indonesia sebesar USD230 miliar, di mana besi baja berperan sangat besar peningkatannya.
Ekspor besi baja di tahun 2021 mencapai USD20,9 miliar meningkat dari sebelumnya hanya USD1,1 miliar di tahun 2014. Di 2022 ini, Presiden Jokowi memperkirakan nilai ekspornya dapat mencapai USD28-30 miliar.
"Setelah nikel, kita akan mendorong investasi di sektor bauksit, tembaga, dan timah," katanya.
Kebijakan pemerintah Indonesia tentang mekanisme transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan juga akan menjamin kepastian investasi. Di Jawa dan Sumatera, pemerintah mendorong "pensiun dini" PLTU ke energi baru terbarukan seperti geotermal dan solar panel.
"Kita akan membuka partisipasi di sektor swasta untuk berinvestasi di transisi energi ini. Saat ini ada 5.5 gigawatt PLTU yang siap untuk program early retirement ini," jelasnya.
Di samping itu, dekarbonisasi di sektor transportasi juga menjadi perhatian serius Indonesia. Elektrifikasi secara besar-besaran di sektor transportasi dimulai dengan pembangunan mass urban transport seperti Lintas Rel Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta, serta mendorong investasi untuk pabrik mobil listrik.
Lebih jauh, Jokowi mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang juga merupakan salah satu fokus utama Presidensi G20 Indonesia.
"Kami mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang mulus, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat kecil. Solusi global dalam hal pendanaan dan kemitraan merupakan agenda yang harus menjadi perhatian utama kita, termasuk alih teknologi untuk mendorong produksi berbasis ekonomi hijau. Kita mengundang investasi yang bisa mendorong nilai tambah yang saling menguntungkan," ujarnya.
Kepala Negara menjelaskan bahwa Presidensi G20 Indonesia mengajak G20 dan B20 untuk berkolaborasi menciptakan terobosan-terobosan dan aksi nyata untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi global. Sejalan dengan fokus utama Presidensi G20 Indonesia, lanjutnya, ada tiga hal peluang utama yang harus dimanfaatkan.
"Pertama adalah transisi menuju green economy. Kedua, tren digital economy yang makin pesat, dan ketiga, perbaikan arsitektur kesehatan global yang lebih responsif dalam menghadapi pandemi global," ungkapnya.
Menurut Jokowi, transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab besar dan sekaligus memberikan peluang besar. Potensi di sektor energi terbarukan harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi.
"Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan sebesar 418 gigawatt, baik yang bersumber dari air, panas bumi, angin, maupun matahari," imbuhnya.
Untuk diketahui, B20 atau Business 20 merupakan forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global. Dengan rata-rata 1.000 delegasi dari negara-negara G20, termasuk eksekutif puncak dari perusahaan multinasional terkemuka, B20 mencakup sekitar 2.000 peserta yang mewakili lebih dari 6,5 juta bisnis.
(akr)