Pengamat: Dana PSO Transportasi Harus Diantisipasi Pada Kondisi Luar Biasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, belajar dari kondisi pandemi Covid-19, pemerintah harus mengantisipasi kondisi forje majeur (kondisi luar biasa) di sektor transportasi.
Dia menilai terdapat berbagai skema yang bisa dimanfaatkan melalui anggaran pemerintah di sektor transportasi. Dia mencontohkan, sektor angkutan darat, terdapat skema buy the service yang dirintis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Dana ini juga harusnya ada klausul penggunaannya untuk membantu pelaku industri saat terjadi kondisi luar biasa (force majeur). Dengan kondisi Covid-19, baik Transjakarta, KRL Jabodetabek, MRT semua mengalami penurunan penumpang. Maka sebaiknya dana buy the service ini dialihkan menjadi dana jaring sosial industri transportasi agar tidak ada PHK massal,” ujarnya di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Dia beralasan dana buy the service hampir serupa dengan dana public service obligation (PSO). Sementara penggunaan dana tersebut bergantung pada demand penumpang.
“Sekarang kondisi penumpang lagi turun drastis, praktis ada ruang pada PSO maupun buy the service ini yang harusnya dimanfaatkan ke depan untuk subsidi angkutan pada kondisi luar biasa,” ucapnya.
Djoko menambahkan, saat ini penanganan Covid-19 baru sebatas hilir dan belum menjangkau hulu. Menurut dia, membatasi kapasitas 50% dalam kendaraan angkutan dan sejenisnya memang sudah maksimal di sektor hilir. “Akan tetapi di hulu masih terlihat kedodoran membatasi pergerakan masyarakat dengan travel demand management (TDM),” ucapnya.
Di sisi lain, ekonomi memang harus pulih namun dipilah berdasarkan sektor sekonomi mana yang terlebih dahulu harus segera bergerak pada tahapan kebiasaan baru atau new normal.
Dengan kata lain, sektor non esensial dilepas belakangan saat pandemi. “Memang sudah terlihat jelas penurunan kurvanya. Pembagian shift jam kerja juga dapat dipakai utk travel demand management (TDM),” pungkasnya.
Dia menilai terdapat berbagai skema yang bisa dimanfaatkan melalui anggaran pemerintah di sektor transportasi. Dia mencontohkan, sektor angkutan darat, terdapat skema buy the service yang dirintis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Dana ini juga harusnya ada klausul penggunaannya untuk membantu pelaku industri saat terjadi kondisi luar biasa (force majeur). Dengan kondisi Covid-19, baik Transjakarta, KRL Jabodetabek, MRT semua mengalami penurunan penumpang. Maka sebaiknya dana buy the service ini dialihkan menjadi dana jaring sosial industri transportasi agar tidak ada PHK massal,” ujarnya di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Dia beralasan dana buy the service hampir serupa dengan dana public service obligation (PSO). Sementara penggunaan dana tersebut bergantung pada demand penumpang.
“Sekarang kondisi penumpang lagi turun drastis, praktis ada ruang pada PSO maupun buy the service ini yang harusnya dimanfaatkan ke depan untuk subsidi angkutan pada kondisi luar biasa,” ucapnya.
Djoko menambahkan, saat ini penanganan Covid-19 baru sebatas hilir dan belum menjangkau hulu. Menurut dia, membatasi kapasitas 50% dalam kendaraan angkutan dan sejenisnya memang sudah maksimal di sektor hilir. “Akan tetapi di hulu masih terlihat kedodoran membatasi pergerakan masyarakat dengan travel demand management (TDM),” ucapnya.
Di sisi lain, ekonomi memang harus pulih namun dipilah berdasarkan sektor sekonomi mana yang terlebih dahulu harus segera bergerak pada tahapan kebiasaan baru atau new normal.
Dengan kata lain, sektor non esensial dilepas belakangan saat pandemi. “Memang sudah terlihat jelas penurunan kurvanya. Pembagian shift jam kerja juga dapat dipakai utk travel demand management (TDM),” pungkasnya.
(ind)