Polemik JHT, Serikat Pekerja Tuding BPJS Ketenagakerjaan Tak Profesional Kelola Dana

Minggu, 13 Februari 2022 - 07:32 WIB
loading...
Polemik JHT, Serikat...
Serikat pekerja menilai BPJS Ketenagakerjaan tidak profesional dalam mengelola dana nasabahnya. Foto/Dok SINDOnews/Ali Masduki
A A A
JAKARTA - Aturan teranyar mengenai pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun terus menuai pro-kontra. Sejumlah serikat pekerja pun melayangkan protes.

Selain Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), BPJS Ketenagakerjaan yang mengelola dana JHT tak luput menjadi sasaran protes.

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menduga ada yang tidak beres atas terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022.

Permenaker yang disahkan pada 4 Februari 2022 tersebut mengatur Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.



Dalam Bab II Pasal 2 disebutkan, manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.

Manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun.

Serikat Pekerja menilai BPJS Ketenagakerjaan tidak profesional dalam mengelola dana nasabahnya. Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan ada kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta.

"Sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujar Mirah dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (13/2/2021).



Menurut dia, tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja, karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah yaitu pekerja, bukan milik pemerintah.

Komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulannya sebesar 2% dari upah sebulan dan 3,7% dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.

"Pemerintah jangan semena-mena menahan hak pekerja! Karena faktanya, banyak korban PHK dengan berbagai penyebabnya, yang membutuhkan dana JHT miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja,” tukasnya.

Mirah menyontohkan pekerja yang putus hubungan kerja pada usia 40 tahun, harus menunggu 16 tahun untuk bisa mencairkan hak atas JHT. Padahal, pekerja tersebut sudah berhenti membayar iuran.

"Kenapa harus ditahan dan menunggu sampai usia 56 tahun? Di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru, seharusnya dana JHT bisa dipergunakan untuk modal usaha," tegasnya.



Untuk itu pihaknya sangat kecewa dan mengecam terbitnya Permenaker baru tersebut. Aspek Indonesia mendesak pemerintah untuk membatalkan Permenaker No. 2 tahun 2022, dan kembali pada Permenaker Nomor 19 tahun 2015.

Dalam Permenaker yang lama, manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

Sedangkan dalam Permenaker Nomor 2 tahun 2022, manfaat JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1873 seconds (0.1#10.140)