Atasi Kisruh Pangan Jangan Seperti Pemadam Kebakaran
loading...
A
A
A
Dia menegaskan bahwa pemerintah memiliki banyak langkah antisipasi agar kenaikan harga tidak berulang terjadi. Sayangnya sejauh ini pemerintah sering hanya menjadi “pemadam kebakaran” ketika harga meroket dan bahan kebutuhan pokok langkah. “Giliran harga naik, pilihan gampang impor. Harga turun, biasanya nyuruh Bulog beli abis itu disimpan. Itu untuk komoditas yang bisa disimpan,” ucapnya.
Menurut dia, pengelolaan pangan ini memerlukan integrasi dari hulu hingga hilir. Pemerintah harus menjaga dan mengawasi sisi produsen hingga selanjutnya, seperti distribusi dan pasar. Kehadiran Badan Pangan Nasional (Bapanas) seharusnya menjadi jawaban untuk menyelesaikan seluruh persoalan. Namun, kerja dan praktek di lapangan masih memerlukan pembuktian.
Masalahnya, lanjut dia, Bapanas harus bekerja sama dan koordinasi dengan sejumlah kementerian, seperti pertanian dan perdagangan. Lely menyebut Bapanas akan menjadi regulator sekaligus operator karena membawahi Bulog dan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan.
Di sisi lain, Bapanas harus mengintegrasikan dan harmonisasi kebijakan operasional dan teknis yang selama ini menjadi kewenangan beberapa kementerian. Dalam pandangannya, walaupun terlihat powerfull secara kewenangan, namun payung hukum Bapanas ini adalah peraturan presiden (perpres) dan di sisi lain sisi lainn akan berhadapan dengan organ-organ di kementerian yang kemungkinan kewenangannya dimandatkan melalui peraturan pemerintah (PP). Secara konstitusi, PP lebih tinggi dari perpres. Tantangan lain adalah ego sektoral antar kementerian dan lembaga.
“Bagaimana kementerian-kementerian teknis ini melakukan penyesuaian-penyesuaian atas perpres ini. Contoh, dalam perpres ini kewenangan penerapan impor di badan pangan nasional. Sekarang pertanyaannya, apakah di kementerian perdagangan, peraturan terkait ini sudah disesuaikan? Apakah fungsinya sudah diubah menyesuaikan perpres ini? Bisa jadi belum karena yang jadi dasar direktur (urusan) impor di sana PP,” pungkasnya.
Nunung Nuryartono menjelaskan, kenaikan pada saat hari-hari besar yang sudah dilewati, seperti Natal dan tahun baru, masih wajar. Namun, kenaikan dan kelangkaan yang masih terus terjadi sampai saat ini yang menjadi pertanyaan publik. Menurut dia, dari sisi permintaan, sebenarnya tidak ada lonjakan yang cukup drastik. Karena itu pemerintah harus melihat dan mengawasi lagi penerapan DMO dan DPO, serta distribusi dari produsen hingga konsumen.
“Harusnya dalam konsep tata kelola yang baik ketika diterapkan DMO, (lalu) siapa yang mengawasi? Temuan di Sumut, saya melihatnya sebagai sesuatu yang mencengangkan. Persoalan seperti itu semestinya tidak terjadi. Kalau kita mengurai satu per satu, bisa kok pemerintah menggunakan instrument-instrumennya untuk mengendalikan harga mintak goreng,” tegasnya.
Di sisi lain, Nunung mengungkapkan memang terjadi kenaikan indeks harga pangan, seperti sereal, gula, dan lainnya, di pasar global. Tren itu sudah terjadi sejak tahun 2001. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB itu mengatakan persoalan pangan ini tidak bisa secara sederhana. Dia menjelaskan fluktuasi harga pangan ini salah satu yang relatif tinggi dalam mendorong inflasi.
Pemenuhan pangan juga terkait dengan kesehatan dan gizi masyarakat. Dia menuturkan mayoritas pengeluaran masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan itu untuk pangan. Pemerintah harus bekerja keras lagi dalam memastikan stok dan menstabilkan harga pangan. Saat ini ada harapan baru dengan dilantik Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo.
“Saya kira ini menjadi momentum dan tugas berat kepala Badan Pangan Nasional yang harus bisa memastikan dan melihat lagi bagaimana persoalan pangan dalam konteks tidak berfluktuasinya harga. (Bapanas) harus bisa mengendalikan tanpa mengurangi kesejahteraan produsen dalam hal ini petani. Petani enggak sejahtera, kan kasihan,” paparnya.
Menurut dia, pengelolaan pangan ini memerlukan integrasi dari hulu hingga hilir. Pemerintah harus menjaga dan mengawasi sisi produsen hingga selanjutnya, seperti distribusi dan pasar. Kehadiran Badan Pangan Nasional (Bapanas) seharusnya menjadi jawaban untuk menyelesaikan seluruh persoalan. Namun, kerja dan praktek di lapangan masih memerlukan pembuktian.
Masalahnya, lanjut dia, Bapanas harus bekerja sama dan koordinasi dengan sejumlah kementerian, seperti pertanian dan perdagangan. Lely menyebut Bapanas akan menjadi regulator sekaligus operator karena membawahi Bulog dan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan.
Di sisi lain, Bapanas harus mengintegrasikan dan harmonisasi kebijakan operasional dan teknis yang selama ini menjadi kewenangan beberapa kementerian. Dalam pandangannya, walaupun terlihat powerfull secara kewenangan, namun payung hukum Bapanas ini adalah peraturan presiden (perpres) dan di sisi lain sisi lainn akan berhadapan dengan organ-organ di kementerian yang kemungkinan kewenangannya dimandatkan melalui peraturan pemerintah (PP). Secara konstitusi, PP lebih tinggi dari perpres. Tantangan lain adalah ego sektoral antar kementerian dan lembaga.
“Bagaimana kementerian-kementerian teknis ini melakukan penyesuaian-penyesuaian atas perpres ini. Contoh, dalam perpres ini kewenangan penerapan impor di badan pangan nasional. Sekarang pertanyaannya, apakah di kementerian perdagangan, peraturan terkait ini sudah disesuaikan? Apakah fungsinya sudah diubah menyesuaikan perpres ini? Bisa jadi belum karena yang jadi dasar direktur (urusan) impor di sana PP,” pungkasnya.
Nunung Nuryartono menjelaskan, kenaikan pada saat hari-hari besar yang sudah dilewati, seperti Natal dan tahun baru, masih wajar. Namun, kenaikan dan kelangkaan yang masih terus terjadi sampai saat ini yang menjadi pertanyaan publik. Menurut dia, dari sisi permintaan, sebenarnya tidak ada lonjakan yang cukup drastik. Karena itu pemerintah harus melihat dan mengawasi lagi penerapan DMO dan DPO, serta distribusi dari produsen hingga konsumen.
“Harusnya dalam konsep tata kelola yang baik ketika diterapkan DMO, (lalu) siapa yang mengawasi? Temuan di Sumut, saya melihatnya sebagai sesuatu yang mencengangkan. Persoalan seperti itu semestinya tidak terjadi. Kalau kita mengurai satu per satu, bisa kok pemerintah menggunakan instrument-instrumennya untuk mengendalikan harga mintak goreng,” tegasnya.
Di sisi lain, Nunung mengungkapkan memang terjadi kenaikan indeks harga pangan, seperti sereal, gula, dan lainnya, di pasar global. Tren itu sudah terjadi sejak tahun 2001. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB itu mengatakan persoalan pangan ini tidak bisa secara sederhana. Dia menjelaskan fluktuasi harga pangan ini salah satu yang relatif tinggi dalam mendorong inflasi.
Pemenuhan pangan juga terkait dengan kesehatan dan gizi masyarakat. Dia menuturkan mayoritas pengeluaran masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan itu untuk pangan. Pemerintah harus bekerja keras lagi dalam memastikan stok dan menstabilkan harga pangan. Saat ini ada harapan baru dengan dilantik Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo.
“Saya kira ini menjadi momentum dan tugas berat kepala Badan Pangan Nasional yang harus bisa memastikan dan melihat lagi bagaimana persoalan pangan dalam konteks tidak berfluktuasinya harga. (Bapanas) harus bisa mengendalikan tanpa mengurangi kesejahteraan produsen dalam hal ini petani. Petani enggak sejahtera, kan kasihan,” paparnya.