Ekonom: Terapkan Protokol Ketat di Pasar Tradisional Agar Ekonomi Berputar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pedagangan (Kemendag) terus mendorong pemerintah daerah melakukan pendekatan inovatif di pasar tradisional sekaligus lebih ketat menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran covid-19. Hal ini didorong agar pasar tradisional tidak menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat 529 pedagang pasar positif covid-19. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto sebelumnya mengatakan dibukanya pasar tradisional untuk memastikan pasokan bahan makanan terjamin. Tujuan utamanya yakni untuk memenuhi ketersediaan bahan pokok dan barang penting bagi masyarakat, dengan harga stabil.
Ekonom Institut Perbanas Piter Abdullah menyampaikan, geliat ekonomi diharapkan tetap sejalan dengan penerapan protokol kesehatan. Menurut Piter, pelonggaran ekonomi, diharapkan akan menahan penurunan konsumsi sekaligus memberikan ruang kepada dunia usaha untuk bisa bertahan. Karena itu, semua pihak mesti bersama-sama mematuhi berbagai protokol agar ekonom bisa kembali berjalan.
"Untuk membalance pelonggaran ekonomi ini pemerintah harus meningkatkan kedisiplinan Masyarakat melaksanakan protokol kesehatan. Hanya dengan Cara itu Kita bisa menghindarkan lonjakan Penderita wabah covid-19," ujar Piter kepada media baru-baru ini.
(Baca Juga: Pusat Perbelanjaan Mulai Dibuka, Mendag Paparkan Protokol yang Harus Dipatuhi)
Selain disiplin, informasi panduan tata cara penerapan protokol perlu disebarluaskan sekaligus juga dilakukan pengawasan dan koordinasi lintas baik pusat dan daerah agar penanganan Covid-19, terutama di pasar tradisional yang belakangan muncul, dapat lebih terkoordinasi. "Harus ada pengawasan dan upaya mendisiplinkan. Koordinasi mutlak diperlukan sejak awal dalam segala hal, dan kita selalu lemah dalam hal ini," tegasnya.
Koordinasi mutlak diperlukan agar dana stimulus sebesar Rp677,2 triliun yang dikeluarkan bisa dioptimalkan. Stimulus akan mampu menahan laju perlambatan ekonomi, meskipun tidak kembali membaik hingga tumbuh 5%, sebab pelemahan tidak bisa dihindari selama masih ada wabah. Kata Piter, jika tanpa stimulus situasi akan lebih buruk lagi.
Meski begitu, Piter menilai fundamental perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19 masih tergolong baik secara keseluruhan, meskipun pada kuartal I/2020 hanya mampu mencapai pertumbuhan di level 2,97%. Pelemahan tersebut, kata Pieter patut dimaklumi karena tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di hampir seluruh negara yang bahkan lebih besar penurunannya.
Sementara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyarankan agar pemerintah memperketat dan mengatur mekanisme pengawasan di pasar tradisional, mal, di masa transisi normal baru agar tidak banyak terjadi penularan di tempat umum. Pasalnya, jika sudah bicara masyarakat di tempat umum, jika tidak ada protokol yang sangat ketat serta penegakan hukum atas protokol tersebut, akan berbahaya karena masyarakat bisa tak disiplin.
Dia mengkhawatirkan terkait protokol kesehatan ini karena tidak memiliki aspek penegakan hukumnya untuk menjalankan protokol tersebut, sehingga bisa berisiko memicu gelombang dua pandemi Covid-19. "Ini bahaya karena orang menyepelekan penggunaan masker, perlindungan kesehatan sehingga akhirnya bisa berdampak pada perekonomian," ujarnya.
Padahal dengan adanya pelonggaran PSBB para investor mulai percaya, jadi artinya jangan sampai terjadi gelombang dua Covid-19. Kalau sampai terjadi gelombang dua maka kepercayaan investor akan menurun. "Ini yang menurut saya harus dijaga oleh karena itu pemerintah harus melibatkan sampai dengan tingkat RT/RW dan tempat-tempat umum seperti pasar harus ada yang betul-betul menjalankan tugas, kalau tidak penularannya akan masif," tegas Aviliani.
Terlebih, kata dia, belakangan ini terjadi perubahan perilaku konsumen secara signifikan yang lebih mengutamakan kebutuhan primer, ditambah upaya menjaga serta merawat kesehatan pada masa normal baru.
Aviliani menyebut, selama pandemi Covid-19 terdapat perubahan perilaku masyarakat yang menarik, pertama masyarakat fokus kebutuhan primer yakni pangan plus menjaga kesehatan atau healthcare. Pengeluaran masyarakat berubah dari yang awalnya untuk kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer, terutama kesehatan.
Padahal, lanjut dia, sebelum pandemi Covid-19 masyarakat mengutamakan kebutuhan pangan dan pariwisata atau jalan-jalan, di mana pengeluaran masyarakat untuk jalan-jalan atau pariwisata menduduki peringkat kedua. Namun ketika Covid-19 melanda justru sektor yang terkena duluan adalah sektor pariwisata.
(Baca Juga: Mendag Ajak Beli Produk Indonesia Agar Ekonomi Tidak Terpuruk)
"Otomatis kebutuhan sekunder ini akan lama untuk bisa kembali pulih di era normal baru saat ini. Kenapa? Walaupun mal-mal sudah dibuka di era normal baru, masyarakat masih tetap takut," ujarnya.
Selain itu, selama dua bulan terakhir, daya beli masyarakat turun signifikan. Artinya orang-orang yang bekerja dari rumah atau working from home tidak mendapatkan uang makan, uang lembur, dan sebagainya sehingga penghasilan mereka turun 50%. Di samping, kata dia, mereka harus memenuhi kebutuhan pokok. Sebagian pekerja juga sudah menggunakan dana tabungannya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah yang biasanya masih bisa menghidupi diri sendiri, sudah harus menerima bantuan langsung tunai atau bantuan sosial.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat 529 pedagang pasar positif covid-19. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto sebelumnya mengatakan dibukanya pasar tradisional untuk memastikan pasokan bahan makanan terjamin. Tujuan utamanya yakni untuk memenuhi ketersediaan bahan pokok dan barang penting bagi masyarakat, dengan harga stabil.
Ekonom Institut Perbanas Piter Abdullah menyampaikan, geliat ekonomi diharapkan tetap sejalan dengan penerapan protokol kesehatan. Menurut Piter, pelonggaran ekonomi, diharapkan akan menahan penurunan konsumsi sekaligus memberikan ruang kepada dunia usaha untuk bisa bertahan. Karena itu, semua pihak mesti bersama-sama mematuhi berbagai protokol agar ekonom bisa kembali berjalan.
"Untuk membalance pelonggaran ekonomi ini pemerintah harus meningkatkan kedisiplinan Masyarakat melaksanakan protokol kesehatan. Hanya dengan Cara itu Kita bisa menghindarkan lonjakan Penderita wabah covid-19," ujar Piter kepada media baru-baru ini.
(Baca Juga: Pusat Perbelanjaan Mulai Dibuka, Mendag Paparkan Protokol yang Harus Dipatuhi)
Selain disiplin, informasi panduan tata cara penerapan protokol perlu disebarluaskan sekaligus juga dilakukan pengawasan dan koordinasi lintas baik pusat dan daerah agar penanganan Covid-19, terutama di pasar tradisional yang belakangan muncul, dapat lebih terkoordinasi. "Harus ada pengawasan dan upaya mendisiplinkan. Koordinasi mutlak diperlukan sejak awal dalam segala hal, dan kita selalu lemah dalam hal ini," tegasnya.
Koordinasi mutlak diperlukan agar dana stimulus sebesar Rp677,2 triliun yang dikeluarkan bisa dioptimalkan. Stimulus akan mampu menahan laju perlambatan ekonomi, meskipun tidak kembali membaik hingga tumbuh 5%, sebab pelemahan tidak bisa dihindari selama masih ada wabah. Kata Piter, jika tanpa stimulus situasi akan lebih buruk lagi.
Meski begitu, Piter menilai fundamental perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19 masih tergolong baik secara keseluruhan, meskipun pada kuartal I/2020 hanya mampu mencapai pertumbuhan di level 2,97%. Pelemahan tersebut, kata Pieter patut dimaklumi karena tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di hampir seluruh negara yang bahkan lebih besar penurunannya.
Sementara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyarankan agar pemerintah memperketat dan mengatur mekanisme pengawasan di pasar tradisional, mal, di masa transisi normal baru agar tidak banyak terjadi penularan di tempat umum. Pasalnya, jika sudah bicara masyarakat di tempat umum, jika tidak ada protokol yang sangat ketat serta penegakan hukum atas protokol tersebut, akan berbahaya karena masyarakat bisa tak disiplin.
Dia mengkhawatirkan terkait protokol kesehatan ini karena tidak memiliki aspek penegakan hukumnya untuk menjalankan protokol tersebut, sehingga bisa berisiko memicu gelombang dua pandemi Covid-19. "Ini bahaya karena orang menyepelekan penggunaan masker, perlindungan kesehatan sehingga akhirnya bisa berdampak pada perekonomian," ujarnya.
Padahal dengan adanya pelonggaran PSBB para investor mulai percaya, jadi artinya jangan sampai terjadi gelombang dua Covid-19. Kalau sampai terjadi gelombang dua maka kepercayaan investor akan menurun. "Ini yang menurut saya harus dijaga oleh karena itu pemerintah harus melibatkan sampai dengan tingkat RT/RW dan tempat-tempat umum seperti pasar harus ada yang betul-betul menjalankan tugas, kalau tidak penularannya akan masif," tegas Aviliani.
Terlebih, kata dia, belakangan ini terjadi perubahan perilaku konsumen secara signifikan yang lebih mengutamakan kebutuhan primer, ditambah upaya menjaga serta merawat kesehatan pada masa normal baru.
Aviliani menyebut, selama pandemi Covid-19 terdapat perubahan perilaku masyarakat yang menarik, pertama masyarakat fokus kebutuhan primer yakni pangan plus menjaga kesehatan atau healthcare. Pengeluaran masyarakat berubah dari yang awalnya untuk kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer, terutama kesehatan.
Padahal, lanjut dia, sebelum pandemi Covid-19 masyarakat mengutamakan kebutuhan pangan dan pariwisata atau jalan-jalan, di mana pengeluaran masyarakat untuk jalan-jalan atau pariwisata menduduki peringkat kedua. Namun ketika Covid-19 melanda justru sektor yang terkena duluan adalah sektor pariwisata.
(Baca Juga: Mendag Ajak Beli Produk Indonesia Agar Ekonomi Tidak Terpuruk)
"Otomatis kebutuhan sekunder ini akan lama untuk bisa kembali pulih di era normal baru saat ini. Kenapa? Walaupun mal-mal sudah dibuka di era normal baru, masyarakat masih tetap takut," ujarnya.
Selain itu, selama dua bulan terakhir, daya beli masyarakat turun signifikan. Artinya orang-orang yang bekerja dari rumah atau working from home tidak mendapatkan uang makan, uang lembur, dan sebagainya sehingga penghasilan mereka turun 50%. Di samping, kata dia, mereka harus memenuhi kebutuhan pokok. Sebagian pekerja juga sudah menggunakan dana tabungannya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah yang biasanya masih bisa menghidupi diri sendiri, sudah harus menerima bantuan langsung tunai atau bantuan sosial.
(fai)