Ekonomi Rusia Mulai Retak, Begini Proyeksi Para Ekonom

Selasa, 05 April 2022 - 22:45 WIB
loading...
Ekonomi Rusia Mulai...
Ekonomi Rusia diperkirakan bakal menyusut tajam tahun ini ketika inflasi meroket karena sanksi internasional mulai menggigit sebagai respons atas invasi Moskow ke Ukraina. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Ekonomi Rusia diperkirakan bakal menyusut tajam tahun ini ketika inflasi meroket karena sanksi internasional mulai menggigit sebagai respons atas invasi Moskow ke Ukraina .

Aktivitas manufaktur Rusia pada bulan Maret 2022 mengalami kontraksi pada tingkat paling tajam sejak Mei 2020, pada tahap awal pandemi Covid-19. Hal itu seiring kekurangan material dan penundaan pengiriman sangat membebani pabrik-pabrik dalam beroperasi.



Indeks Manajer Pembelian (PMI) S&P Global untuk Rusia yang diterbitkan pada hari Jumat, turun dari 48,6 pada Februari menjadi 44,1 pada Maret, dimana posisi di bawah 50 mengartikan adanya kontraksi.

Ekonom Goldman Sachs mencatat, bahwa penurunan itu "meluas, dengan adanya penurunan tajam dalam output, pesanan baru, dan (terutama) komponen pesanan ekspor baru."

Sementara itu dalam sebuah catatan tengah pekan, para ekonom di Capital Economics memproyeksikan, bahwa sanksi Barat kemungkinan akan mendorong produk domestik bruto Rusia ke dalam kontraksi 12% pada tahun 2022. Sedangkan inflasi diperkirakan akan melebihi 23% secara year to year.

Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan telah memproyeksikan penyusutan ekonomi Rusia mencapai 10%, yang masih dalam lingkup resesi terdalam negara itu selama hampir 30 tahun. Kemudian PDB kemungkinan datar pada tahun 2023 dan memasuki periode pertumbuhan yang sulit dalam jangka panjang.

Goldman Sachs juga memperkirakan, adanya kontraksi 10%. Namun lembaga think tank Institute for International Finance telah memproyeksikan penurunan 15% yang lebih merusak dalam PDB Rusia pada tahun 2022 dan semakin dalam bertambah 3% pada tahun 2023.

Namun kekhawatiran default utang Rusia belum terwujud, dimana Kremlin masih mampu melakukan pembayaran obligasi yang diawasi ketat baru-baru ini meskipun ada belenggu sanksi oleh kekuatan Barat yang telah membekukan sebagian besar persediaan cadangan mata uang asing bank sentral senilai USD640 miliar.

Saham Rusia juga naik tipis sejak dibuka kembali pada 24 Maret setelah penutupan bursa Moskow selama sebulan, bersama dengan rubel seiring langkah-langkah pengendalian modal yang diambil oleh Bank Sentral Rusia dan memudarnya risiko gagal bayar utang.

"Pemulihan yang lebih berkelanjutan mungkin membutuhkan kesepakatan damai, tetapi masih terlihat jauh. Sementara itu, spillovers dari perang akan dirasakan di Eropa Tengah dan Timur (CEE)," kata Kepala Ekonom Capital Economics Emerging Markets, William Jackson dalam laporannya.

"Industri akan terpukul oleh gangguan pasokan dan inflasi yang lebih tinggi akan membebani pendapatan riil rumah tangga dan mengurangi pengeluaran konsumen. Kami memperkirakan perang akan mencukur 1,0-1,5% dari pertumbuhan ekonomi Eropa Tengah dan Timur tahun ini," jelasnya.

Prospek pembicaraan damai mungkin bakal semakin gelap menyusul munculnya tuduhan pembantaian warga sipil oleh pasukan Rusia di Bucha dan kota-kota Ukraina lainnya. Dugaan kekejaman mengecilkan harapan untuk pembicaraan damai dan meningkatkan ancaman sanksi internasional yang lebih berat.



Jaksa penuntut Ukraina mengatakan pada hari Minggu, bahwa ada 410 mayat telah ditemukan di kota-kota yang direbut kembali dari mundurnya pasukan Rusia di sekitar Kyiv sebagai bagian dari penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menuduh Rusia melakukan genosida. Sedangkan Rusia membantah tuduhan bahwa pasukannya membunuh warga sipil di Bucha, 23 mil barat laut Kyiv.

Dampaknya Uni Eropa berencana memperkenalkan sanksi baru terhadap Moskow setelah kekejaman baru yang dilaporkan, dengan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel mengumumkan di Twitter bahwa "sanksi dan dukungan Uni Eropa lebih lanjut sedang dalam perjalanan."

Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss akan melakukan perjalanan ke Polandia untuk bertemu dengan rekan-rekan Ukraina dan Polandia menjelang pembicaraan G-7 dan sekutu NATO akhir pekan ini, dan diperkirakan akan menyerukan sanksi yang lebih keras terhadap Rusia.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1790 seconds (0.1#10.140)