Faisal Basri Sebut Pemerintah Gunakan Siasat Injak Kaki untuk Tekan Inflasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri mengatakan pemerintahan Joko Widodo memang telah menekan angka inflasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Misalnya inflasi yang terjadi saat ini di angka 2,18 merupakan kedua yang terendah sepanjang sejarah. Pada tahun 2020 bahkan tingkat inflasi Indonesia lebih rendah lagi, yaitu 1,32%.
Meski demikian Faisal Basri mengatakan bahwa metode yang digunakan pemerintah untuk menekan inflasi itu adalah "injak kaki". Bukan dengan metode berbenah memperbaiki pasokan dan logistik.
"Itu untuk pertama kalinya di Indonesia ada polisi pangan, ada satgas," kata Faisal Basri dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (7/4/2022).
Menurutnya, perangkat-perangkat pangan itu merupakan ambisi presiden untuk menurunkan inflasi dengan hasil yang cepat. Selain itu juga dengan memberikan subsidi yang besar kepada masyarakat.
Masalahnya, pemberian subsidi yang besar juga akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya gangguan terhadap kekuatan anggaran.
"Karena adanya krisis ini saya kira sebentar lagi akan menyerah, karena subsidinya luar biasa," kata Faisal Basri.
Misal subsidi energi yang diberikan untuk bahan bakar berjenis Pertalite, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp4.000 sampai Rp4.500 yang dikalikan dengan 23 juta kilo liter. Selanjutnya solar diberikan subsidi Rp7.800 sedangkan Pertamax Rp3.500.
Total kekurangannya itu akan dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina dalam bentuk biaya kompensasi, yang menurut ekonom senior itu kadang juga tidak disiplin dan transparan dalam pembayarannya.
"Jadi selama ini bisa kita katakan inflasi rendah yang saya katakan ini semu belaka, injak kaki," kata Faisal Basri.
Sedangkan jika melihat konsumsi pangan menurutnya saat ini juga masih tinggi. Hal tersebut menandakan masih banyak masyarakat yang berpendapatan rendah.
Data BPS menunjukkan, orang yang dikategorikan miskin mengeluarkan uang lebih banyak untuk biaya makan, bahkan 64,15% uangnya untuk biaya konsumsi. Sedangkan orang yang dikategorikan kaya hanya 39,22%.
Misalnya inflasi yang terjadi saat ini di angka 2,18 merupakan kedua yang terendah sepanjang sejarah. Pada tahun 2020 bahkan tingkat inflasi Indonesia lebih rendah lagi, yaitu 1,32%.
Meski demikian Faisal Basri mengatakan bahwa metode yang digunakan pemerintah untuk menekan inflasi itu adalah "injak kaki". Bukan dengan metode berbenah memperbaiki pasokan dan logistik.
"Itu untuk pertama kalinya di Indonesia ada polisi pangan, ada satgas," kata Faisal Basri dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (7/4/2022).
Menurutnya, perangkat-perangkat pangan itu merupakan ambisi presiden untuk menurunkan inflasi dengan hasil yang cepat. Selain itu juga dengan memberikan subsidi yang besar kepada masyarakat.
Masalahnya, pemberian subsidi yang besar juga akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya gangguan terhadap kekuatan anggaran.
"Karena adanya krisis ini saya kira sebentar lagi akan menyerah, karena subsidinya luar biasa," kata Faisal Basri.
Misal subsidi energi yang diberikan untuk bahan bakar berjenis Pertalite, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp4.000 sampai Rp4.500 yang dikalikan dengan 23 juta kilo liter. Selanjutnya solar diberikan subsidi Rp7.800 sedangkan Pertamax Rp3.500.
Total kekurangannya itu akan dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina dalam bentuk biaya kompensasi, yang menurut ekonom senior itu kadang juga tidak disiplin dan transparan dalam pembayarannya.
"Jadi selama ini bisa kita katakan inflasi rendah yang saya katakan ini semu belaka, injak kaki," kata Faisal Basri.
Sedangkan jika melihat konsumsi pangan menurutnya saat ini juga masih tinggi. Hal tersebut menandakan masih banyak masyarakat yang berpendapatan rendah.
Data BPS menunjukkan, orang yang dikategorikan miskin mengeluarkan uang lebih banyak untuk biaya makan, bahkan 64,15% uangnya untuk biaya konsumsi. Sedangkan orang yang dikategorikan kaya hanya 39,22%.
(uka)