Kabar Bagus, Biskuit Eropa Kembali Gunakan Minyak Sawit
loading...
A
A
A
Paganini mengatakan saat ini produsen dan pengolah makanan di Eropa berada di bawah tekanan kelangkaan komoditas dan melonjaknya harga minyak nabati, terutama minyak nabati non sawit. Karena itu, mereka harus mencari alternatif. “Minyak sawit adalah pilihan terbaik,” tegasnya.
(Baca juga:Waduh! Produk Impor Eropa Berlabel POF Banyak Beredar, Kampanye Hitam Sawit RI?)
Pihaknya mempercayai bahwa setelah kehebohan boikot kelapa sawit, banyak perusahaan menyadari bahwa ternyata mereka tidak menghasilkan uang (mereka benar-benar menyia-nyiakannya untuk promosi dan reformulasi) dan mereka tidak banyak mendapat keuntungan dari boikot tersebut.
“Minyak kelapa sawit menawarkan lebih banyak kesinambungan dan merupakan lemak yang lebih baik untuk makanan mereka,” Kelangkaan dan mahalnya minyak bunga matahari memberikan kesempatan kepada banyak produsen makanan untuk kembali ke minyak yang memberikan mereka performa kinerja terbaik, yakni minyak sawit.
Saat ini, kata Paganini, merupakan momentum yang sangat baik bagi produsen minyak sawit untuk masuk ke Eropa, setelah bertahun-tahun diboikot oleh negara-negara di Benua Biru ini. “Minyak sawit ada di sini (Eropa) untuk menyelamatkan,” kata Paganini.
(Baca juga:amendag Waspadai Kampanye Anti Kelapa Sawit di Swiss)
Saat ini, kata Paganini, bukan waktunya untuk membalas dendam setelah apa yang telah terjadi. Yang terbaik yang dapat dilakukan oleh negara-negara produsen minyak sawit adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas dan keberlanjutan yang lebih jauh baik lagi, memperkuat skema sertifikasi dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk semua komoditas lain dan menawarkannya kepada orang Eropa.
“Jika mereka pintar mereka akan membelinya. Jika tidak, dunia ini jauh lebih besar dari Eropa. Eropa kecil tetapi masih berpengaruh secara politik, jadi sebaiknya ikuti saja mereka. Sekarang saatnya berjabat tangan dan menjual sebanyak mungkin minyak sawit berkelanjutan,” katanya.
Indonesia, kata Paganini, harus terus melakukan apa yang sudah dilakukan jutaan pekerja di rantai pasok, yakni meningkatkan kualitas, meningkatkan keberlanjutan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghasilkan lebih banyak minyak sawit.
(Baca juga:Waduh! Produk Impor Eropa Berlabel POF Banyak Beredar, Kampanye Hitam Sawit RI?)
Pihaknya mempercayai bahwa setelah kehebohan boikot kelapa sawit, banyak perusahaan menyadari bahwa ternyata mereka tidak menghasilkan uang (mereka benar-benar menyia-nyiakannya untuk promosi dan reformulasi) dan mereka tidak banyak mendapat keuntungan dari boikot tersebut.
“Minyak kelapa sawit menawarkan lebih banyak kesinambungan dan merupakan lemak yang lebih baik untuk makanan mereka,” Kelangkaan dan mahalnya minyak bunga matahari memberikan kesempatan kepada banyak produsen makanan untuk kembali ke minyak yang memberikan mereka performa kinerja terbaik, yakni minyak sawit.
Saat ini, kata Paganini, merupakan momentum yang sangat baik bagi produsen minyak sawit untuk masuk ke Eropa, setelah bertahun-tahun diboikot oleh negara-negara di Benua Biru ini. “Minyak sawit ada di sini (Eropa) untuk menyelamatkan,” kata Paganini.
(Baca juga:amendag Waspadai Kampanye Anti Kelapa Sawit di Swiss)
Saat ini, kata Paganini, bukan waktunya untuk membalas dendam setelah apa yang telah terjadi. Yang terbaik yang dapat dilakukan oleh negara-negara produsen minyak sawit adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas dan keberlanjutan yang lebih jauh baik lagi, memperkuat skema sertifikasi dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk semua komoditas lain dan menawarkannya kepada orang Eropa.
“Jika mereka pintar mereka akan membelinya. Jika tidak, dunia ini jauh lebih besar dari Eropa. Eropa kecil tetapi masih berpengaruh secara politik, jadi sebaiknya ikuti saja mereka. Sekarang saatnya berjabat tangan dan menjual sebanyak mungkin minyak sawit berkelanjutan,” katanya.
Indonesia, kata Paganini, harus terus melakukan apa yang sudah dilakukan jutaan pekerja di rantai pasok, yakni meningkatkan kualitas, meningkatkan keberlanjutan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghasilkan lebih banyak minyak sawit.
(dar)