Menko Airlangga: Krisis Covid-19 Bisa Sampai 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi gambaran bahwa krisis akibat Pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020. Krisis ekonomi yang dimulai dari tahun ini itu, juga dinilai lebih parah dari krisis 2008 lalu.
"Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” kata Menko Airlangga di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
( )
Pandemi Covid-19 menimbulkan setidaknya 3 (tiga) dampak terhadap perekonomian, yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan. Untuk itu, Pemerintah harus segera menyiapkan program dan kebijakan pemulihan secara cepat dan tepat.
Namun lanjut Menko Perekonomian, Pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.
( )
Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan. ”Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” paparnya.
Ia menjabarkan, pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran belanja untuk penanganan virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu digunakan untuk penanganan di sektor kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif dunia usaha Rp120,61 triliun.
Sedangkan UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga (k/l) atau untuk pemerintah daerah (pemda) Rp106,11 triliun. Dengan penambahan itu, total belanja otomatis menjadi bengkak. Pemerintah pun memproyeksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 tembus 6,27%.
"Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” kata Menko Airlangga di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
( )
Pandemi Covid-19 menimbulkan setidaknya 3 (tiga) dampak terhadap perekonomian, yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan. Untuk itu, Pemerintah harus segera menyiapkan program dan kebijakan pemulihan secara cepat dan tepat.
Namun lanjut Menko Perekonomian, Pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.
( )
Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan. ”Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” paparnya.
Ia menjabarkan, pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran belanja untuk penanganan virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu digunakan untuk penanganan di sektor kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif dunia usaha Rp120,61 triliun.
Sedangkan UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga (k/l) atau untuk pemerintah daerah (pemda) Rp106,11 triliun. Dengan penambahan itu, total belanja otomatis menjadi bengkak. Pemerintah pun memproyeksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 tembus 6,27%.
(akr)