Cegah Kerumunan, Pengelola Wisata di Bali Ganti Tari Kecak dengan Tari Belibis

Minggu, 21 Juni 2020 - 19:19 WIB
loading...
Cegah Kerumunan, Pengelola Wisata di Bali Ganti Tari Kecak dengan Tari Belibis
Untuk mencegah kerumunan, pengelola wisata di Bali akan mengganti pertunjukan Tari Kecak dengan Tari Belibis. Foto/Dok Kemenparekraf
A A A
JAKARTA - Industri pariwisata di Bali bersiap membuka kembali sektor pariwisata sebagai salah satu pendapatan terbesar daerah ini dengan menerapkan konsep Clean Health and Safety (CHS).

Konsep CHS merupakan konsep yang berkaitan dengan protokol kesehatan seperti yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19.

Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Ayu Indah Yustikarini mengatakan, sejumlah pelaku usaha wisata dan pengelola objek wisata di Bali juga melakukan berbagai penyesuaian agar dapat menerapkan protokol pencegahan Covid-19 seperti pembatasan kapasitas pengunjung dan jaga jarak.

“Bahkan ada satu daerah tepatnya di Uluwatu, dikonsep bahwa pengunjung diajak melihat hiburan outdoor. Jika biasanya Tari Kecak yang ditampilkan, diganti dengan Tari Belibis. Karena Tari kecak butuh lebih dari lima orang, kalau Tari Belibis hanya tiga orang. Ini untuk menghindari kerumunan,” ujarnya pada Sosialisasi Kenormalan Baru Sektor pariwisata yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) secara daring, Minggu (21/6/2020).

Ida mengatakan, provinsi Bali secara umum siap menyambut kenormalan baru di sektor pariwisata. Pengawasan pun sudah dilakukan melalui pintu-pintu masuk dari Bali. (Baca juga : Saat New Normal, Pariwisata Fokus Jaring Wisatawan Domestik )

“Tidak hanya itu, yang unik adalah pemerintah desa/adat melalui pecalang ikut membantu berjalannya protokol pencegahan Covid-19 kepada setiap pendatang di Bali. Adapun, untuk CHS kami sudah susun dan akan kami terbitkan dalam bahasa Inggris sebagai panduan,” ujarnya.

Dia menambahkan, provinsi Bali juga menetapkan bahwa rapid tes sudah tidak dibiayai oleh pemerintah daerah Bali. Adapun rapid dikenakan biaya mandiri.

“Namun yang kita prioritaskan adalah tes PCR wajib, karena rapid test sangat tidak akurat. Itu sebabnya kami ada 14 rumah sakit di Bali sebagai rujukan, dan tiga laboratorium,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa masa pandemi Covid-19 akan mengakibatkan adanya perubahan perilaku konsumen pariwisata. Misalnya dengan lebih banyak melaksanakan kegiatan kepariwisataan yang bersifat outdoor dan meminmimalisir penggunaan ruang indoor. “Kalau toh ada indoor tentu yang kita pantau adalah kapasitasnya maksimal 50%,” pungkasnya.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Provinsi Bali pada April 2020 tercatat sebanyak 327 kunjungan.

Jumlah tersebut turun 99,79% dibandingkan dengan kunjungan pada Maret 2020 (month-to-month/mtm). Bila dibandingkan dengan bulan April 2019 (year-on-year/yoy), jumlah wisman ke Bali tercatat turun sedalam 99,93%.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1546 seconds (0.1#10.140)