Sejarah Penemuan Harta Karun Minyak yang Mengubah Nasib Qatar Menjadi Kaya Raya
loading...
A
A
A
DOHA - Qatar saat ini dikenal sebagai salah satu negara kaya raya di dunia. Namun siapa sangka sebelum era minyak pada 1939, masyarakat Qatar hidup dalam garis kemiskinan. Lantas bagaimana sejarah ditemukannya minyak di Qatar?
Sama seperti kebanyakan negara di Timur Tengah, Qatar memiliki harta karun minyak melimpah dan menjadi sumber utama kekayaan negeri itu. Sebelum sampai di sana, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Qatar awalnya bukanlah negara kaya.
Masyarakat negara kecil yang terletak di semenanjung kecil jazirah Arab itu mengandalkan berdagang dan mencari ikan sebagai mata pencaharian utama. Nelayan menjadi profesi yang banyak digeluti, sebab alam Qatar mempunyai karakter tandus. Dengan kondisi ini, sangat tidak memungkinkan untuk ditanami buah atau sayur.
Sebelum era minyak dimulai, ekonomi masyarakat Qatar bergantung pada panen mutiara air asin tanpa henti. Di tahun 1920-an, perdagangan mutiara dan nelayan mengalami titik lemah di Qatar.
Akibatnya, masyarakat kesulitan mencari lapangan kerja dan berakhir pada anjloknya perekonomian masyarakat. Efek domino pun tak mampu dihindarkan. Masyarakat mengalami kemiskinan, gangguan kesehatan merebak. Termasuk di dalamnya adalah gizi buruk.
Sekitar tahun 1922, Inggris yang kala itu menjajah Qatar mulai melihat adanya potensi sumber daya alam menjanjikan, yakni minyak. Keberadaan minyak Qatar terus diamati oleh pimpinan Inggris, Mayor Frank Holmes. Sayangnya, kala itu pemerintah kolonial Inggris melarang Holmes untuk melakukan eksplorasi dan penggalian.
Pembatasan tersebut baru sedikit longgar pada tahun 1925. Ahli geologi Inggris yang bekerja di Anglo-Persian Oil Company atau APOC, George Martin Lees, mengunjungi Doha dan beberapa tempat lain di Qatar, tahun 1926. Namun, ia justru merasa sulit menemukan sumber minyak di sana.
Kekhawatiran APOC bertambah, sebab saingannya, Standard Oil Company of California asal Amerika Serikat telah menemukan cadangan minyak di Bahrain. Selanjutnya perusahaan tersebut dikhawatirkan akan terlebih dahulu menemukan ladang minyak di Qatar.
Pada 1933, APOC mengirimkan 2 ahli geologinya, P.T Cox dan E.W Shaw ke Qatar. Usai melakukan observasi selama kurang lebih 3 bulan, mereka menemukan potensi minyak menjanjikan di Kota Dukhan. Sama persis seperti apa yang ada di Bahrain.
Memasuki tahun 1940, minyak di Qatar mulai dieksplorasi dan diproduksi secara luas. Dalam sehari, negara tersebut mampu menghasilkan 4.000 barel minyak. Sayangnya, eksportasi harus terhenti akibat Perang Dunia ke-2, dan baru bisa dilakukan lagi pada 1949.
Pasca penemuan kilang minyak yang melimpah ruah, masyarakat Qatar mulai menuai hasilnya. Negara itu berhasil mengelola minyaknya sendiri dan memperbaiki kehidupan ekonominya. Anak-anak di Qatar mulai mendapat pendidikan dengan kualitas baik dan sejahtera.
Bahkan hari ini, pendapatan dari minyak dan gas membuat pendapatan per kapita rata-rata di Qatar mencapai lebih dari USD98,800, jauh melampaui Amerika Serikat atau Inggris" tulis Harrison Jacobs dalam How Qatar got so rich so fast pada 2015.
Menurut data yang diberikan oleh Worldometer, cadangan minyak yang dimiliki Qatar per tahun 2016 adalah 25.244.000.000 barel. Negara ini memasok 1,5% dari total minyak dunia. Selain minyak, Qatar juga bertindak sebagai pemasok gas alam. Diperkirakan, kapasitas produksi gas alam Qatar mencapai 126 juta ton per tahun pada 2027 nanti.
Cadangan minyak Qatar mungkin tidak sebesar Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Namun dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit, membuat negara ini menjadi kaya raya.
Menurut data BP Statistical Review of World Energy 2020, Qatar memiliki cadangan minyak sebesar 25,2 miliar barrel pada 2019. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan 20 tahun lalu yang hanya mencapai 13,1 miliar barrel.
Angka produksi minyak per hari Qatar mencapai 1,8 juta barrel, lebih rendah daripada produksi 2018 sebanyak 1,9 juta barrel. Sementara itu, angka konsumsi minyak di Qatar hanya mencapai 346.000 barrel per hari.
Sama seperti kebanyakan negara di Timur Tengah, Qatar memiliki harta karun minyak melimpah dan menjadi sumber utama kekayaan negeri itu. Sebelum sampai di sana, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Qatar awalnya bukanlah negara kaya.
Masyarakat negara kecil yang terletak di semenanjung kecil jazirah Arab itu mengandalkan berdagang dan mencari ikan sebagai mata pencaharian utama. Nelayan menjadi profesi yang banyak digeluti, sebab alam Qatar mempunyai karakter tandus. Dengan kondisi ini, sangat tidak memungkinkan untuk ditanami buah atau sayur.
Sebelum era minyak dimulai, ekonomi masyarakat Qatar bergantung pada panen mutiara air asin tanpa henti. Di tahun 1920-an, perdagangan mutiara dan nelayan mengalami titik lemah di Qatar.
Akibatnya, masyarakat kesulitan mencari lapangan kerja dan berakhir pada anjloknya perekonomian masyarakat. Efek domino pun tak mampu dihindarkan. Masyarakat mengalami kemiskinan, gangguan kesehatan merebak. Termasuk di dalamnya adalah gizi buruk.
Sekitar tahun 1922, Inggris yang kala itu menjajah Qatar mulai melihat adanya potensi sumber daya alam menjanjikan, yakni minyak. Keberadaan minyak Qatar terus diamati oleh pimpinan Inggris, Mayor Frank Holmes. Sayangnya, kala itu pemerintah kolonial Inggris melarang Holmes untuk melakukan eksplorasi dan penggalian.
Pembatasan tersebut baru sedikit longgar pada tahun 1925. Ahli geologi Inggris yang bekerja di Anglo-Persian Oil Company atau APOC, George Martin Lees, mengunjungi Doha dan beberapa tempat lain di Qatar, tahun 1926. Namun, ia justru merasa sulit menemukan sumber minyak di sana.
Kekhawatiran APOC bertambah, sebab saingannya, Standard Oil Company of California asal Amerika Serikat telah menemukan cadangan minyak di Bahrain. Selanjutnya perusahaan tersebut dikhawatirkan akan terlebih dahulu menemukan ladang minyak di Qatar.
Pada 1933, APOC mengirimkan 2 ahli geologinya, P.T Cox dan E.W Shaw ke Qatar. Usai melakukan observasi selama kurang lebih 3 bulan, mereka menemukan potensi minyak menjanjikan di Kota Dukhan. Sama persis seperti apa yang ada di Bahrain.
Memasuki tahun 1940, minyak di Qatar mulai dieksplorasi dan diproduksi secara luas. Dalam sehari, negara tersebut mampu menghasilkan 4.000 barel minyak. Sayangnya, eksportasi harus terhenti akibat Perang Dunia ke-2, dan baru bisa dilakukan lagi pada 1949.
Pasca penemuan kilang minyak yang melimpah ruah, masyarakat Qatar mulai menuai hasilnya. Negara itu berhasil mengelola minyaknya sendiri dan memperbaiki kehidupan ekonominya. Anak-anak di Qatar mulai mendapat pendidikan dengan kualitas baik dan sejahtera.
Bahkan hari ini, pendapatan dari minyak dan gas membuat pendapatan per kapita rata-rata di Qatar mencapai lebih dari USD98,800, jauh melampaui Amerika Serikat atau Inggris" tulis Harrison Jacobs dalam How Qatar got so rich so fast pada 2015.
Menurut data yang diberikan oleh Worldometer, cadangan minyak yang dimiliki Qatar per tahun 2016 adalah 25.244.000.000 barel. Negara ini memasok 1,5% dari total minyak dunia. Selain minyak, Qatar juga bertindak sebagai pemasok gas alam. Diperkirakan, kapasitas produksi gas alam Qatar mencapai 126 juta ton per tahun pada 2027 nanti.
Cadangan minyak Qatar mungkin tidak sebesar Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Namun dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit, membuat negara ini menjadi kaya raya.
Menurut data BP Statistical Review of World Energy 2020, Qatar memiliki cadangan minyak sebesar 25,2 miliar barrel pada 2019. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan 20 tahun lalu yang hanya mencapai 13,1 miliar barrel.
Angka produksi minyak per hari Qatar mencapai 1,8 juta barrel, lebih rendah daripada produksi 2018 sebanyak 1,9 juta barrel. Sementara itu, angka konsumsi minyak di Qatar hanya mencapai 346.000 barrel per hari.
(akr)