Di Webinar Partai Perindo, Peneliti Indef Ungkap Pemicu Startup di Indonesia Berangsur Bangkrut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan startup atau perusahaan rintisan teknologi di Indonesia saat ini seperti diterjang ombak besar. Banyak startup di antaranya mulai goyah hingga bangkrut dengan mem- PHK karyawan.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan saat awal kemunculannya, startup di Indonesia terus mengalami perkembangan yang jumlahnya mencapai ribuan dan berada di urutan ke-5 besar dunia.
"Jumlah startup (Indonesia) urutan ke- 5, perkembangan startup di Indonesia cukup pesat dengan jumlah mencapai 2.379," kata Nailul Huda dalam paparannya di webinar Partai Perindo bertajuk "Startup Mulai Berguguran, Ada Apa?" di Jakarta Jumat (10/6/2022).
Berada di peringkat ke-5 dunia dengan jumlah sebanyak 2,379 startup. Indonesia masih di bawah Amerika Serikat, India, United Kingdom (UK) atau Inggris dan Kanada yang mendominasi banyaknya jumlah startup di dunia.
"Indonesia cuma kalah dari Amerika, India, UK dan Kanada. China hanya punya 618 startup," ungkapnya.
Dikatakannya pada 2021 terjadi kenaikan yang cukup tajam dalam investasi ke startup digital Indonesia dari perusahaan modal ventura atau venture capital company di luar negeri.
"Tahun 2021, investasi startup mencapai puncaknya dengan Rp144,06 triliun atau naik hingga 195%," ungkapnya.
Akan tetapi memasuki tahun ini, beberapa startup mulai bertumbangan. Padahal, di masa pandemi Covid-19 begitu banyak masyarakat Indonesia yang mengandalkan digital online untuk belanja dan melakukan transaksi.
Pemicunya, suntikan dana dari luar negeri mulai menipis dan investor selektif dalam mencairkan fulus ke startup.
"Namun pada tahun 2022, tampaknya terjadi penurunan investasi dan hingga tengah tahun investasi ke startup Indonesia belum mencapai 50% dari tahun lalu," ucap Huda.
Ketika terjadi penurunan investasi karena adanya seleksi yang ketat dalam pendanaan dari luar negeri, startup di Indonesia malah jorjoran melakukan ekspansi pasarnya dan merekrut karyawan secara besar-besaran.
Suntikan dana dari luar negeri ke startup Indonesia menipis. Ia mencontohkan ada kebijakan baru di Amerika Serikat terkait pendanaan, sehingga investor yang menanamkan modalnya di Indonesia akan semakin berkurang dan selektif mencairkan dana.
"Nah, pada tahun ini mereka sepertinya gagal untuk mendapatkan pendanaan yang semakin selektif. Pendanaannya susah, tetapi mereka sudah terlanjur melakukan ekspansi pasar dan sudah meng-hire karyawan yang cukup masif," ujarnya.
Merosotnya investasi dari luar negeri menyebabnya keberadaan startup di Indonesia kelimpungan di tengah jalan. Akibatnya startup kalah saing karena tidak memiliki dana lagi hingga akhirnya mem-PHK karyawan.
"Efekya mereka tidak bisa beroperasional, tidak bisa memberikan insentif bagi konsumen, sehingga mereka melakukan efisiensi. Akhirnya dipilih jalan keluar yaitu mereka melepas karyawan secara masif," ungkapnya.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan saat awal kemunculannya, startup di Indonesia terus mengalami perkembangan yang jumlahnya mencapai ribuan dan berada di urutan ke-5 besar dunia.
"Jumlah startup (Indonesia) urutan ke- 5, perkembangan startup di Indonesia cukup pesat dengan jumlah mencapai 2.379," kata Nailul Huda dalam paparannya di webinar Partai Perindo bertajuk "Startup Mulai Berguguran, Ada Apa?" di Jakarta Jumat (10/6/2022).
Berada di peringkat ke-5 dunia dengan jumlah sebanyak 2,379 startup. Indonesia masih di bawah Amerika Serikat, India, United Kingdom (UK) atau Inggris dan Kanada yang mendominasi banyaknya jumlah startup di dunia.
"Indonesia cuma kalah dari Amerika, India, UK dan Kanada. China hanya punya 618 startup," ungkapnya.
Dikatakannya pada 2021 terjadi kenaikan yang cukup tajam dalam investasi ke startup digital Indonesia dari perusahaan modal ventura atau venture capital company di luar negeri.
"Tahun 2021, investasi startup mencapai puncaknya dengan Rp144,06 triliun atau naik hingga 195%," ungkapnya.
Akan tetapi memasuki tahun ini, beberapa startup mulai bertumbangan. Padahal, di masa pandemi Covid-19 begitu banyak masyarakat Indonesia yang mengandalkan digital online untuk belanja dan melakukan transaksi.
Pemicunya, suntikan dana dari luar negeri mulai menipis dan investor selektif dalam mencairkan fulus ke startup.
"Namun pada tahun 2022, tampaknya terjadi penurunan investasi dan hingga tengah tahun investasi ke startup Indonesia belum mencapai 50% dari tahun lalu," ucap Huda.
Ketika terjadi penurunan investasi karena adanya seleksi yang ketat dalam pendanaan dari luar negeri, startup di Indonesia malah jorjoran melakukan ekspansi pasarnya dan merekrut karyawan secara besar-besaran.
Suntikan dana dari luar negeri ke startup Indonesia menipis. Ia mencontohkan ada kebijakan baru di Amerika Serikat terkait pendanaan, sehingga investor yang menanamkan modalnya di Indonesia akan semakin berkurang dan selektif mencairkan dana.
"Nah, pada tahun ini mereka sepertinya gagal untuk mendapatkan pendanaan yang semakin selektif. Pendanaannya susah, tetapi mereka sudah terlanjur melakukan ekspansi pasar dan sudah meng-hire karyawan yang cukup masif," ujarnya.
Merosotnya investasi dari luar negeri menyebabnya keberadaan startup di Indonesia kelimpungan di tengah jalan. Akibatnya startup kalah saing karena tidak memiliki dana lagi hingga akhirnya mem-PHK karyawan.
"Efekya mereka tidak bisa beroperasional, tidak bisa memberikan insentif bagi konsumen, sehingga mereka melakukan efisiensi. Akhirnya dipilih jalan keluar yaitu mereka melepas karyawan secara masif," ungkapnya.
(uka)