Unicorn Bukan Jaminan Selamat dari Krisis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan rintisan, Gojek, membuktikan bahwa titel unicorn bukan jaminan aman dari ancaman krisis. Untuk itu, perlu langkah strategis dari korporasi untuk merespons secara cepat perubahan yang terjadi di dunia bisnis.
Pengurangan karyawan di perusahaan yang didirikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim ini bukan kali pertama terjadi pada startup di Tanah Air. Jauh sebelumnya, tepatnya pada September tahun lalu, e-commerce Bukalapak juga melakukan hal yang sama dengan alasan demi efisiensi.
Di sektor akomodasi, ada juga Airy Indonesia yang terpaksa gulung tikar. Perusahaan yang menyediakan layanan hotel low budget itu terkena imbas pandemi Covid-19 yang membuat mereka kehilangan okupansi. ”Sebenarnya tidak hanya Gojek yang terpengaruh, startup lain seperti Traveloka juga kena imbasnya,” ujar pakar pemasaran, Yuswohady, kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Bisnis aplikasi yang memanfaatkan kerumunan atau interaksi dengan masyarakat banyak terkena dampak besar di masa Covid-19. Yuswo menyarankan, agar bisa beradaptasi dengan kondisi terkini, perusahaan wajib berinovasi agar lebih efisien. “Ke depan aplikasi digital akan terus melihat momen yang efisien di masa pandemi Covid-19. Akan banyak inovasi baru pastinya yang membuat bisnis digital seperti ini berpikir keras. Misalnya layanan robot bisa menggantikan posisi manusia, apakah itu message atau antar barang sekalipun,” katanya.
Yuswo menilai, di masa pandemi Covid-19, di mana ada aturan pembatasan sosial, Gojek yang dalam bisnisnya melibatkan interaksi antarorang akan kesulitan menghadapinya. Hal ini karena konsumen lebih menghindari model transportasi online dengan alasan keselamatan dan menjaga jarak. “Makanya konsumen cenderung menghindari transportasi tipe seperti ini. Belum yang lain seperti layanan pijat atau yang sifatnya kerumunan,” ucapnya. (Baca: Pemulihan Eonomi Tidak Akan Berhasil Tanpa Investasi ke Alam)
Gojek Indonesia pada Selasa (23/6/2020) lalu mengumumkan PHK terhadap 430 karyawannya. Jumlah pemangkasan karyawan tersebut setara dengan 9% total karyawan Gojek yang mencapai 4.000 orang. Karyawan yang terkena PHK sebagian besar berasal dari divisi yang terkait dengan layanan GoLife dan GoFood Festival. Mereka akan meninggalkan Gojek sebagai bagian dari evaluasi terhadap struktur perusahaan secara keseluruhan.
"Fokus pada layanan inti, menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi, dan mengambil keputusan berani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan prioritas pelanggan akan memastikan kita dapat selalu membuat dampak positif bagi kehidupan jutaan orang serta juga memastikan pertumbuhan di masa mendatang," kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi kepada karyawan Gojek yang disampaikan melalui surat elektronik.
Keduanya mengakui, ke depan perjalanan perusahaan yang awalnya menjalankan bisnis transportasi online itu akan menjadi semakin sulit karena harus berpisah dengan 430 karyawan yang selama ini menjadi rekan kerja.
Andre Soelistyo menambahkan, Gojek telah melakukan berbagai langkah untuk mengoptimalkan perusahaan supaya dapat terus tumbuh dan memiliki dampak. Dia mengakui, perusahaan tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi saat ini.
“Kami sekarang membayar untuk itu. Tidak, karena setidaknya saya bisa punya kesempatan dan kehormatan untuk bekerja sama dengan banyak sekali individu istimewa dan memiliki banyak potensi untuk menjalankan misi kita bersama meski hanya dalam waktu singkat,” ujarnya.
Pengurangan karyawan di perusahaan yang didirikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim ini bukan kali pertama terjadi pada startup di Tanah Air. Jauh sebelumnya, tepatnya pada September tahun lalu, e-commerce Bukalapak juga melakukan hal yang sama dengan alasan demi efisiensi.
Di sektor akomodasi, ada juga Airy Indonesia yang terpaksa gulung tikar. Perusahaan yang menyediakan layanan hotel low budget itu terkena imbas pandemi Covid-19 yang membuat mereka kehilangan okupansi. ”Sebenarnya tidak hanya Gojek yang terpengaruh, startup lain seperti Traveloka juga kena imbasnya,” ujar pakar pemasaran, Yuswohady, kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Bisnis aplikasi yang memanfaatkan kerumunan atau interaksi dengan masyarakat banyak terkena dampak besar di masa Covid-19. Yuswo menyarankan, agar bisa beradaptasi dengan kondisi terkini, perusahaan wajib berinovasi agar lebih efisien. “Ke depan aplikasi digital akan terus melihat momen yang efisien di masa pandemi Covid-19. Akan banyak inovasi baru pastinya yang membuat bisnis digital seperti ini berpikir keras. Misalnya layanan robot bisa menggantikan posisi manusia, apakah itu message atau antar barang sekalipun,” katanya.
Yuswo menilai, di masa pandemi Covid-19, di mana ada aturan pembatasan sosial, Gojek yang dalam bisnisnya melibatkan interaksi antarorang akan kesulitan menghadapinya. Hal ini karena konsumen lebih menghindari model transportasi online dengan alasan keselamatan dan menjaga jarak. “Makanya konsumen cenderung menghindari transportasi tipe seperti ini. Belum yang lain seperti layanan pijat atau yang sifatnya kerumunan,” ucapnya. (Baca: Pemulihan Eonomi Tidak Akan Berhasil Tanpa Investasi ke Alam)
Gojek Indonesia pada Selasa (23/6/2020) lalu mengumumkan PHK terhadap 430 karyawannya. Jumlah pemangkasan karyawan tersebut setara dengan 9% total karyawan Gojek yang mencapai 4.000 orang. Karyawan yang terkena PHK sebagian besar berasal dari divisi yang terkait dengan layanan GoLife dan GoFood Festival. Mereka akan meninggalkan Gojek sebagai bagian dari evaluasi terhadap struktur perusahaan secara keseluruhan.
"Fokus pada layanan inti, menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi, dan mengambil keputusan berani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan prioritas pelanggan akan memastikan kita dapat selalu membuat dampak positif bagi kehidupan jutaan orang serta juga memastikan pertumbuhan di masa mendatang," kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi kepada karyawan Gojek yang disampaikan melalui surat elektronik.
Keduanya mengakui, ke depan perjalanan perusahaan yang awalnya menjalankan bisnis transportasi online itu akan menjadi semakin sulit karena harus berpisah dengan 430 karyawan yang selama ini menjadi rekan kerja.
Andre Soelistyo menambahkan, Gojek telah melakukan berbagai langkah untuk mengoptimalkan perusahaan supaya dapat terus tumbuh dan memiliki dampak. Dia mengakui, perusahaan tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi saat ini.
“Kami sekarang membayar untuk itu. Tidak, karena setidaknya saya bisa punya kesempatan dan kehormatan untuk bekerja sama dengan banyak sekali individu istimewa dan memiliki banyak potensi untuk menjalankan misi kita bersama meski hanya dalam waktu singkat,” ujarnya.