Lindungi Industri Tersisa, Cukai Rokok Dinilai Tak Perlu Naik
loading...
A
A
A
“Menjaga kesehatan masyarakat tidak bisa hanya dengan menaikkan tarif cukai setinggi tingginya. Sebab, jika cukai rokok dinaikan, itu tidak akan menghentikan masyarakat mengkonsumsi rokok. Masyarakat tetap mengkonsumsi rokok, namun beralih ke rokok illegal atau rokok import yang tidak bayar cukai," ungkapnya.
"Ini lebih berbahaya lagi. Dalam rangka menaikan pendapatan negara lewat cukai rokok dan menghentikan masyarakat mengkonsumsi rokok, yang terjadi penerimaan negara dari cukai rokok turun, masyarakat tetap mengkonsumsi rokok, hanya rokok illegal. Yang diperlukan adalah pembinaan juga terhadap industri rokok sebagaimana yang telah terjadi saat ini,” papar Prof Chandra Fajri Ananda.
Road Map Cukai
Doktior lulusan salah satu universitas terbaik di Jerman, ini juga sepakat dengan permintaan para pelaku industri hasil tembakau, agar di tahun 2020 ini pemerintah tidak menaikan cukai rokok. Hal ini karena kondisi perekonomian yang berat, daya beli masyarakat yang rendah. Karena itu semua pelaku industri perlu mendapatkan stimulus perekonomian dari pemerintah. Termasuk sektor industri rokok.
“Pemerintah di satu sisi perlu penerimaan negara, lewat cukai. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mempertahankan industri yang menyerap tenaga kerja yang banyak. Agar tidak menambah jumlah pengangguran dan tidak menambah jumlah orang miskin. Karena itu saya yakin pemerintah akan bijaksana. Yang terbaik, untuk tahun 2020 ini memang pemerintah tidak menaikan cukai rokok," jelasnya.
"Karena meski industri hasil tembakau bertahan di masa krisis, tetap mengalami kesulitan di bidang distribusi, baik distribusi hasil produksi maupun distribusi sumber bahan baku, karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Jadi, sebaiknya memang cukai rokok tahun ini tidak naik. Dan saya yakin pemerintah bijaksana, memahami kesulitan pelaku industri termasuk industri rokok atau industri hasil tembakau,” terangnya
Terhadap kekhawatiran para pelaku industri rokok, kejadian tahun 2019 terulang kembali. Tahun 2018 pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, namun tahun 2019 pemerintah menaikan cukai rokok dengan persentase yang sangat besar. Fajri Ananda, berpendapat hal tersebut tidak akan terjadi lagi apabila masing -masing pihak duduk Bersama, dan berdiskusi.
“Pemerintah dan perwakilan masyarakat pelaku industri hasil tembakau perlu duduk Bersama. Sampaikan apa kebutuhan pemerintah dan apa kebutuhan masyarakat. Jika semua duduk Bersama, sebelum memutuskan persentase kenaikan cukai, saya yakin kenaikan cukai tidak akan besar dan bisa diterima semua pihak,” papar Fajri Ananda.
Untuk itu, guru besar FEB Universitas Brawijaya ini, mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membuat peta jalan atau road map cukai. Jika sudah ada road map cukai, setiap tahun pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi diributkan oleh polemik berapa persentasi kenaikan cukai dan produk apa saja yang dikenai cukai.
Dengan adanya road map cukai, kebutuhan penerimaan negara dari cukai tidak perlu dibebankan kepada beberapa komoditas, Tapi ada produk atau komoditas lain yang terus digali untuk dikenai cukai,Sehingga penerimaan negara dari cukai bisa ditingkatkan dan divariasikan.
"Ini lebih berbahaya lagi. Dalam rangka menaikan pendapatan negara lewat cukai rokok dan menghentikan masyarakat mengkonsumsi rokok, yang terjadi penerimaan negara dari cukai rokok turun, masyarakat tetap mengkonsumsi rokok, hanya rokok illegal. Yang diperlukan adalah pembinaan juga terhadap industri rokok sebagaimana yang telah terjadi saat ini,” papar Prof Chandra Fajri Ananda.
Road Map Cukai
Doktior lulusan salah satu universitas terbaik di Jerman, ini juga sepakat dengan permintaan para pelaku industri hasil tembakau, agar di tahun 2020 ini pemerintah tidak menaikan cukai rokok. Hal ini karena kondisi perekonomian yang berat, daya beli masyarakat yang rendah. Karena itu semua pelaku industri perlu mendapatkan stimulus perekonomian dari pemerintah. Termasuk sektor industri rokok.
“Pemerintah di satu sisi perlu penerimaan negara, lewat cukai. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mempertahankan industri yang menyerap tenaga kerja yang banyak. Agar tidak menambah jumlah pengangguran dan tidak menambah jumlah orang miskin. Karena itu saya yakin pemerintah akan bijaksana. Yang terbaik, untuk tahun 2020 ini memang pemerintah tidak menaikan cukai rokok," jelasnya.
"Karena meski industri hasil tembakau bertahan di masa krisis, tetap mengalami kesulitan di bidang distribusi, baik distribusi hasil produksi maupun distribusi sumber bahan baku, karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Jadi, sebaiknya memang cukai rokok tahun ini tidak naik. Dan saya yakin pemerintah bijaksana, memahami kesulitan pelaku industri termasuk industri rokok atau industri hasil tembakau,” terangnya
Terhadap kekhawatiran para pelaku industri rokok, kejadian tahun 2019 terulang kembali. Tahun 2018 pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, namun tahun 2019 pemerintah menaikan cukai rokok dengan persentase yang sangat besar. Fajri Ananda, berpendapat hal tersebut tidak akan terjadi lagi apabila masing -masing pihak duduk Bersama, dan berdiskusi.
“Pemerintah dan perwakilan masyarakat pelaku industri hasil tembakau perlu duduk Bersama. Sampaikan apa kebutuhan pemerintah dan apa kebutuhan masyarakat. Jika semua duduk Bersama, sebelum memutuskan persentase kenaikan cukai, saya yakin kenaikan cukai tidak akan besar dan bisa diterima semua pihak,” papar Fajri Ananda.
Untuk itu, guru besar FEB Universitas Brawijaya ini, mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membuat peta jalan atau road map cukai. Jika sudah ada road map cukai, setiap tahun pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi diributkan oleh polemik berapa persentasi kenaikan cukai dan produk apa saja yang dikenai cukai.
Dengan adanya road map cukai, kebutuhan penerimaan negara dari cukai tidak perlu dibebankan kepada beberapa komoditas, Tapi ada produk atau komoditas lain yang terus digali untuk dikenai cukai,Sehingga penerimaan negara dari cukai bisa ditingkatkan dan divariasikan.