Backlog Perumahan Tembus 12,75 Juta, Sri Mulyani: Daya Beli Tak Sebanding Harga Rumah

Rabu, 06 Juli 2022 - 13:58 WIB
loading...
Backlog Perumahan Tembus 12,75 Juta, Sri Mulyani: Daya Beli Tak Sebanding Harga Rumah
Backlog perumahan tercatat sebesar 12,75 juta. Itu artinya terang Sri Mulyani, ada antrean yang membutuhkan rumah. Namun Purchasing power mereka dibandingkan harga rumah lebih tinggi, sehingga tinggal di mertua. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyoroti kebutuhan papan atau tempat tinggal di Indonesia yang masih menjadi tantangan yang membutuhkan jawaban luar biasa dari semua stakeholder. Persoalan papan Indonesia ada dari supply dan demand side.

"Pasar hanya bisa tercipta kalau dua sisi ini bertemu, tapi kalau ada constraint, mereka tidak ketemu. Atau bertemu di level equilibrium yang tidak mencerminkan kebutuhan papan," ujar Sri Mulyani dalam Webinar Road to G20 - Securitization Summit 2022 Day 1 di Jakarta, Rabu (6/7/2022).



Bahkan backlog perumahan tercatat sebesar 12,75 juta. Itu artinya terang Sri Mulyani, ada antrean yang membutuhkan rumah apalagi Indonesia demografinya masih relatif muda. Generasi muda ini akan berumah tangga, membutuhkan rumah tapi tidak bisa afford mendapatkan rumah.

"Purchasing power mereka dibandingkan harga rumah nya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau ga punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi," ungkap Sri Mulyani.

Terlebih saat ini, kata dia, dari sisi supply juga ada masalah. Harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya. Padahal diterangkan kontribusi sektor perumahan dan sharenya terhadap APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) cukup signifikan, apalagi ditambah dengan aspek penciptaan kesempatan kerja.

"Dia punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13%. Namun, ini belum klop. Kita punya gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas," bebernya.

"If you can exercise your demand, it means you have purchasing power. Saya bermimpi punya rumah dan saya berencana punya rumah, keduanya berbeda, mimpi ya mimpi, kalau berencana ya berarti sudah ada daya belinya untuk mengeksekusi rencananya," terang Sri.



Maka dari itu, menjembatani gap tersebut menjadi langkah penting bagi pemerintah. Dari sisi Kemenkeu, telah diberikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menggunakan instrumen keuangan negara.

"Pertama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah, atau pembebasan PPN dan pengenaan PPN 1% final untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan dalam situasi pandemi untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan agar tidak terpukul sangat dalam oleh dampak pandemi," tambah Sri.

Semua sektor, kata Sri Mulyani, mengalami dampak akibat pandemi COVID-19 yang luar biasa, tidak terkecuali sektor perumahan yang credit growthnya menurun sangat tajam hingga hanya sepertiga dari pertumbuhan 2019 di 2020.

Maka untuk bisa menjadi shock absorber dan counter cyclical, APBN keuangan negara melakukan berbagai upaya, termasuk memberikan kemudahan dan keringanan dalam bentuk keringanan PPN tersebut.

"Kita juga dalam hal ini membuat skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi. Kita juga menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, yang sering disebut dalam APBN itu FLPP. Juga ada subsidi selisih bunga (SSB) dan membuat bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan, yang kita seolah-olah nabung padahal itu nyicil rumah," jelasnya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1636 seconds (0.1#10.140)