Utang Indonesia Capai Rp7.040 Triliun, Ekonom: Risiko Ini Harus Diantisipasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Utang Indonesia yang sudah mencapai Rp7.040 triliun dinilai masih aman dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara maju. Di sisi lain akibat utang segunung, Sri Lanka yang dihantam krisis sedang berada di ambang kebangkrutan karena tidak mampu memenuhi kewajiban utangnya.
"Kita (Indonesia) rasio utangnya 38.88 persen dari PDB, untuk keseluruhan utang kita ini jauh lebih rendah ketimbang tadi berbagai negara maju di atas 100 persen," tutur Ekonom Lembaga Penyelidikan dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky dalam Market Review, IDX Channel, Rabu (13/7/2022).
Teuku membeberkan, bahwa yang sudah dilakukan pemerintah saat ini sudah cukup baik. Menurutnya, dalam pengelolaan utang ke depannya ada beberapa risiko yang perlu diantisipasi oleh pemerintah.
"Satu adalah pengetatan kebijakan moneter secara global, ini membuat penerbitan utang ke depannya ini relatif lebih mahal dari sisi suku bunganya. Ini pemerintah perlu perhatikan jangan sampai kemudian akumulasi utang kedepan meningkatkan beban bunga utang kita secara drastis," ujarnya.
Lebih lanjut Teuku Riefky menjelaskan, bahwa yang membuat beberapa negara bangkrut yakni, terutama negara dengan tingkat utang yang tinggi dan juga tingkat impor produk-produk energi dan komoditas pangan yang tinggi. Hingga akhirnya menyebabkan negara tersebut mengalami kebangkrutan atau gagal bayar dari hutang yang dimiliki.
"Karena harga impornya tadi kemudian melonjak lalu kemampuan fiskal nya dalam menyerap beban bunga utang ini semakin rendah. Ini juga sebagai dampak lanjutan dari Covid-19," kata Teuku.
Teuku menilai, Republik Indonesia masih dalam negara yang relatif diuntingkan dari situasi juga kondisi saat ini. Menurut ia, sebagian besar negara di seluruh dunia berkutat dalam permasalahan tingginya harga-harga komoditas dan pangan.
"Dari sisi fiskal pemerintah perlu menambah subsidi dan jaring pengaman sosial," katanya.
Sementara itu sebelumnya A - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa perihal pembayaran utang luar negeri, Indonesia tidak akan bernasib seperti Sri Lanka. Menkeu menegaskan, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan situasi Sri Lanka yang menghadapi krisis utang.
"Pembiayaan utang Indonesia justru menurun dari tahun lalu. Hingga Maret 2022, pembiayaan utang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp149,6 triliun," ujar Sri dalam konferensi pers APBN KITA, dikutip Kamis (21/4).
"Kita (Indonesia) rasio utangnya 38.88 persen dari PDB, untuk keseluruhan utang kita ini jauh lebih rendah ketimbang tadi berbagai negara maju di atas 100 persen," tutur Ekonom Lembaga Penyelidikan dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky dalam Market Review, IDX Channel, Rabu (13/7/2022).
Teuku membeberkan, bahwa yang sudah dilakukan pemerintah saat ini sudah cukup baik. Menurutnya, dalam pengelolaan utang ke depannya ada beberapa risiko yang perlu diantisipasi oleh pemerintah.
"Satu adalah pengetatan kebijakan moneter secara global, ini membuat penerbitan utang ke depannya ini relatif lebih mahal dari sisi suku bunganya. Ini pemerintah perlu perhatikan jangan sampai kemudian akumulasi utang kedepan meningkatkan beban bunga utang kita secara drastis," ujarnya.
Lebih lanjut Teuku Riefky menjelaskan, bahwa yang membuat beberapa negara bangkrut yakni, terutama negara dengan tingkat utang yang tinggi dan juga tingkat impor produk-produk energi dan komoditas pangan yang tinggi. Hingga akhirnya menyebabkan negara tersebut mengalami kebangkrutan atau gagal bayar dari hutang yang dimiliki.
"Karena harga impornya tadi kemudian melonjak lalu kemampuan fiskal nya dalam menyerap beban bunga utang ini semakin rendah. Ini juga sebagai dampak lanjutan dari Covid-19," kata Teuku.
Teuku menilai, Republik Indonesia masih dalam negara yang relatif diuntingkan dari situasi juga kondisi saat ini. Menurut ia, sebagian besar negara di seluruh dunia berkutat dalam permasalahan tingginya harga-harga komoditas dan pangan.
"Dari sisi fiskal pemerintah perlu menambah subsidi dan jaring pengaman sosial," katanya.
Sementara itu sebelumnya A - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa perihal pembayaran utang luar negeri, Indonesia tidak akan bernasib seperti Sri Lanka. Menkeu menegaskan, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan situasi Sri Lanka yang menghadapi krisis utang.
"Pembiayaan utang Indonesia justru menurun dari tahun lalu. Hingga Maret 2022, pembiayaan utang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp149,6 triliun," ujar Sri dalam konferensi pers APBN KITA, dikutip Kamis (21/4).
(akr)