Muda Usia Harus Matang Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masuknya sejumlah nama dari kalangan milenial di posisi komisaris dan direksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dibuktikan dengan kerja nyata. Apalagi di tengah tantangan transformasi bisnis digital di semua sektor yang menuntut perubahan sangat cepat.
Penunjukkan anak-anak muda ini hendaknya juga tetap diikuti dengan profesionalisme serta menghindari adanya konflik kepentingan. Jangan sampai, penempatan sosok milenial di BUMN hanya simbol semata untuk mencitrakan sebuah perusahaan bergerak dinamis.
Di samping itu, jangan pula sampai terjadi penunjukan kaum milenial di kemudian hari justru menuai kontroversi seperti dialami staf khusus Presiden Joko Widodo beberapa bulan lalu. Untuk itu, perlu ditekankan bahwa bagaimanapun, integritas dan kapabilitas direksi dan komisaris milenial adalah nomor satu.
Pakar manajemen dari PPM School of Management Wahyu Tri Setyobudi mengatakan, kehadiran kaum milenial di jajaran tertinggi BUMN baik itu level direktur atau komisaris memberi pesan yang kuat bahwa pemerintah ingin mendobrak cara-cara lama dalam memantapkan transformasi organisasi. Cara tersebut, kata dia, agar BUMN siap menghadapi tantangan baru di masa depan. (Baca: Era new Normal, HIPMI Harus Beradaptasi Secara Bisnis dan Organisasi)
Menurutnya, era baru membutuhkan adaptasi menyeluruh bukan hanya dari sisi program kerja, namun mendasar pada mindset yang kemudian akan menjadi budaya. Dalam hal ini, diperlukan budaya yang terbuka, efisiensi, kolaborasi, dan agility (ketangkasan) agar organisasi bisa bertahan dan unggul.
“Untuk itu dibutuhkan kombinasi yang tepat antara generasi yang lebih senior, matang pengalaman, menguasai medan dan memiliki jaringan, dengan generasi milenial yang pendobrak, inovatif dan high achiever,” kata Wahyu kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN dalam beberapa pekan terakhir mengangkat direktur dan komisaris baru di lingkungan perusahaan pelat merah. Beberapa di antaranya adalah Fajrin Rasyid (34) tahun, yang dipercaya menjadi Direktur Digital Telkom; Fadli Rahman (33) menjadi Komisaris Pertamina Hulu Energi; Adrian Zakhary (33) sebagai Komisaris PTPN VIII, dan Septian Hario Seto (36) yang didapuk sebagai Komisaris BNI.
Wahyu menambahkan, para milenial ini tidak dapat hanya sekadar berbekal status kesuksesan di masa lalu. Namun, perlu menunjukkan kualitas kepemimpinan yang cukup besar untuk mengendalikan organisasi. Selain itu, jangan sampai terjadi pergerakan milenial yang biasanya ingin ‘berlari’ namun perusahaan sebagai kendaraannya justru tidak cukup untuk mendorong kecepatan perubahan yang diinginkan.
“Ini perlu diperhatikan agar strategi yang dikeluarkan tidak terasa absurd, dan mendelegitimasi kompetensi para milenial di jajaran direksi tersebut,” katanya. (Baca juga: Gara-gara Corona, 50% UMKM Berpotensi Gulung Tikar)
Pakar Marketing Yuswohady berpendapat, masuknya generasi muda ke level direksi di lingkungan BUMN merupakan tren yang tidak bisa dihindarkan. Menurutnya, ke depan usia direksi akan semakin muda dibandingkan saat ini.
Penunjukkan anak-anak muda ini hendaknya juga tetap diikuti dengan profesionalisme serta menghindari adanya konflik kepentingan. Jangan sampai, penempatan sosok milenial di BUMN hanya simbol semata untuk mencitrakan sebuah perusahaan bergerak dinamis.
Di samping itu, jangan pula sampai terjadi penunjukan kaum milenial di kemudian hari justru menuai kontroversi seperti dialami staf khusus Presiden Joko Widodo beberapa bulan lalu. Untuk itu, perlu ditekankan bahwa bagaimanapun, integritas dan kapabilitas direksi dan komisaris milenial adalah nomor satu.
Pakar manajemen dari PPM School of Management Wahyu Tri Setyobudi mengatakan, kehadiran kaum milenial di jajaran tertinggi BUMN baik itu level direktur atau komisaris memberi pesan yang kuat bahwa pemerintah ingin mendobrak cara-cara lama dalam memantapkan transformasi organisasi. Cara tersebut, kata dia, agar BUMN siap menghadapi tantangan baru di masa depan. (Baca: Era new Normal, HIPMI Harus Beradaptasi Secara Bisnis dan Organisasi)
Menurutnya, era baru membutuhkan adaptasi menyeluruh bukan hanya dari sisi program kerja, namun mendasar pada mindset yang kemudian akan menjadi budaya. Dalam hal ini, diperlukan budaya yang terbuka, efisiensi, kolaborasi, dan agility (ketangkasan) agar organisasi bisa bertahan dan unggul.
“Untuk itu dibutuhkan kombinasi yang tepat antara generasi yang lebih senior, matang pengalaman, menguasai medan dan memiliki jaringan, dengan generasi milenial yang pendobrak, inovatif dan high achiever,” kata Wahyu kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN dalam beberapa pekan terakhir mengangkat direktur dan komisaris baru di lingkungan perusahaan pelat merah. Beberapa di antaranya adalah Fajrin Rasyid (34) tahun, yang dipercaya menjadi Direktur Digital Telkom; Fadli Rahman (33) menjadi Komisaris Pertamina Hulu Energi; Adrian Zakhary (33) sebagai Komisaris PTPN VIII, dan Septian Hario Seto (36) yang didapuk sebagai Komisaris BNI.
Wahyu menambahkan, para milenial ini tidak dapat hanya sekadar berbekal status kesuksesan di masa lalu. Namun, perlu menunjukkan kualitas kepemimpinan yang cukup besar untuk mengendalikan organisasi. Selain itu, jangan sampai terjadi pergerakan milenial yang biasanya ingin ‘berlari’ namun perusahaan sebagai kendaraannya justru tidak cukup untuk mendorong kecepatan perubahan yang diinginkan.
“Ini perlu diperhatikan agar strategi yang dikeluarkan tidak terasa absurd, dan mendelegitimasi kompetensi para milenial di jajaran direksi tersebut,” katanya. (Baca juga: Gara-gara Corona, 50% UMKM Berpotensi Gulung Tikar)
Pakar Marketing Yuswohady berpendapat, masuknya generasi muda ke level direksi di lingkungan BUMN merupakan tren yang tidak bisa dihindarkan. Menurutnya, ke depan usia direksi akan semakin muda dibandingkan saat ini.