5 Tambang Harta Karun yang Kembali ke Pangkuan Pertiwi, Nomor 3 Diwarnai Lakon Papa Minta Saham

Minggu, 07 Agustus 2022 - 07:30 WIB
loading...
5 Tambang Harta Karun yang Kembali ke Pangkuan Pertiwi, Nomor 3 Diwarnai Lakon Papa Minta Saham
Freeport jadi salah satu tambang yang kembali dikuasai Indonesia. Foto/Antara
A A A
JAKARTA - Tambang-tambang besar yang sebelumnya dikuasai asing, satu per satu kembali ke dalam pangkuan ibu pertiwi. Hingga kini setidaknya ada enam tambang harta karun , baik minyak maupun mineral dan batu bara, yang berhasil direbut kembali republik ini.



Memang, sejak lebih dari dua dekade lalu Indonesia terus berupaya mengembalikan penguasaan tambang-tambang besar yang selama ini diduduki asing. Upaya itu dilakukan dengan berbagai pertimbangan, mulai dari ingin mengembalikan seluruh manfaat tambang buat rakyat Indonesia, hingga ingin membuktikan diri bahwa republik ini memiliki kemampuan teknologi dalam mengelola pertambangan.

Penguasaan kembali tambang yang sebelumnya dikolala asing tak hanya dilakukan oleh pemerintah lewat badan usaha milik negara (BUMN), namun juga oleh perusahaan swasta nasional yang dimiliki oleh orang Indonesia. Intinya, tambang-tambang besar itu kembali menjadi milik bangsa dan negara Indonesia.

Berikut lima tambang besar yang kembali dikuasai oleh Indonesia:

1. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum

Inalum berhasil direbut Indonesia dari Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd (NAA) pada akhir 2013. Namun proses pengembaliannya sudah intens dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Kembalinya Inalum merupakan "pecah telor" dari tambang-tambang yang dikuasai asing.

Indonesia benar-benar menyapu bersih kepemilikan Nippon Asahan di Inalum dengan menguasai 100% sahamnya. Padahal saat berdiri pada 1976 Indonesia hanya mengempit 10% saham Inalum, sisanya dimiliki oleh Nippon Asahan. Investasi awal Inalum sendiri mencapai 411 miliar yen.

Peluang penguasaan Inalum oleh Indonesia bagaimanapun memang tergantung oleh pihak Indonesia sendiri. Pasalnya, keberadaan Nipon Asahan di Inalum berdasarkan kontrak kerja sama, dan kontrak itu berakhir pada 31 Oktober 2013.

Pemerintah kemudian memilih untuk tak memperpanjang kontrak itu setelah Nippon Asahan bercokol sekitar 37 tahun. Penebusan Inalum juga tak cukup bermodal kemauan politik belaka, tapi juga dana yang lumayan besar. Indonesia harus merogoh kocek USD556,7 juta atau Rp6,68 triliun untuk mengambil alih kepemilikan Nippon Asahan dari Inalum.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1853 seconds (0.1#10.140)