Subsidi BBM dan LPG Rp502 Triliun, Banggar DPR: Realokasi Anggaran Bisa Buat Pangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran DPR RI , Said Abdullah mengungkapkan, anggaran subsidi energi yang mencakup di dalamnya BBM mencapai Rp502,4 triliun bisa dialokasikan untuk memperkuat ketahanan pangan. Alasannya, Indonesia masih menghadapi ancaman kerawanan di sektor ini.
Ini menyambung hitungannya jika angka tersebut dialokasikan selain untuk mensubsidi energi. Dengan kata lain, BBM tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Kita masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan tinggi. Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras," kata Said di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Tapi untuk komoditas lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan beberapa lainnya masih dilakukan impor. Di sisi ini menurut Said perlu juga diperhatikan oleh pemerintah.
"Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai risiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," terang dia.
Said mendukung, pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran subsidi energi ke sektor-sektor yang diperlukan masyarakat miskin. Diantaranya, bantuan langsung tunai (BLT), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM, fasilitas Kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat.
"Artinya Subsidi dialihkan dari si kaya ke si Miskin yang benar benar membutuhkan. Kebijakan ini juga bisa meredam tekanan inflasi yang sangat rentan terhadap rumah tangga miskin," ujar dia.
Tak berhenti disitu, Said menyebut, subsidi energi dengan nilai besar ini juga bisa menyasar sektor lain. Misalnya UMKM dan upaya konversi energi.
Guna mendorong barang produksi UMKM yang menopang konsumsi sehari-hari rakyat, pengalihan dana subsidi bisa difokuskan ke subsidi BBM ke UMKM. Langkah ini bisa dengan menyusun langkah teknis bersamaan dengan integrasi dengan keseluruh program perlindungan sosial.
Kemudian, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan kita pada suplai impor minyak bumi.
"Konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, padahal kita tahu lokasi lubang tersebut," tuturnya.
Menurutnya, latar kebijakan ini penting untuk diketahuai masyarakat agar bisa dimengerti dan dipahami. Akhirnya diharapkan mampu meyakini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi (solar dan pertalite) bukan semata urusan fiskal APBN.
"Tapi sekali lagi mengalihkan agar lebih tepat sasaran dan masyarakat bawah lebih berdaya secara ekonomi," tutupnya.
Ini menyambung hitungannya jika angka tersebut dialokasikan selain untuk mensubsidi energi. Dengan kata lain, BBM tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Kita masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan tinggi. Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras," kata Said di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Tapi untuk komoditas lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan beberapa lainnya masih dilakukan impor. Di sisi ini menurut Said perlu juga diperhatikan oleh pemerintah.
"Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai risiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," terang dia.
Said mendukung, pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran subsidi energi ke sektor-sektor yang diperlukan masyarakat miskin. Diantaranya, bantuan langsung tunai (BLT), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM, fasilitas Kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat.
"Artinya Subsidi dialihkan dari si kaya ke si Miskin yang benar benar membutuhkan. Kebijakan ini juga bisa meredam tekanan inflasi yang sangat rentan terhadap rumah tangga miskin," ujar dia.
Tak berhenti disitu, Said menyebut, subsidi energi dengan nilai besar ini juga bisa menyasar sektor lain. Misalnya UMKM dan upaya konversi energi.
Guna mendorong barang produksi UMKM yang menopang konsumsi sehari-hari rakyat, pengalihan dana subsidi bisa difokuskan ke subsidi BBM ke UMKM. Langkah ini bisa dengan menyusun langkah teknis bersamaan dengan integrasi dengan keseluruh program perlindungan sosial.
Kemudian, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan kita pada suplai impor minyak bumi.
"Konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, padahal kita tahu lokasi lubang tersebut," tuturnya.
Menurutnya, latar kebijakan ini penting untuk diketahuai masyarakat agar bisa dimengerti dan dipahami. Akhirnya diharapkan mampu meyakini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi (solar dan pertalite) bukan semata urusan fiskal APBN.
"Tapi sekali lagi mengalihkan agar lebih tepat sasaran dan masyarakat bawah lebih berdaya secara ekonomi," tutupnya.
(akr)