Mengungkap 5 Penyebab Perlambatan Ekonomi China
loading...
A
A
A
1. Zero Covid Jadi Malapetaka
Wabah Covid di beberapa kota, termasuk pusat manufaktur seperti Shenzhen dan Tianjin telah mengganggu aktivitas ekonomi pada berbagai industri. Orang-orang tidak menghabiskan uang untuk hal-hal seperti makanan dan minuman, ritel atau pariwisata, hingga menempatkan layanan utama di bawah tekanan.
Dari sisi manufaktur, aktivitas pabrik tampaknya telah naik kembali pada bulan September, menurut Biro Statistik Nasional. Rebound bisa terjadi karena pemerintah lebih banyak belanja infrastruktur.
Tapi hal tersebut terjadi setelah dua bulan di mana manufaktur tidak berkembang. Dan itu menimbulkan pertanyaan, terutama sejak survei swasta menunjukkan bahwa aktivitas pabrik sebenarnya turun pada bulan September, dengan permintaan memukul output, pesanan baru dan lapangan kerja.
Permintaan di negara-negara seperti AS juga telah menyusut karena tingkat suku bunga yang lebih tinggi, inflasi dan perang di Ukraina. Para ahli sepakat bahwa Beijing dapat berbuat lebih banyak untuk merangsang ekonomi, tetapi tidak leluasa sampai kebijakan Zero-Covid berakhir.
"Tidak ada gunanya memompa uang ke dalam ekonomi, jika bisnis tidak dapat berkembang atau orang tidak dapat membelanjakan uangnya," kata Kepala ekonom Asia di S&P Global Ratings, Louis Kuijs.
2. Beijing Belum Berbuat Banyak
Beijing mulai bertindak, dimana pada bulan Agustus mengumumkan rencana 1 triliun yuan (USD203 miliar) untuk meningkatkan usaha kecil, infrastruktur dan real estate. Tetapi para pejabat dapat berbuat lebih banyak untuk memicu pengeluaran agar bisa mencapai target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja.
Termasuk di antaranya lebih banyak berinvestasi di infrastruktur, meringankan persyaratan pinjaman bagi individu, pengembang properti dan pemerintah daerah, serta keringanan pajak untuk rumah tangga.
"Respon pemerintah terhadap pelemahan ekonomi cukup sederhana dibandingkan dengan apa yang telah kita lihat selama serangan pelemahan ekonomi sebelumnya," kata Kuijs.
Wabah Covid di beberapa kota, termasuk pusat manufaktur seperti Shenzhen dan Tianjin telah mengganggu aktivitas ekonomi pada berbagai industri. Orang-orang tidak menghabiskan uang untuk hal-hal seperti makanan dan minuman, ritel atau pariwisata, hingga menempatkan layanan utama di bawah tekanan.
Dari sisi manufaktur, aktivitas pabrik tampaknya telah naik kembali pada bulan September, menurut Biro Statistik Nasional. Rebound bisa terjadi karena pemerintah lebih banyak belanja infrastruktur.
Tapi hal tersebut terjadi setelah dua bulan di mana manufaktur tidak berkembang. Dan itu menimbulkan pertanyaan, terutama sejak survei swasta menunjukkan bahwa aktivitas pabrik sebenarnya turun pada bulan September, dengan permintaan memukul output, pesanan baru dan lapangan kerja.
Permintaan di negara-negara seperti AS juga telah menyusut karena tingkat suku bunga yang lebih tinggi, inflasi dan perang di Ukraina. Para ahli sepakat bahwa Beijing dapat berbuat lebih banyak untuk merangsang ekonomi, tetapi tidak leluasa sampai kebijakan Zero-Covid berakhir.
"Tidak ada gunanya memompa uang ke dalam ekonomi, jika bisnis tidak dapat berkembang atau orang tidak dapat membelanjakan uangnya," kata Kepala ekonom Asia di S&P Global Ratings, Louis Kuijs.
2. Beijing Belum Berbuat Banyak
Beijing mulai bertindak, dimana pada bulan Agustus mengumumkan rencana 1 triliun yuan (USD203 miliar) untuk meningkatkan usaha kecil, infrastruktur dan real estate. Tetapi para pejabat dapat berbuat lebih banyak untuk memicu pengeluaran agar bisa mencapai target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja.
Termasuk di antaranya lebih banyak berinvestasi di infrastruktur, meringankan persyaratan pinjaman bagi individu, pengembang properti dan pemerintah daerah, serta keringanan pajak untuk rumah tangga.
"Respon pemerintah terhadap pelemahan ekonomi cukup sederhana dibandingkan dengan apa yang telah kita lihat selama serangan pelemahan ekonomi sebelumnya," kata Kuijs.