244 Iklan Produk dan Layanan Jasa Keuangan Disetop, OJK Ungkap Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) menyampaikan telah menghentikan penayangan atau menutup sekitar 244 iklan produk dan layanan jasa keuangan pada periode 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2022. iklan yang ditutup biasanya berisikan konten yang menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal.
"Periode 1 Januari 2022 sampai 31 Maret saja, sekitar 244 iklan yang ditemukan melanggar dari total 6.684 iklan yang kita lakukan pemantauan," ungkap Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi dalam Konferensi Pers di Gedung Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Dia merinci, pelanggaran iklan sektoral yang berasal dari industri perbankan sekitar 2,63%, industri keuangan non-bank (IKNB) 8,18%, dan industri pasar modal sebsesar 17,31%.
"Ini sudah kita sampaikan dan kemudian mereka melakukan penyesuaian atau bahkan menghentikan iklan tersebut," jelasnya.
Friderica menerangkan, pelanggaran iklan tersebut oleh pihaknya dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama adalah konten iklan tidak memuat informasi yang jelas yang bisa menyesatkan konsumen, kemudian yang kedua informasi yang disampaikan tidak akurat.
"Misalnya tahun lalu sudah mencapai sekian persen pertumbuhan, padahal enggak seperti itu dan sebagainya," tuturnya.
"Periode 1 Januari 2022 sampai 31 Maret saja, sekitar 244 iklan yang ditemukan melanggar dari total 6.684 iklan yang kita lakukan pemantauan," ungkap Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi dalam Konferensi Pers di Gedung Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Dia merinci, pelanggaran iklan sektoral yang berasal dari industri perbankan sekitar 2,63%, industri keuangan non-bank (IKNB) 8,18%, dan industri pasar modal sebsesar 17,31%.
"Ini sudah kita sampaikan dan kemudian mereka melakukan penyesuaian atau bahkan menghentikan iklan tersebut," jelasnya.
Friderica menerangkan, pelanggaran iklan tersebut oleh pihaknya dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama adalah konten iklan tidak memuat informasi yang jelas yang bisa menyesatkan konsumen, kemudian yang kedua informasi yang disampaikan tidak akurat.
"Misalnya tahun lalu sudah mencapai sekian persen pertumbuhan, padahal enggak seperti itu dan sebagainya," tuturnya.
(uka)