Sulit Terjadi Kartel di Industri Minyak Goreng, Pemainnya Terlalu Banyak

Senin, 17 Oktober 2022 - 19:52 WIB
loading...
A A A
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menampik adanya dugaan kartel minyak goreng. Menurutnya, kecil sekali kemungkinan produsen sawit Indonesia bisa mengatur hargasawit di pasar global.

Sahat mengatakan, peningkatan harga minyak goreng terjadi karena adanya lonjakan harga acuan minyak kelapa sawit atau CPO di pasar global. “Di pasar global, jumlah produsen sawit ada 53 negara, mulai Amerika Latin, Oceania, Asia, dan Afrika. Kami juga menjelaskan bagaimana pengaruh antara minyaksawit dan 17 jenis minyak nabati dan lemak lain di pasar global,” papar dia.

Sahat menambahkan, Indonesia menjadi produsen CPO dunia dengan produksi tahunan mencapai lebih dari 46 juta ton. Meski demikian, Indonesia tak mampu mengendalikan harga ketika terjadi lonjakan harga CPO global yang turut berdampak pada naiknya harga berbagai produk turunannya, salah satunya minyak goreng.

Karena tingkat konsumsi dalam negeri yang lebih kecil dari luar negeri, Indonesia tidak bisa menjadi penentu harga (price leader) dari sawit. “Kami melihat, kita adalah produsen terbesar di dunia. Tapi, kita baru bisa menjadi price leader (penentu harga) apabila konsumsi domestik sudah mencapai 60% dari total produksi kita,” kata Sahat.

Hingga 2021, lanjutnya, porsi konsumsi pasar domestik terhadap produk minyak sawit sebanyak 35% dari total produksi. Itu sudah mengalami kenaikan dari 2019 lalu sebesar 31%. Adapun pada 2022, porsi konsumsi domestik diperkirakan naik menjadi 37%.

Meski terus mengalami kenaikan, porsi konsumsi domestik masih menjadi kendala bagi Indonesia untuk menjadi penentu harga dunia. Itu sebabnya, harga minyak goreng saat ini masih sangat tergantung pada situasi harga CPO global.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bahkan meyakini bahwa persoalan minyak goreng bukan disebabkan praktik kartel, seperti dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Menurut Gapki, kelangkaan stok dan lonjakan harga minyak goreng disebabkan fenomena panic buying. Sehingga, ketika ada stok minyak goreng, warga langsung menyerbu barang pokok tersebut.

“Kalau saya meyakini tidak ada masalah kartel, tetapi lebih baik KPPU yang membuktikan. Seharusnya masalah minyak goreng sudah teratasi, hanya panic buying,” ungkap Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono.

Sebelumnya, KPPU menduga 27 perusahaan melakukan kartel atau penetapan harga minyak goreng secara serempak. KPPU telah menyelidiki kasus dugaan kartel minyak goreng sejak 30 Maret 2022. Penyelidikan itu tertera dengan nomor register: 03-16/DH/KPPU.LID.I/III/2022 tentang Dugaan Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 terkait Produksi dan Pemasaran Minyak Goreng di Indonesia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3741 seconds (0.1#10.140)