PT PELNI Amankan Aset Tanah dan Bangunan di Makassar
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau PELNI berhasil mengamankan aset melalui proses pengadilan di Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah 6 tahun menjalani proses pengadilan, PELNI dinyatakan sah secara hukum sebagai pemilik aset tanah dan bangunan yang kini menjadi lokasi Kantor Cabang PELNI Makassar di Jalan Sawerigading No 14.
Manajemen PT PELNI menyatakan apresiasi kepada para penegak hukum yang telah memberikan putusan yang adil dan sesuai dengan fakta persidangan. Aset tanah dan bangunan milik PT PELNI dipersengketakan pertama kali ke Pengadilan Negeri Makassar pada 7 Desember 2012 oleh Abdul Karim bin Lambeng sebagai perkara pidata dengan nomor: 324/PDT.G/2012/PN.MKS. Dalam gugatannya, Abdul Karim bin Lambeng mengaku-aku sebagai pewaris tanah dan bangunan yang telah dibeli PT PELNI dari PT Djakarta Lloyd pada tahun 1996.
Pada putusan yang dibacakan Hakim Ketua Isjuaedi dan Hakim Anggota Maxi Sigarlaki dan Mahyuti, PN Makassar mengabulkan sebagian gugatan Abdul Karim bin Lambeng, yang diperkuat pula oleh Pengadilan Tinggi Makassar setelah upaya banding dari tim hukum PT PELNI.
Dalam perkembangannya, tim bantuan hukum PT PELNI yang dipimpin Agustinus Prima menemukan kejanggalan pada sejumlah dokumen yang disodorkan pihak Abdul Karim dalam persidangan dan melaporkannya dengan dugaan tindak pidana pemalsuan. "Terungkap dalam persidangan bahwa kejanggalan yang ditemukan oleh Tim Bantuan Hukum PELNI telah terbukti secara hukum," ujar Agustinus Prima Manager Bantuan Hukum PT PELNI di Jakarta, Senin (6/7/2020).
(Baca Juga: Operasional Kapal Saat New Normal, Ini Langkah Skenario Pelni)
Menurut Agustinus, pihaknya sudah yakin sejak awal bahwa kejanggalan itu akan terbukti di aparat Penegak Hukum. PN Makassar pun mengadili dugaan pemalsuan dengan nomor perkara 1541/PID.B/2019/PN.Mks Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa Abdul Karim bin Lambeng mencantumkan akta kematian sebagai bukti di pengadilan yang ternyata tidak tercatat dalam Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar.
Putusan persidangan yang dibacakan pada 22 April 2020 lalu menyatakan bahwa Abdul Karim bin Lambeng "terbukti bersalah dengan sengaja memakai akta otentik yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu" dan menjatuhinya dengan hukuman penjara selama 4 bulan.
Menyusul kemenangan PT PELNI membuktikan tindakan pidana Abdul Karim bin Lambeng, PT PELNI kembali memperoleh kemenangan di tingkat kasasi yang akhirnya membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Makassar dan menyatakan objek perkara sah secara hukum sebagai milik PT PELNI.
"Atas keadilan ini, kami mnegucapkan terima kasih kepada segenap jajaran Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang telah bekerja secara profesional sehingga bisa membongkar dan membuktikan pemalsuan bukti oleh Saudara Abdul Karim bin Lambeng," kata Agustinus Prima beberapa waktu lalu.
Manajemen PT PELNI menyatakan apresiasi kepada para penegak hukum yang telah memberikan putusan yang adil dan sesuai dengan fakta persidangan. Aset tanah dan bangunan milik PT PELNI dipersengketakan pertama kali ke Pengadilan Negeri Makassar pada 7 Desember 2012 oleh Abdul Karim bin Lambeng sebagai perkara pidata dengan nomor: 324/PDT.G/2012/PN.MKS. Dalam gugatannya, Abdul Karim bin Lambeng mengaku-aku sebagai pewaris tanah dan bangunan yang telah dibeli PT PELNI dari PT Djakarta Lloyd pada tahun 1996.
Pada putusan yang dibacakan Hakim Ketua Isjuaedi dan Hakim Anggota Maxi Sigarlaki dan Mahyuti, PN Makassar mengabulkan sebagian gugatan Abdul Karim bin Lambeng, yang diperkuat pula oleh Pengadilan Tinggi Makassar setelah upaya banding dari tim hukum PT PELNI.
Dalam perkembangannya, tim bantuan hukum PT PELNI yang dipimpin Agustinus Prima menemukan kejanggalan pada sejumlah dokumen yang disodorkan pihak Abdul Karim dalam persidangan dan melaporkannya dengan dugaan tindak pidana pemalsuan. "Terungkap dalam persidangan bahwa kejanggalan yang ditemukan oleh Tim Bantuan Hukum PELNI telah terbukti secara hukum," ujar Agustinus Prima Manager Bantuan Hukum PT PELNI di Jakarta, Senin (6/7/2020).
(Baca Juga: Operasional Kapal Saat New Normal, Ini Langkah Skenario Pelni)
Menurut Agustinus, pihaknya sudah yakin sejak awal bahwa kejanggalan itu akan terbukti di aparat Penegak Hukum. PN Makassar pun mengadili dugaan pemalsuan dengan nomor perkara 1541/PID.B/2019/PN.Mks Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa Abdul Karim bin Lambeng mencantumkan akta kematian sebagai bukti di pengadilan yang ternyata tidak tercatat dalam Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar.
Putusan persidangan yang dibacakan pada 22 April 2020 lalu menyatakan bahwa Abdul Karim bin Lambeng "terbukti bersalah dengan sengaja memakai akta otentik yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu" dan menjatuhinya dengan hukuman penjara selama 4 bulan.
Menyusul kemenangan PT PELNI membuktikan tindakan pidana Abdul Karim bin Lambeng, PT PELNI kembali memperoleh kemenangan di tingkat kasasi yang akhirnya membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Makassar dan menyatakan objek perkara sah secara hukum sebagai milik PT PELNI.
"Atas keadilan ini, kami mnegucapkan terima kasih kepada segenap jajaran Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang telah bekerja secara profesional sehingga bisa membongkar dan membuktikan pemalsuan bukti oleh Saudara Abdul Karim bin Lambeng," kata Agustinus Prima beberapa waktu lalu.
(fai)