Cukai Rokok Naik 10% di 2023, Petani Tembakau Curhat: Kami Dihajar Kebijakan Terus

Sabtu, 05 November 2022 - 08:59 WIB
loading...
Cukai Rokok Naik 10%...
Petani Tembakau teriak mengeluarkan uneg-uneg setelah kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% akan berlaku pada tahun 2023 dan 2024. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% yang akan berlaku padatahun 2023 dan 2024, dikeluhkan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji menilai, kenaikan cukai rokok seharusnya ditunda dulu.

"Kami menyadari bahwa usulan uneg-uneg petani belum pernah terakomodir. Namun, sebagai warga negara yang sah dan taat kami berhak untuk menolak kenaikan cukai," tegasnya, Jumat (4/11).



Agus bilang, jika melihat kondisi saat ini, seharusnya jangan ada kenaikan dulu. Mengingat pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih labil, belum lagi kondisi paska pandemi lalu. Untuk itu, petani tembakau dengan tegas menolak rencana kenaikan cukai tahun 2023 dan 2024 secara utuh.

"Kenaikan cukai tertimbang 10% yang akan berlaku untuk tahun 2023 dan 2024 merupakan pukulan bagi petani tembakau. Pasalnya, sudah 4 tahun berturut turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan," terangnya.

Menurut Agus Parmuji, salah satu kerontokan ekonomi petani tembakau selama 5 tahun ini merupakan dampak dari kenaikan cukai yang sangat tinggi.

"Pemerintah dalam merancang kontruksi kebijakan cukai sudah tidak berimbang, mereka hanya mengedepankan pemasukan yang dikemas seolah-olah pengendalian," tegas Agus Parmuji.

Agus Parmuji dan para petani tembakau merasa bingung mau bagaimana lagi nasib dan masa depannya.

"Kami terombang-ambing dihajar kebijakan terus. Padahal tanaman tembakau merupakan tanaman spesifik yang ditanam di daerah tertentu pada bulan tertentu dan pada saat harus tanam ya petani menanam karena kalau tidak menanam tembakau mau nanam apa sebagai tanaman pokoknya," ungkapnya.

Agus menambahkan, kalau memang tanaman tembakau di negeri ini dibenci atau tidak diperbolehkan, pihaknya meminta siapapun untuk memberikan solusi.

"Tetapi solusi yang jitu dan mempunyai dampak ekonomi kerakyatan, penyerapan tenaga kerja juga berdampak sosial positif bukan hanya sekedar solusi uji coba," tambahnya.



Agus melihat sampai saat ini belum tampak upaya maksimal pemerintah yang memihak petani tembakau. Kata Agus, hidup ekonomi petani tembakau bagaikan penumpang kapal di lautan lepas tanpa nahkoda.

"Bagaimana mau harga bagus penyerapan normal, karena industri sebagai penyerap hasil tembakau selalu dihajar kenaikan cukai dan meraka pasti ketakutan untuk saling berkompetisi melakukan pembelian karena dari zaman nenek kami sampai saat ini panen tembakau kami masih bersandar pada pada industri rokok nasional belum ada industri selain rokok yang membeli tembakau," pungkasnya.

Diketahui, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, bahwa kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1477 seconds (0.1#10.140)