Belanja Pemerintah Pusat Bisa Melonjak hingga Rp1.306,7 Triliun di Semester II
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belanja pemerintah pusat diproyeksi akan melonjak hingga Rp1.306,7 triliun pada semester II tahun 2020. Hal ini karena akan adanya akselerasi belanja untuk pemulihan ekonomi akibat Covid-19 pada periode tersebut.
"Ini sebagai instruksi bapak presiden agar para menteri hingga daerah meningkatkan belanja," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR di Jakarya, Kamis (9/7/2020).
( )
Meski realisasi pendapatan negara masih seret, belanja negara justru tumbuh 3,3% menjadi Rp 1.068,9 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp668,5 triliun, naik 6% dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp400,4 triliun, tumbuh 0,8%.
Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp668,5 triliun, tumbuh 6%. "Tingginya belanja pemerintah pusat sebagai dampak dari belanja penanganan Covid-19," ujar Sri Mulyani.
Adapun belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp350,4 triliun, naik 2,4% dan belanja non-k/l Rp318,1 triliun, tumbuh 10,3%.
Belanja negara hingga 30 Juni 2020 tercatat 33,8% dari pagu Rp2.739,2 triliun. Realisasi belanja negara itu tumbuh 3,3% dibandingkan penyerapan per akhir Juni tahun lalu yang senilai Rp1.034,7 triliun.
( )
Dengan performa pendapatan negara dan belanja negara itu, defisit APBN tercatat mencapai Rp257,8 triliun atau 24,8% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 1,57% PDB.
"Secara rinci, perkiraan belanja pemerintah pusat yang melonjak pada paruh kedua tahun ini akan terdiri dari belanja kementerian/lembaga yang sebesar Rp 486 triliun dan belanja non K/L Rp 820,7 triliun," katanya
Sri Mulyani menilai lonjakan belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) pada semester II akan disebabkan oleh pelaksanaan dan penyelesaian berbagai kegiatan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Terutama, pada sektor kesehatan seperti akselerasi insentif tenaga medis, alat kesehatan, hingga perawatan pasien Covid-19. Kemudian, untuk perlindungan sosial melalui program keluarga harapan, sembako, dan bansos tunai," imbuhnya
Dia menambahkan, kenaikan belanja K/L akan terdiri dari perkiraan belanja pegawai yang akan naik hingga Rp142,6 triliun, belanja barang Rp271,2 triliun, belanja modal Rp99,7 triliun, dan belanja bansos Rp 71,3 triliun.
Sementara untuk peningkatan belanja non-K/L akan dipengaruhi kebijakan penanganan Covid-19 seperti subsidi bunga UMKM, imbal jasa serta penjaminan, dan program kartu pra kerja. "Maupun akibat kenaiakan bunga utang sejalan dengan defisit yang melebar," tandasnya.
"Ini sebagai instruksi bapak presiden agar para menteri hingga daerah meningkatkan belanja," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR di Jakarya, Kamis (9/7/2020).
( )
Meski realisasi pendapatan negara masih seret, belanja negara justru tumbuh 3,3% menjadi Rp 1.068,9 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp668,5 triliun, naik 6% dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp400,4 triliun, tumbuh 0,8%.
Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp668,5 triliun, tumbuh 6%. "Tingginya belanja pemerintah pusat sebagai dampak dari belanja penanganan Covid-19," ujar Sri Mulyani.
Adapun belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp350,4 triliun, naik 2,4% dan belanja non-k/l Rp318,1 triliun, tumbuh 10,3%.
Belanja negara hingga 30 Juni 2020 tercatat 33,8% dari pagu Rp2.739,2 triliun. Realisasi belanja negara itu tumbuh 3,3% dibandingkan penyerapan per akhir Juni tahun lalu yang senilai Rp1.034,7 triliun.
( )
Dengan performa pendapatan negara dan belanja negara itu, defisit APBN tercatat mencapai Rp257,8 triliun atau 24,8% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 1,57% PDB.
"Secara rinci, perkiraan belanja pemerintah pusat yang melonjak pada paruh kedua tahun ini akan terdiri dari belanja kementerian/lembaga yang sebesar Rp 486 triliun dan belanja non K/L Rp 820,7 triliun," katanya
Sri Mulyani menilai lonjakan belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) pada semester II akan disebabkan oleh pelaksanaan dan penyelesaian berbagai kegiatan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Terutama, pada sektor kesehatan seperti akselerasi insentif tenaga medis, alat kesehatan, hingga perawatan pasien Covid-19. Kemudian, untuk perlindungan sosial melalui program keluarga harapan, sembako, dan bansos tunai," imbuhnya
Dia menambahkan, kenaikan belanja K/L akan terdiri dari perkiraan belanja pegawai yang akan naik hingga Rp142,6 triliun, belanja barang Rp271,2 triliun, belanja modal Rp99,7 triliun, dan belanja bansos Rp 71,3 triliun.
Sementara untuk peningkatan belanja non-K/L akan dipengaruhi kebijakan penanganan Covid-19 seperti subsidi bunga UMKM, imbal jasa serta penjaminan, dan program kartu pra kerja. "Maupun akibat kenaiakan bunga utang sejalan dengan defisit yang melebar," tandasnya.
(akr)