RI Kalah Gugatan di Meja WTO, Intip Kinerja dan Prospek Emiten Nikel

Minggu, 04 Desember 2022 - 10:35 WIB
loading...
RI Kalah Gugatan di Meja WTO, Intip Kinerja dan Prospek Emiten Nikel
Meski kinerja emiten nikel diproyeksikan tidak akan semoncer tahun ini, ada dua perusahaan yang berkomitmen terus mendukung program hilirisasi nikel di Tanah Air. Ilustrasi Foto/MPI/Aldhi Chandra
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia tak akan menyerah begitu saja usai kalah dari gugatan oleh Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Gugatan ini terkait kebijakan RI melarang ekspor bijih nikel .

Meski kinerja emiten nikel diproyeksikan tidak akan semoncer tahun ini, terdapat dua perusahaan yang berkomitmen terus mendukung program hilirisasi nikel di Tanah Air.

Pertama adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang punya program investasi mendukung hilirisasi nikel di Indonesia yang nilainya Rp130 triliun dengan energi bersih dan potensi menyerap 30.000 tenaga kerja di Sulawesi.

Komitmen hilirisasi INCO akan tetap berlanjut di masa mendatang dengan alokasi investasi yang terbilang besar. Adapun rencana investasi dan kinerja perusahaan bakal tetap berfokus pada pengembangan nilai tambah nikel di dalam negeri.

Sementara itu, emiten pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam menilai gugatan Uni Eropa di WTO tak akan menghambat pengembangan proyek baterai kendaraan listrik nasional.

Justru, perseroan akan melakukan investasi yang lebih intensif pada proyek hilirisasi nikel tersebut. Dalam 12 bulan ke depan, beberapa analis menilai terdapat sejumlah sentimen yang mewarnai harga komoditas pertambangan ini. Salah satunya adalah potensi perlambatan ekonomi yang berdampak kepada permintaan komoditas.



Untuk diketahui, nikel banyak digunakan sebagai bahan pembuatan baja tahan karat (stainless steel). Jika ekonomi melambat, permintaan bahan baku untuk industri manufaktur juga akan menurun. Kebijakan lockdown di China dan kebijakan kenaikan suku bunga juga akan mempengaruhi harga komoditas logam ini.

Dari sisi pasokan, industri nikel Indonesia diperkirakan bakal terus tumbuh ke depan mengingat pemerintah menargetkan 30 smelter nikel beroperasi pada 2024.

Kapasitas produksi nikel diproyeksi akan cenderung naik selama 2-3 tahun ke depan dan akan menjadi salah satu pemberat harga nikel seiring melimpahnya pasokan.

Mirae Asset Sekuritas menurunkan rating sektor pertambangan logam Indonesia menjadi netral. Adapun saham ANTM sebagai pilihan utama (top picks). Rekomendasi untuk ANTM adalah buy dengan target harga Rp2.300.

Rekomendasi ini menimbang pendapatan ANTM yang terdiversifikasi, potensi tambahan pendapatan dari proyek smelter Halmahera, dan eksposur ke proyek Indonesia Battery Corporation (IBC).



Menyoal kinerja saham, ANTM pada perdagangan Jumat (2/12) ditutup stagnan di 2.040. Dalam lima hari terakhir perdagangan, saham ANTM bergerak naik 4,88%, namun secara year-to-date (ytd) turun 12,82%.

Sementara itu di INCO, persediaan nikel berupa barang jadi naik dari USD17,42 juta menjadi USD23 juta. Sedangkan dalam proses mengalami penurunan dari USD57,83 juta menjadi USD45 juta di kuartal III 2022.

Jika melihat volumenya, INCO telah memproduksi 43.907 ton nikel hingga kuartal III/2022. Besaran tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 48.373 ton nikel dalam matte.

Namun, jika melihat kuartal ke kuartal (q-to-q) produksi nikel dalam matte INCO mengalami kenaikan 39% dari 12.567 metrik ton di kuartal II 2022.

Adapun pergerakan saham INCO pada Jumat lalu berakhir menguat 1,37% di level 7.400. Dalam lima hari terakhir perdagangan, saham INCO nanjak 4,23% dan secara ytd melonjak 55,46%.

(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1769 seconds (0.1#10.140)