Bulog Serap 166.000 Ton Beras dengan Harga Komersial per 5 Desember
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perum Bulog membantah ihwal keberadaan stok beras di penggilingan di sejumlah wilayah yang jumlahnya melampaui 610.000 ton.
Bantahan tersebut terkait surat dari Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) yang ditujukan kepada Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso.
Isi surat tersebut menjelaskan adanya data kesiapan penggilingan di 24 provinsi yang memasok beras ke Bulog sebesar 610.632 ton dan berlaku hingga akhir Desember 2022.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Budi Waseso atau yang biasa disapa Buwas menegaskan pihaknya telah melakukan pengecekan langsung di lapangan. Pengecekan difokuskan di sejumlah penggilingan yang sudah menyepakati kontrak dengan BUMN sektor pangan tersebut.
Sebagian besar penggilingan, ungkap Buwas, sesuai dengan data Kementan dan sudah dicek langsung hingga disepakati kontrak kerja sama. Hanya saja, dia mengaku pihak penggilingan tidak menyanggupi jumlah beras yang diminta Bulog.
"Tentunya sebagian besar saya sudah kontrak beberapa dengan yang ada di data itu (penggilingan). Jadi pengecekan itu yang kita dapat data banyak, tapi sementara dia itu tidak berani kontrak sebanyak itu (beras) dengan Bulog. Jadi kita cek ulang, tapi kita hadirkan semua, supaya tahu, jangan-jangan dia yang bohong," ujarnya, Rabu (7/12/2022).
Buwas menjelaskan pihaknya berpedoman pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data tersebut, total realisasi gabah atau beras Bulog hingga 5 Desember 2022 sebesar 954.462 ton. Namun, jumlah ini sudah berkurang lantaran adanya operasi pasar yang dilakukan perusahaan.
Pengadaan ini termasuk realisasi dengan fleksibilitas harga yang ditentukan sebesar Rp8.800 per kilogram (Kg) hingga 5-17 Oktober, di mana pada waktu itu Bulog bisa menyerap hingga 44.997 ton.
"Realisasi pengadaan setara beras setelah pencabutan, mohon izin waktu itu kami menyarankan waktu itu dicabut fleksibilitas setelah, ternyata fleksibilitas itu justru mengerek harga beras dan kita juga akhirnya tidak bisa menyerap beras yang kita butuhkan di lapangan, sehingga waktu itu dicabut, sehingga kita sikapi dengan harga komersial," bebernya.
Sementara itu, dari data ketersediaan beras yang disodorkan Kementan sebesar 610.632 ton, Bulog hanya mampu menyerap sekitar 166.000 ton beras dengan harga komersial. Jumlah ini merujuk data per 5 Desember 2022.
"Perlu kami sampaikan komersial ini bukan berarti terus harga di lapangan, berapapun kita beli Pak, karena ada batasannya, seperti yang disampaikan oleh data di BPS. Ini yang pedoman kita semua," tandasnya.
Sebelumnya, Kementan mengklaim stok beras di beberapa wilayah masih sanggup memenuhi kebutuhan beras Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Batara Siagian mengatakan bahwa Dirjen Tanaman Pangan telah melayangkan surat resmi ke Dirut Bulog, data beras berikut lokasinya secara terperinci.
“Hal ini tentu sebagai komitmen kami meyakinkan data BPS tidak ada keraguan sesungguhnya, karena faktanya di lapangan beras ada. Namun, tentu dengan variasi harga tergantung lokasi,” tukasnya.
Batara berharap Bulog dapat segera menyerap beras tersebut dan tidak perlu melakukan importasi beras karena petani lokal masih sangat mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras untuk gudang Bulog.
Bantahan tersebut terkait surat dari Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) yang ditujukan kepada Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso.
Isi surat tersebut menjelaskan adanya data kesiapan penggilingan di 24 provinsi yang memasok beras ke Bulog sebesar 610.632 ton dan berlaku hingga akhir Desember 2022.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Budi Waseso atau yang biasa disapa Buwas menegaskan pihaknya telah melakukan pengecekan langsung di lapangan. Pengecekan difokuskan di sejumlah penggilingan yang sudah menyepakati kontrak dengan BUMN sektor pangan tersebut.
Sebagian besar penggilingan, ungkap Buwas, sesuai dengan data Kementan dan sudah dicek langsung hingga disepakati kontrak kerja sama. Hanya saja, dia mengaku pihak penggilingan tidak menyanggupi jumlah beras yang diminta Bulog.
"Tentunya sebagian besar saya sudah kontrak beberapa dengan yang ada di data itu (penggilingan). Jadi pengecekan itu yang kita dapat data banyak, tapi sementara dia itu tidak berani kontrak sebanyak itu (beras) dengan Bulog. Jadi kita cek ulang, tapi kita hadirkan semua, supaya tahu, jangan-jangan dia yang bohong," ujarnya, Rabu (7/12/2022).
Buwas menjelaskan pihaknya berpedoman pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data tersebut, total realisasi gabah atau beras Bulog hingga 5 Desember 2022 sebesar 954.462 ton. Namun, jumlah ini sudah berkurang lantaran adanya operasi pasar yang dilakukan perusahaan.
Pengadaan ini termasuk realisasi dengan fleksibilitas harga yang ditentukan sebesar Rp8.800 per kilogram (Kg) hingga 5-17 Oktober, di mana pada waktu itu Bulog bisa menyerap hingga 44.997 ton.
"Realisasi pengadaan setara beras setelah pencabutan, mohon izin waktu itu kami menyarankan waktu itu dicabut fleksibilitas setelah, ternyata fleksibilitas itu justru mengerek harga beras dan kita juga akhirnya tidak bisa menyerap beras yang kita butuhkan di lapangan, sehingga waktu itu dicabut, sehingga kita sikapi dengan harga komersial," bebernya.
Sementara itu, dari data ketersediaan beras yang disodorkan Kementan sebesar 610.632 ton, Bulog hanya mampu menyerap sekitar 166.000 ton beras dengan harga komersial. Jumlah ini merujuk data per 5 Desember 2022.
"Perlu kami sampaikan komersial ini bukan berarti terus harga di lapangan, berapapun kita beli Pak, karena ada batasannya, seperti yang disampaikan oleh data di BPS. Ini yang pedoman kita semua," tandasnya.
Sebelumnya, Kementan mengklaim stok beras di beberapa wilayah masih sanggup memenuhi kebutuhan beras Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Batara Siagian mengatakan bahwa Dirjen Tanaman Pangan telah melayangkan surat resmi ke Dirut Bulog, data beras berikut lokasinya secara terperinci.
“Hal ini tentu sebagai komitmen kami meyakinkan data BPS tidak ada keraguan sesungguhnya, karena faktanya di lapangan beras ada. Namun, tentu dengan variasi harga tergantung lokasi,” tukasnya.
Batara berharap Bulog dapat segera menyerap beras tersebut dan tidak perlu melakukan importasi beras karena petani lokal masih sangat mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras untuk gudang Bulog.
(ind)