Terdampak Covid-19, Industri Manufaktur Diperkirakan Tumbuh 2,5%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan pertumbuhan industri manufaktur hanya tumbuh 2,5% tahun ini akibat pandemi Covid-19. Sebelumnya, pertumbuhan industri manufaktur diproyeksi bisa menyentuh di angka 4,8%-5,3%.
“Kalau pertumbuhan ekonomi di angka 2,4%, maka pertumbuhan industri kemungkinan nanti sekitar 2,5%-2,6%,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta kemarin.
Agus melanjutkan, Kemenperin melakukan pemetaan sekaligus menginisiasi stimulus agar sektor manufaktur mampu terus berkontribusi positif pada perekonomian nasional di tengah masa tanggap darurat Covid-19.
“Upaya itu dilakukan melalui kebijakan-kebijakan yang kami buat, agar industri manufaktur tetap berkontribusi positif terahadap perekonomian dan tetap bertahan hingga Covid-19 berakhir,” tuturnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenperin sudah memetakan industri yang terdampak akibat persebaran Covid-19 sehingga perlu diberi perhatian lebih. Hasil pemetaan menunjukkan 60% industri suffer, sedangkan 40% dalam kondisi moderat dan high demand.
Menurut Agus, sektor tekstil merupakan salah satu industri yang mengalami dampak berat akibat pandemi Covid-19, di mana telah merumahkan 1,5 juta karyawan. Meski begitu, ada sebagian dari industri tekstil yang masih mampu melakukan ekspor di tengah pandemi Covid-19.
Sementara industri petrokimia merupakan industri yang tergolong moderat atau tidak mengalami perubahan berarti. “Saat ini sektor dengan permintaan tinggi meliputi industri alat kesehatan, farmasi, serta makanan dan minuman,” tuturnya.
Menurut Menperin, sektor industri tengah melakukan refocusing untuk membantu upaya pemerintah dalam memperkuat sektor industri kategori high demand. Dia meyakini potensi dan kemampuan industri dalam negeri untuk memenuhi permintaan yang tinggi.
“Dalam industri farmasi, obat, dan vitamin, kami terus mendorong agar berbasis herbal karena negara kita kaya dengan tumbuhan herbal dan rempah-rempah. Dengan demikian, nilai tambahnya ada di negara kita sendiri sehingga dalam jangka panjangnya kemandirian industri farmasi dan obat-obatan bisa dicapai,” jelasnya.
Selain itu, dalam periode Januari-Februari 2020, terdapat lonjakan yang cukup tinggi terkait pemberian izin usaha, khususnya di sektor kesehatan seperti hand sanitizer, disinfektan, alat pelindung diri (APD), dan masker nonmedis. Untuk hand sanitizer, terdapat kenaikan izin edar sebesar 180%, sedangkan untuk APD sebesar 560%.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim memproyeksikan sektor industri makanan dan minuman (mamin) akan tetap tumbuh di tengah dampak pandemi Covid-19.
Industri mamin merupakan salah satu sektor yang mendapatkan izin untuk beroperasi selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diterapkan di sejumlah wilayah Indonesia. Dengan demikian, industri ini dapat tetap beraktivitas dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
“Kami memperkirakan pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman berada di angka 4% sampai 5%, ini sudah cukup bagus,” tuturnya.
Di sisi lain, nilai investasi industri pengolahan selama kuartal I/2020 menunjukkan angka positif di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19. Sepanjang tiga bulan pertama 2020, total penanaman modal sektor manufaktur di Tanah Air menyentuh angka Rp64 triliun atau naik 44,7% dibanding capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp44,2 triliun.
“Pada kuartal I/2020 ini, nilai investasi industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan, hingga 30,4% dari total investasi keseluruhan sektor Rp210,7 triliun,” kata Menperin.
Menperin menyebutkan, rincian nilai investasi sektor industri manufaktur pada periode kuartal I/2020, yaitu berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp19,8 triliun serta penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp44,2 triliun. Jumlah tersebut melonjak dibanding perolehan periode yang sama tahun lalu, yakni PMDN sekitar Rp16,1 triliun dan PMA (Rp28,1 triliun).
Menperin meyakini, ekonomi Indonesia bakal mengalami rebound lebih cepat pasca-pandemi Covid-19. Keyakinan ini muncul setelah ekonomi China mengalami rebound yang lebih cepat dari perkiraan banyak pihak. “Ketika pandemi lepas dari Bumi Pertiwi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih cepat,” jelasnya. (Oktiani Endarwati)
“Kalau pertumbuhan ekonomi di angka 2,4%, maka pertumbuhan industri kemungkinan nanti sekitar 2,5%-2,6%,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta kemarin.
Agus melanjutkan, Kemenperin melakukan pemetaan sekaligus menginisiasi stimulus agar sektor manufaktur mampu terus berkontribusi positif pada perekonomian nasional di tengah masa tanggap darurat Covid-19.
“Upaya itu dilakukan melalui kebijakan-kebijakan yang kami buat, agar industri manufaktur tetap berkontribusi positif terahadap perekonomian dan tetap bertahan hingga Covid-19 berakhir,” tuturnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenperin sudah memetakan industri yang terdampak akibat persebaran Covid-19 sehingga perlu diberi perhatian lebih. Hasil pemetaan menunjukkan 60% industri suffer, sedangkan 40% dalam kondisi moderat dan high demand.
Menurut Agus, sektor tekstil merupakan salah satu industri yang mengalami dampak berat akibat pandemi Covid-19, di mana telah merumahkan 1,5 juta karyawan. Meski begitu, ada sebagian dari industri tekstil yang masih mampu melakukan ekspor di tengah pandemi Covid-19.
Sementara industri petrokimia merupakan industri yang tergolong moderat atau tidak mengalami perubahan berarti. “Saat ini sektor dengan permintaan tinggi meliputi industri alat kesehatan, farmasi, serta makanan dan minuman,” tuturnya.
Menurut Menperin, sektor industri tengah melakukan refocusing untuk membantu upaya pemerintah dalam memperkuat sektor industri kategori high demand. Dia meyakini potensi dan kemampuan industri dalam negeri untuk memenuhi permintaan yang tinggi.
“Dalam industri farmasi, obat, dan vitamin, kami terus mendorong agar berbasis herbal karena negara kita kaya dengan tumbuhan herbal dan rempah-rempah. Dengan demikian, nilai tambahnya ada di negara kita sendiri sehingga dalam jangka panjangnya kemandirian industri farmasi dan obat-obatan bisa dicapai,” jelasnya.
Selain itu, dalam periode Januari-Februari 2020, terdapat lonjakan yang cukup tinggi terkait pemberian izin usaha, khususnya di sektor kesehatan seperti hand sanitizer, disinfektan, alat pelindung diri (APD), dan masker nonmedis. Untuk hand sanitizer, terdapat kenaikan izin edar sebesar 180%, sedangkan untuk APD sebesar 560%.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim memproyeksikan sektor industri makanan dan minuman (mamin) akan tetap tumbuh di tengah dampak pandemi Covid-19.
Industri mamin merupakan salah satu sektor yang mendapatkan izin untuk beroperasi selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diterapkan di sejumlah wilayah Indonesia. Dengan demikian, industri ini dapat tetap beraktivitas dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
“Kami memperkirakan pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman berada di angka 4% sampai 5%, ini sudah cukup bagus,” tuturnya.
Di sisi lain, nilai investasi industri pengolahan selama kuartal I/2020 menunjukkan angka positif di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19. Sepanjang tiga bulan pertama 2020, total penanaman modal sektor manufaktur di Tanah Air menyentuh angka Rp64 triliun atau naik 44,7% dibanding capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp44,2 triliun.
“Pada kuartal I/2020 ini, nilai investasi industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan, hingga 30,4% dari total investasi keseluruhan sektor Rp210,7 triliun,” kata Menperin.
Menperin menyebutkan, rincian nilai investasi sektor industri manufaktur pada periode kuartal I/2020, yaitu berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp19,8 triliun serta penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp44,2 triliun. Jumlah tersebut melonjak dibanding perolehan periode yang sama tahun lalu, yakni PMDN sekitar Rp16,1 triliun dan PMA (Rp28,1 triliun).
Menperin meyakini, ekonomi Indonesia bakal mengalami rebound lebih cepat pasca-pandemi Covid-19. Keyakinan ini muncul setelah ekonomi China mengalami rebound yang lebih cepat dari perkiraan banyak pihak. “Ketika pandemi lepas dari Bumi Pertiwi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih cepat,” jelasnya. (Oktiani Endarwati)
(ysw)