Jalan Terjal Bisnis Transportasi di Tengah Pandemi

Jum'at, 10 Juli 2020 - 10:10 WIB
loading...
A A A
Berbeda dengan angkutan kereta api, di mana sejak masa pandemi Covid-19, sektor transportasi ini menjadi satu di antara primadona yang diminati warga masyarakat, selain angkutan pribadi. Namun, bukan berarti pendapatan PT Kereta Api Indonesia (KAI/Persero) aman.

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan, sejak pandemi Covid-19 justru pendapatan turun drastis sehingga arus kas perseroan bermasalah. Hal ini terjadi lantaran perjalanan kereta api juga dikenakan pembatasan kapasitas dan protokol yang ketat.

Dia memproyeksi hingga akhir tahun arus kas masih negatif sekitar Rp2,48 triliun. Tak hanya itu, perseroan juga harus membayar bunga bank dan beban keuangan yang mencapai Rp920 miliar serta masih harus dikenakan pajak penghasilan. (Baca juga: 8 Negara dengan Kekuatan Tank Terbesar)

“Kami memproyeksi arus kas hingga akhir 2020 akan negatif hingga Rp3,44 triliun. Proyeksi ini dengan menggunakan skenario apabila Covid-19 masih berlangsung hingga Agustus 2020,” ungkapnya.

Sebelum pandemi menyebar di Indonesia, pendapatan KAI secara tunai masih normal. Di periode Januari—Februari 2020 masih meraup pendapatan masing-masing Rp2,3 triliun dan Rp1,2 triliun.

Namun, pada Maret 2020 pendapatan tunai KAI mulai turun di angka Rp890 miliar dan berlanjut hingga Mei Rp870 miliar. Nasib PT KAI masih beruntung sebab BUMN kereta api ini masih mendapatkan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp3,5 triliun. Dana talangan ini akan digunakan untuk biaya operasional sarana dan prasarana yang menjadi kewajiban, termasuk membayar gaji pegawai yang berjumlah 36.000.

Dalam kondisi sulit ini moda angkutan kereta api juga masih ada pembatasan kapasitas penumpang sebanyak 45%. PT KAI berharap ada pelonggaran kapasitas hingga 70% dan pelonggaran aturan SIKM dari Pemda DKI.

Kondisi lebih parah dialami moda transportasi udara. Maskapai penerbangan langsung terdampak begitu virus korona masuk Indonesia. Maskapai Garuda Indonesia menyatakan jumlah penumpang turun drastis hingga 90%.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, 90% pendapatan Garuda amblas. Dengan segala upaya maskapai pelat merah ini bertahan untuk bisa beroperasi walaupun hanya sekitar 10% pesawatnya yang terbang. Sementara 70% dari jumlah pesawatnya dikandangkan.

“Mayoritas penerbangan itu load factor-nya di bawah 50%. Ini impact-nya sangat berat, bukan hanya bagi Garuda Indonesia, namun juga maskapai lain di dalam negeri,” ucapnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0872 seconds (0.1#10.140)