Pembalasan Kremlin ke Barat Soal Batasan Harga Minyak Tidak Sepadan, Benarkah Rusia Rentan?
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia melakukan aksi balasan atas pembatasan harga minyak mentah asal Moskow yang diterapkan pihak Barat. Seperti diketahui negara-negara G7 bersama dengan Amerika Serikat (AS) serta Australia telah sepakat melarang perusahaan Barat mengasuransikan, membiayai, atau mengirimkan minyak mentah Rusia dengan harga di atas USD 60 per barel.
Maka sebagai balasan, Rusia pada hari Selasa waktu setempat resmi melarang penjualan minyak dan produk minyak buminya ke negara-negara yang membatasi harga jual mereka. Kebijakan terbaru Rusia tersebut diyakini bakal menambah ketidakpastian untuk pasar energi global ke depannya.
Tindakan Kremlin adalah upaya untuk merusak rencana AS dan sekutunya yang melarang pengiriman, pembiayaan atau pengasuransian minyak mentah Rusia yang dikirim lewat laut. Kecuali jika dijual seharga USD 60 per barel atau kurang, dimana sanksi tersebut sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina.
Sebuah dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin pada hari Selasa mengatakan, ekspor dilarang berdasarkan kontrak yang "secara langsung atau tidak langsung terhadap penggunaan mekanisme batas harga" antara 1 Februari dan 1 Juli.
Perintah itu menerangkan, Putin tidak menutup kemungkinan dapat membuat pengecualian. Bagaimana Kremlin memandang kontrak minyak dan dan seberapa luas ia memberikan dispensasi, berpengaruh soal seberapa besar gangguan besar yang tercipta bagi pasar global.
Ekspor minyak mentah Rusia saat ini banyak dijual jauh di bawah batas harga, terutama ke negara-negara seperti India, Cina, dan Turki yang belum setuju untuk bergabung dengan sanksi Barat.
Beberapa dari pengiriman tersebut berjalan dengan bantuan perusahaan-perusahaan Barat sesuai dengan ketentuan batas, menurut sumber terkait. Sementara yang lain dengan pembiayaan, pengiriman dan asuransi dari luar negara-negara Barat yang memberlakukan sanksi.
Jika Kremlin memutuskan untuk mengekang ekspor minyak ke pembeli non-Barat, itu dapat mengurangi pasokan global dan mendorong harga. Namun apabila sasarannya hanya negara-negara Barat yang menerapkan batas harga, dampaknya akan jauh lebih diredam karena mereka telah melarang sebagian besar impor Rusia.
"Dekrit itu tidak jelas dan memberi Putin opsi untuk menjaga ekspor tetap berjalan ke negara-negara tertentu yang mematuhi batas tersebut," kata Simone Tagliapietra, seorang peneliti senior di lembaga think tank Bruegel di Brussels.
"Secara keseluruhan, ini adalah tanda bahwa Rusia berada dalam situasi yang rentan, membutuhkan pendapatan minyak dan oleh karena itu tidak dapat mengambil tindakan pembalasan yang drastis," bebernya.
Sementara perintah Putin mengancam akan mengganggu pasar, investor tampaknya sejauh ini mengabaikannya. Kontrak berjangka untuk minyak mentah Brent, yang mengukur harga global terpantau naik tipis sekitar 0,5% lebih tinggi pada hari Selasa menjadi USD 84,33 per barel.
Di sisi lain para pejabat Rusia telah mengancam selama berminggu-minggu untuk memutus pasokan minyak mereka sebagai pembalasan atas pembatasan tersebut.
Bergabung dengan AS dalam memberlakukan sanksi batas harga baru adalah negara-negara kata G7, 27 anggota Uni Eropa dan Australia. Para pejabat Barat berusaha membatasi harga minyak Rusia dalam upaya untuk melemahkan mesin perang Kremlin sambil tetap menjaga minyak Rusia mengalir ke pasar dan karenanya menstabilkan harga global.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan, bahwa UE telah melarang impor minyak Rusia. Hongaria dan beberapa negara Uni Eropa lainnya yang terkurung daratan mendorong pengecualian embargo untuk tetap mengimpor minyak Rusia. Kini Putin sekarang berpotensi dapat mematikan aliran itu.
"G-7 dan Australia telah berkomitmen untuk melarang atau menghapus impor minyak Rusia," kata juru bicara Departemen Luar Negeri.
Analis minyak dan pelacakan kapal mengatakan, produksi minyak mentah Rusia telah menurun sejak serangkaian sanksi mulai berlaku. Batas harga, bersama dengan embargo impor UE yang diluncurkan pada 5 Desember.
Maka sebagai balasan, Rusia pada hari Selasa waktu setempat resmi melarang penjualan minyak dan produk minyak buminya ke negara-negara yang membatasi harga jual mereka. Kebijakan terbaru Rusia tersebut diyakini bakal menambah ketidakpastian untuk pasar energi global ke depannya.
Tindakan Kremlin adalah upaya untuk merusak rencana AS dan sekutunya yang melarang pengiriman, pembiayaan atau pengasuransian minyak mentah Rusia yang dikirim lewat laut. Kecuali jika dijual seharga USD 60 per barel atau kurang, dimana sanksi tersebut sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina.
Sebuah dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin pada hari Selasa mengatakan, ekspor dilarang berdasarkan kontrak yang "secara langsung atau tidak langsung terhadap penggunaan mekanisme batas harga" antara 1 Februari dan 1 Juli.
Perintah itu menerangkan, Putin tidak menutup kemungkinan dapat membuat pengecualian. Bagaimana Kremlin memandang kontrak minyak dan dan seberapa luas ia memberikan dispensasi, berpengaruh soal seberapa besar gangguan besar yang tercipta bagi pasar global.
Ekspor minyak mentah Rusia saat ini banyak dijual jauh di bawah batas harga, terutama ke negara-negara seperti India, Cina, dan Turki yang belum setuju untuk bergabung dengan sanksi Barat.
Beberapa dari pengiriman tersebut berjalan dengan bantuan perusahaan-perusahaan Barat sesuai dengan ketentuan batas, menurut sumber terkait. Sementara yang lain dengan pembiayaan, pengiriman dan asuransi dari luar negara-negara Barat yang memberlakukan sanksi.
Jika Kremlin memutuskan untuk mengekang ekspor minyak ke pembeli non-Barat, itu dapat mengurangi pasokan global dan mendorong harga. Namun apabila sasarannya hanya negara-negara Barat yang menerapkan batas harga, dampaknya akan jauh lebih diredam karena mereka telah melarang sebagian besar impor Rusia.
"Dekrit itu tidak jelas dan memberi Putin opsi untuk menjaga ekspor tetap berjalan ke negara-negara tertentu yang mematuhi batas tersebut," kata Simone Tagliapietra, seorang peneliti senior di lembaga think tank Bruegel di Brussels.
"Secara keseluruhan, ini adalah tanda bahwa Rusia berada dalam situasi yang rentan, membutuhkan pendapatan minyak dan oleh karena itu tidak dapat mengambil tindakan pembalasan yang drastis," bebernya.
Sementara perintah Putin mengancam akan mengganggu pasar, investor tampaknya sejauh ini mengabaikannya. Kontrak berjangka untuk minyak mentah Brent, yang mengukur harga global terpantau naik tipis sekitar 0,5% lebih tinggi pada hari Selasa menjadi USD 84,33 per barel.
Di sisi lain para pejabat Rusia telah mengancam selama berminggu-minggu untuk memutus pasokan minyak mereka sebagai pembalasan atas pembatasan tersebut.
Bergabung dengan AS dalam memberlakukan sanksi batas harga baru adalah negara-negara kata G7, 27 anggota Uni Eropa dan Australia. Para pejabat Barat berusaha membatasi harga minyak Rusia dalam upaya untuk melemahkan mesin perang Kremlin sambil tetap menjaga minyak Rusia mengalir ke pasar dan karenanya menstabilkan harga global.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan, bahwa UE telah melarang impor minyak Rusia. Hongaria dan beberapa negara Uni Eropa lainnya yang terkurung daratan mendorong pengecualian embargo untuk tetap mengimpor minyak Rusia. Kini Putin sekarang berpotensi dapat mematikan aliran itu.
"G-7 dan Australia telah berkomitmen untuk melarang atau menghapus impor minyak Rusia," kata juru bicara Departemen Luar Negeri.
Analis minyak dan pelacakan kapal mengatakan, produksi minyak mentah Rusia telah menurun sejak serangkaian sanksi mulai berlaku. Batas harga, bersama dengan embargo impor UE yang diluncurkan pada 5 Desember.
(akr)