Peluang Hilangkan Ketergantungan Impor di Tengah Tren Deglobalisasi

Senin, 13 Juli 2020 - 22:02 WIB
loading...
Peluang Hilangkan Ketergantungan...
Pandemi Covid-19 melahirkan adanya fenomena disrupsi globalisasi, bahkan lebih tajam lagi adanya deglobalisasi. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 melahirkan adanya fenomena disrupsi globalisasi, bahkan lebih tajam lagi adanya deglobalisasi. Sebagian besar negara akan merespons dengan mengadopsi kebijakan yang lebih proteksionis untuk melindungi pasar domestik dari gangguan global.

Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengatakan, para pembuat kebijakan dan pebisnis perlu memikirkan kembali deglobalisasi yang disebabkan pandemi Covid-19.

"Negara-negara dipaksa untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dari kapasitas produk domestik. Semua mengarah pada reorientasi pasar domestik," ujarnya di Jakarta, Senin (13/7/2020).

( )

Dia melanjutkan, tren deglobalisasi juga memperbaiki format pembangunan setiap negara agar lebih berkeadilan. Bahkan pandemi Covid-19 ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk keluar dari ketergantungan impor. Apalagi, hampir aktivitas ekspor dan impor tidak berjalan dengan baik dan tidak banyak alternatif kerja sama dengan negara lain.

Menurut dia, kemandirian ekonomi nasional merupakan keniscayaan bagi negara ekonomi berkembang. Untuk itu, Indonesia perlu membangkitkan kembali produksi dan mengembangkan industrialisasi.

"Negara berkembang seperti Indonesia harus mempunyai kebijakan afirmasi, bagaimana membangun kemandirian jiwa dan mengubah struktur ekonomi yang tidak berkeadilan ini menjadi negara yang adil makmur dan sejahtera," jelasnya.

( )

Peneliti Senior Indef Enny Sri Hartati mengatakan, persoalan utama dampak pandemi Covid-19 membuat aktivitas masyarakat terganggu. Hal ini berpengaruh pada sisi pasokan di mana produksi terganggu karena distribusi terganggu sehingga menyebabkan biaya menjadi tinggi.

Sementara dari sisi permintaan juga terganggu karena sumber pendapatan yang hilang sehingga menyebabkan daya beli masyarakat rendah. "Alokasi anggaran dalam pemulihan ekonomi nasional harus benar-benar efektif dan tepat sasaran. Dari sekian triliun yang dialokasikan, berapa yang bisa terserap. Formulasi kebijakan harus mencakup dari sisi suplai dan demand," jelasnya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2081 seconds (0.1#10.140)