Ditjen Pajak Tak Takut Pemohon Kartu Kredit Berkurang
A
A
A
JAKARTA - Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, pihaknya tidak takut jika suatu hari peminat kartu kredit di Indonesia akan berkurang lantaran data transaksi mereka diperiksa oleh Ditjen Pajak.
(Baca:Kemenkeu Wajibkan 23 Bank Lapor Transaksi Kartu Kredit ke DJP)
Pihaknya menjanjikan untuk memberikan pemahaman kepada pemegang kartu kredit bahwa hal ini merupakan satu kewajiban, yakni sebagai bentuk tanggung jawab mereka untuk membangun Indonesia lewat pajak yang dibayarkan.
"Takut sih tidak ya, karena sebenarnya begini, kita harus bicara mengenai pemahaman bahwa pembayaran perpajakan ini, kebijakann ini merupakan kewajiban dari masing-masing individu untuk membangun Indonesia dengan pajak mereka," katanya kepada Sindonews, Jakarta, Kamis (31/3/2016)
Ini, lanjut dia, salah satu yang menjadi penyebab masih sangat sedikit wajib pajak orang pribadi (WPOP) yang secara potensial membayar pajaknya ataupun terdaftar sebagai WP.
"Karena, kita masih minim data-data keuangan yang ada di kita. Yang memang berpotensi menunjukkan seberapa besar kemampuan ekonomi seseorang. Apalagi kan kita nanti bicara soal keterbukaan informasi perbankan 2018," ujar Mekar.
Demi menyambut keterbukaan informasi perbankan tersebut, masyarakat harus dilatih dari sekarang, karena ke depannya secara global, apa yang disebut rahasia bank itu sudah akan terhapus dengan sendirinya.
"Jadi, tren ke depan akan seperti itu. Bahwa banyak sekali WP di Indonesia bahkan di internasional yang menyembunyikan transaksi mereka yang sebenarnya melalui keuangan, lembaga keuangan," imbuhnya.
Seluruh dunia sudah berusaha menjelaskan soal itu. Jadi bukan tidak mungkin jika kedepannya data-data tersebut akan terbuka. Sehingga, nanti jika ada komplain-komplain atau keberatan-keberatan nasabah menjadi kurang ada artinya.
Karena, lanjut dia, nanti skemanya bisa sama artinya. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain akan sama seperti itu. "Sehingga tidak ada jalan lain, kita laporkan saja apa adanya," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewajibkan perbankan nasional atau lembaga penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Setidaknya terdapat 23 bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang diwajibkan melaporkan data tersebut.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kelima atas PMK Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Dalam beleid yang terbit pada 22 Maret 2016 tersebut, bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit, yang paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, dan alamat pemilik kartu kredit.
Baca Juga:
DJP: Transaksi Kartu Kredit Nasabah Bukan Rahasia Lagi
Limit Kartu Kredit Rp100 Juta/Bulan, Potensi DJP Kejar Pajak
Laporkan Transaksi Kartu Kredit ke Ditjen Pajak Tak Mudah
(Baca:Kemenkeu Wajibkan 23 Bank Lapor Transaksi Kartu Kredit ke DJP)
Pihaknya menjanjikan untuk memberikan pemahaman kepada pemegang kartu kredit bahwa hal ini merupakan satu kewajiban, yakni sebagai bentuk tanggung jawab mereka untuk membangun Indonesia lewat pajak yang dibayarkan.
"Takut sih tidak ya, karena sebenarnya begini, kita harus bicara mengenai pemahaman bahwa pembayaran perpajakan ini, kebijakann ini merupakan kewajiban dari masing-masing individu untuk membangun Indonesia dengan pajak mereka," katanya kepada Sindonews, Jakarta, Kamis (31/3/2016)
Ini, lanjut dia, salah satu yang menjadi penyebab masih sangat sedikit wajib pajak orang pribadi (WPOP) yang secara potensial membayar pajaknya ataupun terdaftar sebagai WP.
"Karena, kita masih minim data-data keuangan yang ada di kita. Yang memang berpotensi menunjukkan seberapa besar kemampuan ekonomi seseorang. Apalagi kan kita nanti bicara soal keterbukaan informasi perbankan 2018," ujar Mekar.
Demi menyambut keterbukaan informasi perbankan tersebut, masyarakat harus dilatih dari sekarang, karena ke depannya secara global, apa yang disebut rahasia bank itu sudah akan terhapus dengan sendirinya.
"Jadi, tren ke depan akan seperti itu. Bahwa banyak sekali WP di Indonesia bahkan di internasional yang menyembunyikan transaksi mereka yang sebenarnya melalui keuangan, lembaga keuangan," imbuhnya.
Seluruh dunia sudah berusaha menjelaskan soal itu. Jadi bukan tidak mungkin jika kedepannya data-data tersebut akan terbuka. Sehingga, nanti jika ada komplain-komplain atau keberatan-keberatan nasabah menjadi kurang ada artinya.
Karena, lanjut dia, nanti skemanya bisa sama artinya. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain akan sama seperti itu. "Sehingga tidak ada jalan lain, kita laporkan saja apa adanya," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewajibkan perbankan nasional atau lembaga penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Setidaknya terdapat 23 bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit yang diwajibkan melaporkan data tersebut.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kelima atas PMK Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Dalam beleid yang terbit pada 22 Maret 2016 tersebut, bank dan lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit, yang paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, dan alamat pemilik kartu kredit.
Baca Juga:
DJP: Transaksi Kartu Kredit Nasabah Bukan Rahasia Lagi
Limit Kartu Kredit Rp100 Juta/Bulan, Potensi DJP Kejar Pajak
Laporkan Transaksi Kartu Kredit ke Ditjen Pajak Tak Mudah
(izz)