World Bank Perkirakan Ekonomi RI Stabil, China Masih Melempem
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) dalam laporan terbarunya memperkirakan, ekonomi China masih lamban, dari 6,7% tahun ini ke 6,5% pada 2017, dan 6,3% pada 2018. Di sisi lain, pertumbuhan ekonmi Indonesia akan naik secara stabil dari 4,8% pada 2015 menjadi 5,5% pada 2018.
(Baca: Bank Dunia Ramal Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Stabil)
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di China akan melemah seiring dengan perekonomiannya yang terus menuju ke sektor konsumsi.
Sementara, pelayanan dan aktivitas dengan nilai tambah yang tinggi dan kelebihan kapasitas industri justru dikurangi. "Namun, pasar tenaga kerja yang lebih ketat akan terus mendukung pertumbuhan pendapatan dan konsumsi rumah tangga," katanya di Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Sementara, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty mengatakan, di antara negara-negara berkembang besar, prospek sangat kuat ada di Filipina dengan pertumbuhan diharapkan dapat melaju ke 6,4% tahun ini, dan Vietnam akan terhambat oleh kekeringan parah, namun kembali pulih ke 6,3% di 2017.
"Di Indonesia, pertumbuhan akan naik secara stabil, dari 4,8% pada 2015 menjadi 5,5% di 2018, tergantung ada tidaknya kenaikan investasi publik dan suksesnya perbaikan iklim investasi serta kenaikan penerimaan," tutur dia.
Sementara di Malaysia, pertumbuhan akan jatuh secara tajam ke 4,2% di tahun ini dari sebelumnya 5%. Hal ini disebabkan permintaan global yang melemah terhadap minyak dan produksi ekspor.
Untuk negara berkembang kecil, sambung dia, prospek pertumbuhan telah memburuk di beberapa negara eksportir komoditas. Ekonomi Mongolia diproyeksikan tumbuh hanya sekitar 0,1% akibat melemahnya ekspor mineral dan pengendalian utang.
Selain itu, ekonomi Papua Nugini hanya tumbuh 2,4% tahun ini karena turunnya harga dan output tembaga serta LNG. "Walaupun ada prospek menjanjikan, pertumbuhan di kawasan ini bergantung oleh berbagai risiko besar," imbuhnya.
Dia mengatakan, pengetatan keuangan global, pertumbuhan global yang terus melambat atau perlambatan di China yang datang lebih awal dari yang sudah diantisipasi, akan menjadi cobaan untuk ketahanan Asia Timur.
"Sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mengurangi ketidakseimbangan finansial dan fiskal yang telah terbangun di beberapa tahun terakhir ini disebabkan ketidakpastian ini," tandas Sudhir.
(Baca: Bank Dunia Ramal Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Stabil)
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di China akan melemah seiring dengan perekonomiannya yang terus menuju ke sektor konsumsi.
Sementara, pelayanan dan aktivitas dengan nilai tambah yang tinggi dan kelebihan kapasitas industri justru dikurangi. "Namun, pasar tenaga kerja yang lebih ketat akan terus mendukung pertumbuhan pendapatan dan konsumsi rumah tangga," katanya di Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Sementara, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty mengatakan, di antara negara-negara berkembang besar, prospek sangat kuat ada di Filipina dengan pertumbuhan diharapkan dapat melaju ke 6,4% tahun ini, dan Vietnam akan terhambat oleh kekeringan parah, namun kembali pulih ke 6,3% di 2017.
"Di Indonesia, pertumbuhan akan naik secara stabil, dari 4,8% pada 2015 menjadi 5,5% di 2018, tergantung ada tidaknya kenaikan investasi publik dan suksesnya perbaikan iklim investasi serta kenaikan penerimaan," tutur dia.
Sementara di Malaysia, pertumbuhan akan jatuh secara tajam ke 4,2% di tahun ini dari sebelumnya 5%. Hal ini disebabkan permintaan global yang melemah terhadap minyak dan produksi ekspor.
Untuk negara berkembang kecil, sambung dia, prospek pertumbuhan telah memburuk di beberapa negara eksportir komoditas. Ekonomi Mongolia diproyeksikan tumbuh hanya sekitar 0,1% akibat melemahnya ekspor mineral dan pengendalian utang.
Selain itu, ekonomi Papua Nugini hanya tumbuh 2,4% tahun ini karena turunnya harga dan output tembaga serta LNG. "Walaupun ada prospek menjanjikan, pertumbuhan di kawasan ini bergantung oleh berbagai risiko besar," imbuhnya.
Dia mengatakan, pengetatan keuangan global, pertumbuhan global yang terus melambat atau perlambatan di China yang datang lebih awal dari yang sudah diantisipasi, akan menjadi cobaan untuk ketahanan Asia Timur.
"Sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mengurangi ketidakseimbangan finansial dan fiskal yang telah terbangun di beberapa tahun terakhir ini disebabkan ketidakpastian ini," tandas Sudhir.
(izz)